Ini adalah cerita dari teman-teman buruh migran Indonesia yang bekerja di Taiwan. Cerita tentang "pemerasan" berselubung pengurusan paspor. Mau tahu ceritanya, klik saja kelanjutan dari tulisan ini.
Pernahkah anda tahu berapa harga yang harus dibayar para buruh migran Indonesia di Taiwan saat hendak membuat paspor? Harga resminya sebesar NT$300 dollar kira-kira Rp 100 ribu (NT$1=Rp300). Sekarang, silakan tanya kepada buruh-buruh migran Indonesia yang bekerja di Taiwan, berapa biaya yang dikeluarkan saat mereka harus membuat passport? Rata-rata akan menjawab NT$2000 (sekitar Rp 600.000).
Sekarang, tanyakan lagi, adakah diantara para BMI tersebut yang menerima kwitansi atas pembayaran passport tersebut? Rata-rata BMI akan menjawab, tidak. Kalau pun diminta, pihak Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) di Taipei, ibukota Taiwan, tidak akan juga memberikannya. Kenapa? Tidak ada penjelasan.
Terbongkarnya informasi tentang harga pengurusan paspor TKI menyulut reaksi puluhan BMI di Taiwan. Tidak sedikit BMI yang tidak percaya kalau biaya pengurusan paspor itu hanya sebesar NT$300. Maklum, selama ini, yang mereka tahu adalah biaya pembuatan paspor itu minimalnya NT$2000, bahkan ada yang membayar lebih sampai NT$5000-10.000.
Pihak KDEI sendiri membantah hal itu. Selain menuntut bukti, mereka pun mengatakan bahwa jika hal itu terjadi, pasti karena “oknum”. Ucapan ini terlontar ketika terjadi dialog antara perwakilan KDEI dengan Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI) Taiwan, minggu lalu.
Pihak KDEI menolak jika praktik pungutan biaya yang sangat besar untuk pengurusan paspor itu disebut sebagai korupsi. Menurut perwakilan KDEI, itu adalah “pungli”, bukan korupsi. Sontak, BMI yang hadir dalam dialog tersebut tertawa. Ya ya... benar, praktik itu adalah “pungli”. Tapi ingat, “pungli” tersebut adalah indikasi penyalahgunaan wewenang oleh pejabat publik seperti KDEI. Nah, itu masuk indikasi korupsi bukan ya?
BMI yang hadir dalam dialog itu pun merespon tantangan KDEI dengan memberikan kesaksian, bahkan hingga menyebutkan nama-nama petugas KDEI telah memberikan informasi yang salah maupun yang menerima pembayaran uang dari BMI, baik secara langsung maupun melalui pihak agen. Dibanjiri kesaksian BMI, perwakilan KDEI pun tidak berkutik. Selain bicaranya semakin ngawur, mereka tersudut untuk memenuhi tuntutan BMI.
Telah Berlangsung Lama
Fenomena penarikan biaya pembuatan passport yang sangat tinggi di KDEI Taiwan itu telah berlangsung cukup lama. Selama ini, BMI memberikan pembayaran sebesar $NT2000-$NT5000 untuk mengurus perpanjangan paspornya. Mayoritas mengaku tidak tahu jika biaya pengurusan passport ternyata hanya sebesar NT$300.
Tidak sedikit dari mereka yang dimarahi majikannya karena tidak bisa mendapatkan bukti pembayaran pembuatan paspor. Kita bisa mengerti, mengingat jika belanjakan Rp 10 ribu uang kita di indomart atau alfamart saja, kita pasti dikasih kwitansi. Lha ini, bayar uang sebesar NT$2000 di kantor pemerintah seperti KDEI justru ga dapat kwitansi. Aneh kan?
Dari hasil diskusi teman-teman BMI di Taiwan, tertangkap kecenderungan dari pihak-pihak tertentu untuk merekayasa kasus tersebut sebagai bentuk “penyuapan” yang dilakukan BMI kepada petugas imigrasi di KDEI Taiwan. Tujuannya, melepaskan sangkaan penyalahgunaan wewenang. Tapi, di mana pun, penyuapan itu adalah tindakan yang dilakukan oleh orang yang mengerti prosedur dan ketentuan untuk memotong jalur prosedur tersebut guna mendapatkan pelayanan yang lebih cepat.
Yang terjadi di Taiwan tidak demikian. Tindakan BMI membayar sebesar NT$2000 untuk pengurusan paspor, yang mana ketentuannya hanya sebesar NT$200, dilakukan karena tidak adanya informasi yang benar. Kalau pun ada, pejabat yang semestinya memberikan informasi yang semestinya tentang biaya pengurusan paspor, justru memberikan informasi yang tidak benar.
Selain itu, tidak sedikit BMI ditolak permintaan perpanjangan paspor, dengan alasan bahwa perpanjangan tersebut baru bisa diurus jika sudah masuk pada dua bulan sebelum paspor berakhir. Hal ini menyebabkan para BMI rentan untuk ditekan agar melakukan pembayaran yang lebih. Jika tidak, selain akan berpotensi mendapatkan sanksi dari keimigrasian Taiwan, juga akan mendapatkan denda dari KDEI.
Situasinya memang dibuat agar BMI “terpaksa melakukan penyuapan” terhadap pejabat KDEI. Lha pak, kalo dipaksa menyuap namanya “diperas”!
Untung-Rugi
Ada sekitar 130 ribu buruh migran Indonesia yang bekerja di Taiwan. Mereka tersebar dalam beberapa sektor, seperti sektor rumah tangga, manufaktur, dan pelayaran. Kondisi hidup mereka bervariasi. Rata-rata jarang yang mendapatkan hak libur. Rata-rata BMI membayar biaya penempatan sebesar Rp 30 juta yang harus dibayar dimuka, sebelum pemberangkatan. Selama bekerja, hampir dua tahun, upahnya dipotong oleh agen. Jerih-payah hasil bekerja di Taiwan pun masih harus diperas oleh biaya pengurusan paspor yang sangat tinggi.
Kayaknya tidak perlu ditanya apa pentingnya paspor bagi seseorang yang hidup di negeri orang. Yang dimaksud dengan paspor TKI adalah Paspor RI yang setebal 24 halaman. Biasanya, masa berlakunya hanya dua tahun. Bagi BMI, paspor sama pentingnya dengan visa kerja. Tanpa itu, mereka akan mudah dikategorikan ilegal dan didepak dari negara tempatnya bekerja.
Karena sama-sama punya masalah dengan biaya pengurusan paspor itulah yang menggiring para BMI di Taiwan membentuk wadah yang bernama Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI) di Taiwan. Dengan wadah itu, sambil belajar berorganisasi, para BMI terus mensosialisasikan informasi tentang biaya pengurusan paspor itu ke teman-temannya, sesama BMI yang bekerja di Taiwan.
Salah-satu tuntutan ATKI Taiwan adalah transparansi dalam pengurusan paspor. Aha! Baru-baru ini, Indonesia sudah punya UU tentang Kebebasan Informasi Publik (UU-KIP). Kalau melihat UU tersebut, biaya pengurusan paspor adalah salah-satu informasi yang merupakan hak publik. Kalau informasi ini tidak diberikan? Berarti ada pelanggaran terhadap hak publik.
Asal kita tahu saja, setiap hari, KDEI mengurus ratusan permintaan perpanjangan paspor, baik yang dibawa sendiri oleh BMI maupun melalui agen. Berapa pendapatan bulanan pejabat KDEI dari pembuatan paspor seharga NT$2000? Ahh... kita tidak tahu. Yang pasti, besar sekali jumlahnya.
Lantas, apakah hal ini harus didiamkan? Tentu saja tidak, justru akan berdosa jika kita mendiamkan masalah ini.***
Sumber: Indo Suara. Th. IV Vol 03 - Januari 2009 dan sumber-sumber lainnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI