Mohon tunggu...
M Syarbani Haira
M Syarbani Haira Mohon Tunggu... Jurnalis - Berkarya untuk Bangsa

Pekerja sosial, pernah nyantri di UGM, peneliti demografi dan lingkungan, ngabdi di Universitas NU Kal-Sel

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Memindahkan Ibu Kota ke Kalimantan

8 Juli 2017   19:42 Diperbarui: 29 April 2019   22:27 2077
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kalimantan Tengah, hamparan alamnya yang luas

Akibatnya kemacetan semakin merajalela. Jumlah kendaraan bertambah. Asap kendaraan dan polusi meningkat sehingga udara Jakarta sudah tidak layak hirup lagi. Pohon-pohon, lapangan rumput, dan tanah serapan akan semakin berkurang diganti oleh aspal dan lantai beton perumahan, gedung perkantoran dan pabrik. Sebagai contoh berbagai hutan kota atau tanah lapang di kawasan Senayan, Kelapa Gading, Pulomas, dan sebagainya saat ini sudah menghilang diganti dengan Mall, gedung perkantoran dan perumahan.

Dampaknya, Jakarta akan jadi kota yang sangat macet. Dengan banyaknya orang bekerja di Jakarta padahal rumah mereka ada di pinggiran Jabotabek, akan mengakibatkan pemborosan BBM. Paling tidak lebih 6,5 milyar liter BBM dengan nilai sekitar Rp 30 trilyun lebih yang dihabiskan oleh 3-an juta pelaju ke Jakarta tiap tahun. Dengan kemacetan dan jauhnya jarak perjalanan, orang menghabiskan waktu 3 hingga 5 jam per hari hanya untuk perjalanan kerja.

Jakarta juga akan membuat penduduk menjadi stress. Penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas) juga meningkat karena orang berada lama di jalan dan menghisap asap knalpot kendaraan. Banjir dan kekeringan akan semakin meningkat karena daerah resapan air terus berkurang.

Pembangunan akan semakin tidak merata karena kegiatan pemerintahan, bisnis, seni, budaya, industri semua terpusat di Jakarta.

Tingkat Kejahatan / Kriminalitas akan meningkat karena luas wilayah tak mampu menampung penduduk yang terlampau padat. Danmpak lainnya bisa timbul bahaya kelaparan karena over populasi dan sawah berubah jadi rumah, kantor, dan pabrik.

Saat ini pulau Jawa yang merupakan pulau terpadat di dunia 7 x lipat lebih padat dari pada RRC. Kepadatan penduduk di Jawa 1.007 orang/km2 sementara di RRC hanya 138 orang/km2. Tak heran di pulau Jawa banyak orang yang kelaparan dan makan nasi aking.

Untuk itu diperlukan penyebaran pusat kegiatan di berbagai kota di Indonesia. Sebagai contoh, di AS pusat pemerintahan ada di Washington DC yang jumlah penduduknya hanya 563 ribu jiwa. Sementara pusat bisnis ada di New York dengan populasi 8,1 juta. Pusat kebudayaan ada di Los Angeles dengan populasi 3,9 juta. Pusat Industri otomotif ada di Detroit dengan jumlah penduduk 911.000 jiwa. 

Model pembangunan di AS tersebar di beberapa kota. Tidak tertumpuk di satu kota. Sehingga pembangunan bisa lebih merata. Indonesia juga harus begitu. Semua kegiatan jangan terpusat di Jakarta. Jika tidak, maka jumlah penduduk kota Jakarta akan terus membengkak. Dalam 10-20 tahun, Jakarta akan jadi kota yang mati/semrawut karena jumlah penduduk yang terlampau banyak (saat ini saja kemacetan sudah luar biasa).

Lokasi Harus Strategis

Memindahkan ibukota Jakarta harus ke lokasi yang strateggis. Banyak pihak mengusulkan sesuai kepentingan dirinya dan kelompoknya. Wapres RI JK mengusulkan agar ibukota pindah ke Sulawesi saja. Kita bisa memahami, karena ini asal wilayahnya. Jika Jokowi dan sejumlah tokoh di negeri ini mengusulkan ke Kalimantan, ini tentu lebih obyektif. Karena tak ada relasi emosional antar mereka.

Mereka yang faham tentang situasi demografi, geografi dan potensi SDA-nya, tentulah tak akan mengusulkan Jawa sebagai pilihan. Begitu juga dengan Sumatera, karena hubungan dengan kawasan Indonesia Timur sangatlah jauh. Posisi paling tengah adanya di Kalimantan, bukan di Sulawesi. Lihat saja peta negara ini, antara Sabang sampai Merauke, posisi tengahnya ada di Kalimantan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun