Sekitar Deklarasi kemenangan Prabowo
Tak ada yang aneh sebetulnya ketika Calon Presiden RI Pasangan Nomor urut 02, Prabowo Subianto, mendeklarasikan diri sebagai pemenang Pilpres 2019, tak lama setelah publikasi hitung cepat oleh sejumlah media dan TV. Prabowo pun mengklaim kemenangan mencapai 62 %, mengalahkan calon pertahana, Ir. H. Joko Widodo.
Ini tentu sangat paradok dengan hasil hitung cepat oleh sejumlah lembaga survei, termasuk Kompas Group yang sempat "dituduh" sebagai pendukung Prabowo (karena trend beritanya yang dinilai pendukungnya cenderung merugikan Jokowi). Data hitung cepat tersebut memperlihatkan angka kemenangan calon pertahana, pasangan Jokowi Amin, dengan selisih hampir atau sekitar 2 digit, dalam kisaran antara 55 - 45 %.
Langkah deklarasi itu memang harus dilakukan oleh kelompok ini. Kenapa? Karena ada agenda besar yang ingin mereka bangun dari deklarasi kemenangan tersebut. Walau dari gestur yang bisa kita baca, kita lihat dan kita pandang, sesungguhnya Prabowo sendiri rada ragu2 untuk melakukannya. Apalagi pasangan setianya, Sandiaga Uno, tak ikut serta mendampingi Prabowo dalam 2 kali deklarasi kemenangan tersebut. Uno baru tampil sudah larut malam, dalam deklarasi yang ke-3. Itu pun dalam performance-nya yang seperti tidak bahagia.
Cara berpikir Calon Wapres Prabowo itu sungguh rasional. Selain saat itu hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei sudah  memberitakan kemenangan pasangan nomor urut 01, deklarasi mendahului hasil real qount versi KPU itu juga seperti lelucun. Dari sisi mana pun kita memandangnya itu sangat tak elok. Agama pun juga tidak mengijinkan. Sejumlah tokoh partai pendukung pun berbeda pandangan, seperti PKS dan PAN. Bahkan SBY, pimpinan Partai Demokrat menarik pasukannya, karena kurang setuju.
Namun karena keadaan, yang mungkin sangat memaksa, maka itu tetap saja terjadi. Masalahnya sekarang, siapa yang diuntungkan dari kejadian tersebut. Apakah Prabowo pribadi, atau Prabowo sebagai Calon Presiden bisa diuntungkan ? Nampaknya ini jauh antara panggang dengan api. Partai Gerindra pun juga tidak diuntungkan. Apalagi partai pendukung lainnya.
Lantas siapa ? Seperti kita ketahui, Pasangan Prabowo - Sandi secara resmi diusung oleh 4 Partai, yaitu Gerindra sendiri, PKS, PAN dan Demokrat. Pasangan ini juga didukung Partai Berkarya, dan sejumlah tokoh individu dan perkumpulan, seperti Kelompok Alumni 212, FPI, FUI, serta individu2 mantan pejuang khilafah, dsb.
Tiga kali Prabowo mendeklarasikan diri sebagai pemenang pilpres, selama tiga kali itu juga aktivis individu non partai itu terus bersama dengan setia mendampingi Prabowo, di tengah tokoh2 lainnya yang mulai tak kelihatan.
Kenapa mereka setia? Kenapa mereka mensupport deklarasi yang dinilai oleh banyak pihak "memalukan" itu. Ternyata, dengan cara itulah mereka mendapatkan panggung, panggung politik dan keuntungan politik. Kelompok mereka menjadi semakin solid, karena ada gerakan, ada "musuh", ada mainan, serta berdampak penguatan kelompoknya. Bagi kelompok ini, melawan rezim Jokowi itu termasuk persoalan hidup mati. Jika Prabowo sudah tak mau lagi mengakomodasi kehendak mereka, maka tak ada ruang bagi mereka buat ber main2 politik praktis. Keanggotaan mereka pun akan menjadi tidak kuat, bisa bercerai berai.
Jika kelompok ini, hanya terdiri dari Kelompok Alumni 212, FPI, FUI dan ex HTI, tentu power mereka tidak luar biasa. Meski HRS dari Mekkah berteriak sampai ke atas langit sekali pun, perjuangan mereka tak akan sehebat jika tak ada Prabowo.
Oleh karena itu bagi kelompok ini, termasuk tokoh mereka HRS di Mekkah, Prabowo harus menolak hasil Pemilu, yang salah satunya langkahnya adalah dengan cara mendekler sebagai pemenang pilpres. Selain itu juga dengan cara mendelegitimit KPU dengan alasan banyaknya kecurangan penyelenggara dan penyelewengan yang dilakukan oleh penguasa.Â
Mereka juga dengan rajin bikin meme2 dan postingan2 di banyak media, untuk menggambarkan betapa buruknya demokrasi di negeri ini. Kebetulan, karena kelelahan, sejumlah penyelenggara pemilu mengalami human eror, sehingga mengalami kesalahan dalam mengisi input situng. Â Bukti bahwa penyelenggara pemilu itu kelelahan, antaranya banyak dari mereka itu yang menghembuskan nafas yang terakhir, karena kelelahan bekerja membantu negara. Jumlahnya bahkan di atas ratusan orang, sesuatu yang belum pernah terjadi dalam pesta demokrasi di negeri ini sebelumnya. Artinya salah input itu lazim, karena malah ada yang kehilangan nyawa.
Sekarang, kembali pada Prabowo Subianto, Sandiaga Uno, dan sejumlah pimpinan partai pendukung seperti Zulkifli Hasan, Shohibul Iman, SBY, dan tokoh2 lainnya. Apakah mereka tetap akan menolak hasil Pemilu dengan mengklaim mereka sebagai pemenang, dan bisa berujung rusuh. Â
Atau mereka kembali menjadi negarawan sejati, menjadi patriot bangsa. Pilihannya tentu mereka harus mau realistis menerima hasil pemilu. Siapa yang untung ? Tentu semua bangsa Indonesia, baik kelompok 01 atau 02. Mereka bisa bersama-sama membangun negeri ini, terbebas dari kelompok perusuh, menuju masyarakat adil dan makmur. Wallahu'alam bissawab ... !!!Â
HM. Syarbani Haira, Staf Pengajar Universitas NU KalselÂ
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H