Indonesia yang unik, sesuatu yang mungkin tidak terjadi di negara lain. Kenapa tidak ! Karena setiap tahun ada gerakan urbanisasi yang sistematik, terstruktur, kontinyu dan simultan.
Ya, urbanisasi. Itulah salah satunya. Bahwa urbanisasi melanda semua negara, iya memang. Â Tetapi urbanisasi di negara lain berlangsung sporadis, alami dan tidak terstruktur sistematis.
Seperti kita ketahui, negeri berpenduduk 260 juta jiwa ini, dengan jumlah ummat Islam paling besar di seluruh dunia, baru saja melaksanakan pesta kemenangan, idul fitri.Â
Walau pun idul fitri ini disambut oleh seluruh ummat Islam di seluruh dunia, tetapi di negeri pemeluk Islam terbesar ini lebih dahsyat dan lebih ramai. Tradisi yang berlangsung di negeri ini, idul fitri lebih afdhol jika bisa ngumpul bersama keluarga. Tak aneh dari tahun ke tahun, setiap lebaran idul fitri, akan ada program mudik bersama. Program pulang kampung.
Dengan melihat konposisi ummat Islam yang mayoritas di negeri ini, dapat dipastikan lebih separo ummat Islam yang ada di negeri ini yang ikut program mudik ini. Ada yang mudik dengan jarak yang dekat, dan ada pula yang menempuh jarak yang jauh.Â
Jika berita di TV kita jadikan tprujukan, maka kejadiannya adalah ummat Islam yang tinggal di Jakarta pulkam ke sejumlah provinsi di Pulau Jawa, selain ada pula yang ke Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dsb nya. Mereka ada yang menggunakan pesawat, kareta api, bus, kapal, motor dan sebagainya.
Untungnya, pasca Orde Baru, pemerintah dan sejumlah elemen pihak swasta menyenggarakan mudik gratis. Ini besar sekali manfaatnya, sehingga rakyat merasa tertolong dan terbantu. Tidak hanya itu, pemerintah juga tegas menindak jika ada angkutan yang main-main dengan tarif dan prosedure. Mereka pasti mencabut ijin opetasionalnya.Â
Satu hal yang juga terjadi secara terstruktur, bersamaan dengan kemeriahan semangat idul fitri ini. Dalam hal ini, arus balik juga disertai dengan gerakan urbanisasi.Â
Menurut catatan pemerintah, untuk kasus di pulau Jawa, di mana bersamaan dengan arus balik ke ibukota, dalam setahunnya sedikitnya ada 100 ribu pendatang baru yang masuk ibukota. Mereka menambah dinamika urbanisasi di negeri ini, yang tiap tahun tidak pernah terbentung.
Untuk tahun ini, pemerintah Jakarta yang selalu menjadi sasaran masyarakat luar Jakarta, mencoba membrndung gerakan tersebut dengan cara hanya menerima pekerja terampil yang boleh masuk dan tinggal di Jakarta.
Urbanisasi itu sendiri sudah sejak lama menjadi perhatian para ilmuan. Salah satunya misalnya adalah Michael P Todaro, pakar ekonomi yang konsern melakukan kajian soal urbanisasi ini.Â
Tahun 1981 lalu, bersama Jerry Stilkind, Todaro pernah menerbitkan buku berjudul "The Urbanization Dilemma". Melalui buku ini Todaro dan Stilkind ingin menjelaskan dilemanya urbanisasi, khususnya di kalangan Dunia Ketiga.
Ia menyatakan, kota-kota di Dunia Ketiga berkembang dengat sangat pesat. Setiap tahun berjuta-juta orang pindah dari desa ke kota, sekali pun banyak kota besar dalam kenyataanya sudah tidak mampu lagi memyediakan pelayanan sanitasi, kesehatan, perumahan, dan transportasi lebih dari yang minimal kepada penduduknya yang sangat padat ini.
Di sisi lain, produksi di sektor industri telah meningkat, tetapi pengangguran dan setengah pengangguran di kota semakin nampak. Keadaan orang-orang miskin di daerah pedesaan hampir sama saja dengan sebelumnya. Bahkan di beberapa daerah lainnnya malah semakin meningkat.
Begitulah urbanisasi, yang sepertinya nyaman dan nikmat, malah membawa masalah. Malahan di beberapa kasus urbanisasi telah pula merusak budaya dan perilaku. Masyarakat menjadi individualis, materialis, hedonis, dan bahkan kapitalis. Urbanisasi tak serta merta malah menimbulkan masalah.Â
Inilah hal yang harus diantisipasi, serta disadari oleh semua kalangan dan pihak terkait lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H