Mohon tunggu...
Syamsul Alam
Syamsul Alam Mohon Tunggu... Wiraswasta - CODEV.id

Manusia normal

Selanjutnya

Tutup

Money

AFTA 2015, Berkah Terselubung untuk Pengusaha Kreatif Indonesia

26 Januari 2015   17:37 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:21 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak terasa sudah hampir 1/12 dari tahun ini telah berlalu. Dan AFTA 2015 sudah mulai membayang-bayangi.

Hal ini sempat jadi momok buat kita. Saya ingat beberapa minggu yang lalu ketika di Jatim Expo, ada event yang secara khusus dibuat guna 'mempersenjatai' BUMD-BUMD Jatim atas datangnya AFTA tahun ini."Meningkatkan Daya Saing BUMD untuk Persiapan AFTA 2015" adalah judul dari spanduk yang saya baca saat itu, kurang lebih.

Jujur saya tidak begitu tahu mengenai AFTA ini. Sejauh yang saya tahu dari wikipedia, AFTA adalah perjanjian yang ditandatangani oleh negara-negara Asean yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing ASEAN sebagai basis produksi di pasar dunia melalui penghilangan hambatan tarif maupun non-tarif antar negara ASEAN, dan untuk menarik investasi asing secara langsung ke negara-negara ASEAN.

Dalam bahasa awam, intinya kini barang dapat mengalir secara bebas antara negara-negara ASEAN, tanpa dikenai pajak atau minimal dikenai pajak yang telah terkurangi (antara 0% - 5%).

Dengan demikian artinya negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia, bisa menjual barangnya ke negara ASEAN lain relatif tanpa pengaruh pajak.

Negara ASEAN manapun yang berhasil menghasilkan barang-barang dengan kualitas dan harga yang lebih baik, dapat memenangkan pasar ASEAN yang luar biasa besar. Persaingan antar negara ASEAN akan semakin intens -- dimana tujuan akhirnya adalah peningkatan kualitas dan keunggulan harga jual negara-negara wilayah ASEAN dibanding wilayah lain.

Beberapa dari anda mungkin agak ketakutan mendengar kata 'persaingan yang semakin intens', namun perlu anda ketahui, dari pengalaman saya sebagai konsultan pemasaran saya tahu bahwa dalam pemasaran, persaingan dalam jangka pendek akan mengakibatkan penurunan harga.

Jika anda pencinta otomotif, merk-merk mobil kesayangan anda, seperi Honda, Daihatsu, Ford, Mazda, Toyota, dan lain sebagainya akan jauh lebih murah setelah adanya AFTA 2015. Perusahaan mobil di Jepang, Korea Selatan, dan China telah sejak lama membangun pabrik otomotif mereka di Thailand untuk memanfaatkan adanya AFTA 2015 ini, guna mempermurah biaya produksi mereka untuk nantinya di ekspor ke seluruh dunia -- termasuk ke Indonesia.

Artinya ada kemungkinan beberapa bulan atau beberapa tahun ke depan, anda bisa beli Alphard separuh dari harga sekarang.

Dan meski mungkin wacana untuk bisa beli Alphard dengan setengah barga di beberapa bulan ke depan merupakan hal bagus, namun bukan itu yang ingin saya katakan tentang AFTA hari ini.

Joke aside, disadari atau tidak, Indonesia sebenarnya memiliki banyak keuntungan dengan adanya AFTA ini.

Semoga bukan hanya saya yang melihat bahwa dengan adanya AFTA, kita memiliki banyak kesempatan untuk meningkatkan ekspor milik kita, mengimbangkannya bahkan melebihkannya dari tingkat impor kita.

Indonesia selama ini merupakan negara pengimpor, Indonesia mengimpor berbagai hal mulai dari automototif hingga berbagai bahan material, dan meski hal tersebut menimbulkan banyak penurunan nilai terhadap mata uang kita, bagi saya jujur hal tersebut tidak akan lagi jadi masalah...

Selama Indonesia memiliki segala hal yang diperlukan untuk mengubah barang baku/material yang diimpornya untuk dijadikan barang jadi bernilai tinggi guna di ekspor ke negara lain, AFTA 2015 ini justru merupakan sebuah berkah.

Benar, bagi saya, AFTA 2015 ini merupakan celah dimana kita bisa meningkatkan perekonomian kita. Strategi penanggulangan AFTA 2015 sekaligus salah satu strategi untuk meningkatkan stabilitas perekonomian kita seharusnya difokuskan lebih pada peningkatan ekspor daripada pengurangan impor.

Harga barang baku yang lebih murah yang disebabkan oleh AFTA seharusnya dimanfaatkan oleh pengusaha negeri ini sebagai momentum untuk meraih keuntungan lebih tinggi dari ekspor barang-barang dengan perceived value tinggi kita ke negara-negara lain.

Contoh konkret dari hal ini mungkin salah satunya adalah industri mebel dan furniture. Indonesia merupakan salah satu negara pembuat dan peng-ekspor furniture rotan dan kayu paling terkenal di dunia.

[caption id="attachment_393291" align="alignnone" width="521" caption="Contoh produk rotan Indonesia dari PT. Wirasindo Santakarya"][/caption]

Ada ciri khas dalam furniture buatan Indonesia, beberapa di antaranya adalah nuansa eksotis yang dimilikinya, seni yang terdapat di tiap desain produknya, dan nilai elegan yang terdapat dalam tiap ukirannya.

[caption id="attachment_393292" align="alignnone" width="521" caption="Contoh lain keelokan furniture rotan Indonesia."]

14222430662066944229
14222430662066944229
[/caption]

[caption id="attachment_393293" align="alignnone" width="521" caption="Furniture rotan elegan dari Indonesia."]

14222431491471034738
14222431491471034738
[/caption]

Dan tentu, untuk membuat furniture, perusahaan manufaktur furniture butuh lebih dari sekedar kayu dan rotan. Pembuatan furniture juga membutuhkan lem, cat, kulit, busa, pelitur, dan lain sebagainya yang diperlukan dalam proses produksinya.

Dan adanya AFTA membuka peluang kita untuk mendapatkan beragam bahan baku pembuatan furniture tersebut dengan harga lebih murah dari negara lain. Bahan baku murah berarti proses produksi yang lebih murah. Dan proses produksi yang murah berarti kemudahan dalam penentuan harga barang jadi -- mau harga mahal atau murah tidak masalah -- dan makin murahnya harga jual furniture berarti meningkatnya pasar furniture di luar sana.

Itu baru satu contoh dari satu industri, Indonesia punya banyak industri semacam ini.

Adanya AFTA juga peluang besar bagi banyak entrepreneur di bidang usaha kreatif Indonesia. Indonesia memiliki banyak talenta berbakat yang sebenarnya bisa menguasai dunia selama mereka memiliki wawasan yang cukup.

Ada banyak sekali industri kreatif yang sebenarnya bisa dikuasai oleh orang Indonesia, beberapa diantaranya adalah game development, illustrasi, creative advertising, graphic design, product design, dan banyak lagi.

Indonesia diuntungkan dengan biaya hidup yang luar biasa murah. Tak sedikit orang Indonesia yang bisa hidup luar biasa layak hanya dengan Rp 4 juta per bulan, sementara di negara tetangga, uang yang sama bisa habis hanya untuk satu kali belanja keperluan seminggu.

Hal ini berarti peningkatan daya saing yang luar biasa. Sebagai contoh, desainer negara kita bisa menghasilkan pekerjaan dengan kualitas pengerjaan yang sama bagus -- bahkan seringkali lebih bagus -- dengan harga yang jauh lebih murah dibanding pesaing kita di Malaysia atau di Singapura, hanya karena perbedaan biaya hidup masyarakatnya.

Salah satu contoh bagaimana talenta Indonesia dapat menembus pasar dunia salah satunya adalah mas Rizki Ratria ini.

https://www.youtube.com/watch?v=4YeXIFF6ogw

Rizki Ratria yang ada dalam video YouTube ini adalah contoh nyata betapa sebenarnya, Indonesia ini memiliki potensi luar biasa untuk berjaya di AFTA. Selama kita bisa mencetak orang-orang seperti Rizki Ratria ini dalam jumlah banyak, AFTA seperti apapun seharusnya tidak menjadi masalah bagi kita.

Kita sering salah mengira bahwa sumber daya terpenting yang dimiliki Indonesia adalah sumber daya alamnya. Hal tersebut meski mungkin benar hingga tahap tertentu, namun sebenarnya yang menjadi aset terbesar atas negeri ini adalah sumber daya manusianya.

Ada 250 juta penduduk Indonesia, dan dari 250 juta tersebut, hampir 50% nya merupakan usia produktif. Dan Indonesia akan terus menikmati bonus tersebut hingga 2025.

Jika ada sepersepuluh saja dari penduduk usia produktif Indonesia yang memiliki wawasan mengenai betapa besar peluang mereka untuk berjaya karena pasar telah terbuka luas bagi mereka dengan AFTA, saya rasa tidak sulit bagi Indonesia untuk menggebrak dunia.

Dan saya tahu, meskipun paparan saya di atas amat membesarkan hati, bukan berarti bahwa segalanya akan tanpa rintangan.

Impian kita untuk menguasai dunia melalui penurunan biaya produksi yang disebabkan oleh AFTA dan tingginya sumber daya manusia kita ini minimal harus memiliki dua komponen pendukung untuk memastikan semuanya berjalan lancar.

Komponen pertama adalah jiwa kewirausahaan.

Penanaman sejak dini jiwa kewirausahaan pada diri tiap-tiap pemuda Indonesia merupakan solusi nyata dari berbagai masalah di Indonesia.

Kurangnya lapangan pekerjaan yang selalu menjadi bahan debat kita tiap hari sebenarnya akan selesai dengan mudah jika ada cukup banyak pemuda yang tak lagi mencari kerja, namun mulai bekerja menjadi pengusaha dengan apapun yang dimilikinya saat ini.

Dan hal tersebut tidak sesulit yang banyak orang kira. Kebanyakan orang mengira bahwa menjadi pengusaha merupakan hal sulit karena mereka tidak memiliki komponen kedua.

Komponen kedua adalah wawasan wirausaha...

Perjalanan pribadi saya menjadi pengusaha membuka banyak sekali wawasan (insight) bahwa sebenarnya menjadi pengusaha itu luar biasa gampang, dan kesempatan itu benar-benar ada di mana-mana.

Saya akan beri satu contoh yang mudah untuk dibayangkan banyak orang...

Anda tahu Jepang dan Korea Selatan? Anda tahu berapa banyak pengagum kebudayaan dua negara tersebut di Indonesia? Dan anda tahu betapa gila antusiasme mereka untuk mencoba kuliner dari kedua negara tersebut?

Sangat luar biasa banyak. Perhatikan betapa banyak pengunjung Japanese Culture Festival yang diselenggarakan Universitas di sekitar anda, atau coba lihat beberapa konser K-Pop di Indonesia, dan anda akan sadar tentang hal ini.

Di tempat tinggal saya di Sidoarjo, hanya ada satu restoran yang menyajikan makanan Jepang. Dan masakan Jepang bukanlah masakan super rumit seperti yang biasa anda lihat di acara TV MasterChef.

Masakan Jepang kebanyakan merupakan hal super simpel seperti campuran sayur, daging, seafood, dan bakso yang direbus bersamaan dalam pot besar dengan kuah tertentu (shabu-shabu), atau nasi plus lauk yang digulung jadi satu (sushi), atau daging yang dipanggang di atas bara api/arang (yakiniku).

Seberapa sulit coba membuat hal semacam itu? Beberapa hal yang mungkin menjadi 'bumbu rahasia' seperti kuah shabu-shabu bisa kita cari dengan mudah di Google, begitu juga bumbu kecap yang menjadi pelengkap yakiniku, dan lain sebagainya.

Dan restoran di tempat saya itu, yang menyajikan hal super simpel ini, dimana bahkan masakannya tidak dimasak oleh chef, melainkan dimasak sendiri oleh pengunjungnya, tiap harinya TIDAK PERNAH SEPI, meskipun harga tiap menunya juga tidak bisa dibilang murah.

Terakhir kali saya dan keluarga makan di sana, kami habiskan hampir Rp 600.000 untuk porsi makan shabu-shabu dan yakiniku 7 orang.

Sebagai perbandingan, saya bisa beli capjay pinggir jalan di tempat tak jauh dari situ, dengan harga kurang dari Rp 50.000 untuk porsi yang sama bahkan lebih dari yang dijual di restoran tersebut.

Dari dua kali berkunjung ke restoran Jepang tersebut, saya bahkan sudah mengingat semua yang diperlukan untuk membangun restoran yang minimal 70% sama. Mulai dari menunya, nuansanya, sistem harga tiap menunya, desain furniture nya, tempat dimana saya bisa dapatkan perkakas makan yang sama, hampir semuanya...

Saya bahkan tidak sebegitu memperhatikan, saya menikmati suasana makan saya waktu itu dengan keluarga saya dan tak ada niatan untuk mencoba meniru sistem restoran tersebut.

Total tagihan di akhir makan lah yang membuat insting wirausaha saya tertarik untuk membangun restoran serupa, karena saya bisa bayangkan betapa banyak keuntungan yang bisa saya peroleh untuk restoran dengan konsep dan menu sesederhana itu.

Wirausaha di Indonesia harus dilatih agar memiliki insting semacam ini. Insting wirausaha saya jujur tidak dan belum sempurna. Namun dengan insting seperti inipun, saya sudah bisa temukan BANYAK SEKALI peluang bertebaran di sekitar saya. Menunggu untuk saya jadikan uang.

Mahasiswa di Indonesia harus dilatih bahwa wirausaha bukan hanya sekedar proposal, bukan hanya sekedar event food bazaar setahun sekali yang hanya berlangsung selama dua-tiga hari, bukan hanya tentang jual makanan.

Peluang ada banyak di luar sana, sebagai game developer, sebagai freelance, sebagai graphic designer, sebagai eksportir, sebagai manufaktur makanan siap saji, sebagai supplier hasil tambak, dan lain sebagainya...

Dan untuk menumbuhkan yang semacam ini tidaklah sesulit yang dibayangkan banyak orang sebenarnya.

Dimulai dari peran media untuk meng-ekspose secara intens para pengusaha-pengusaha muda Indonesia yang telah bermain di tingkat global sebagai inspirasi (ada banyak sebenarnya di sekitar kita).

Kemudian program kerjasama dari pemerintah dengan pengusaha-pengusaha dalam negeri yang peduli atas pentingnya pendidikan kewirausahaan untuk mengembangkan wawasan dan kemampuan bisnis para pemuda-pemudi Indonesia, khususnya penyadaran bahwa APAPUN yang ada di sekitar mereka, termasuk sampah sekalipun, bisa jadi peluang untuk memulai usaha.

Yang dilanjutkan dengan program pinjaman dana tanpa bunga dari instansi keuangan yang dialirkan ke calon-calon pengusaha berdasarkan proyeksi keuntungan dan keberlanjutan dari ide bisnis yang dimiliki.

Saya yakin, jika semua pihak yang terkait terlibat aktif dalam hal ini, AFTA 2015 bukan lagi momok bagi kita, namun malah jadi peluang luar biasa bagi Indonesia untuk menguasai dunia. :D Dan saya serius.

Salam senyum!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun