Mohon tunggu...
Syamsul Maarif
Syamsul Maarif Mohon Tunggu... Freelancer - freelancer

Saya seorang freelancer, penulis amatiran yang menggandrungi dunia sosial, politik dan sejarah

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Soal PPN 12 Persen, LMND Minta PDIP Evaluasi Diri dan Usulkan Pemerintah Cari Skema Lain.

23 Desember 2024   12:31 Diperbarui: 23 Desember 2024   12:31 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pasalnya kata dia, dengan instrumen hukum tersebut dan ketegasan pemerintah, uang yang dicuri koruptor itu dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi jika dikelola dengan baik.

Dalam hal sistem hukum untuk penegakan pidana korupsi, Syamsudin juga mengusulkan agar asasnya tidak lagi menggunakan 'praduga tak bersalah', tetapi dengan 'pembuktian terbalik', dimana setiap orang yang kekayaannya melimpah patut dicurigai dari mana sumber kekayaannya.

Sehingga katanya, setiap orang kaya tidak dapat berkilah ketika harta kekayaannya ditelusuri oleh negara.

Selain hal tersebut, alternatif lain turut diusulkan Syamsudin, misalnya kata dia, kenaikan PPN 12 persen dihususkan untuk barang mewah.

"Alternatif lainnya boleh PPN 12 persen. Tapi husus barang mewah. Atau kalau tidak, pemerintah harus meninjau kembali seluruh UU Perpajakan untuk mengoptimalkan penerimaan pajak. Misalnya, PPh perorangan maupun badan masih bisa dibuat lebih progresif," katanya lagi.

Saat ini katanya, dalam UU 36/2008, plafon penghasilan di atas 500 juta dikenai pajak 30 persen. Persentase ini diberlakukan kepada warga negara yang pendapatannya jauh lebih besar. Padahal seharusnya kata Syamsudin, pendapatan yang melampaui 500 juta dikenakan pajak lebih besar.
Dalam penutupnya Syamsudin menuturkan, ada banyak skema lain yang dapat dijadikan alternatif untuk meningkatkan pendapatan rakyat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun