Yang terjadi di Taiwan tidak demikian. Tindakan BMI membayar sebesar NT$2000 untuk pengurusan paspor, yang mana ketentuannya hanya sebesar NT$200, dilakukan karena tidak adanya informasi yang benar. Kalau pun ada, pejabat yang semestinya memberikan informasi yang semestinya tentang biaya pengurusan paspor, justru memberikan informasi yang tidak benar.
Selain itu, tidak sedikit BMI ditolak permintaan perpanjangan paspor, dengan alasan bahwa perpanjangan tersebut baru bisa diurus jika sudah masuk pada dua bulan sebelum paspor berakhir. Hal ini menyebabkan para BMI rentan untuk ditekan agar melakukan pembayaran yang lebih. Jika tidak, selain akan berpotensi mendapatkan sanksi dari keimigrasian Taiwan, juga akan mendapatkan denda dari KDEI.
Situasinya memang dibuat agar BMI “terpaksa melakukan penyuapan” terhadap pejabat KDEI. Lha pak, kalo dipaksa menyuap namanya “diperas”!
Untung-Rugi
Ada sekitar 130 ribu buruh migran Indonesia yang bekerja di Taiwan. Mereka tersebar dalam beberapa sektor, seperti sektor rumah tangga, manufaktur, dan pelayaran. Kondisi hidup mereka bervariasi. Rata-rata jarang yang mendapatkan hak libur. Rata-rata BMI membayar biaya penempatan sebesar Rp 30 juta yang harus dibayar dimuka, sebelum pemberangkatan. Selama bekerja, hampir dua tahun, upahnya dipotong oleh agen. Jerih-payah hasil bekerja di Taiwan pun masih harus diperas oleh biaya pengurusan paspor yang sangat tinggi.
Kayaknya tidak perlu ditanya apa pentingnya paspor bagi seseorang yang hidup di negeri orang. Yang dimaksud dengan paspor TKI adalah Paspor RI yang setebal 24 halaman. Biasanya, masa berlakunya hanya dua tahun. Bagi BMI, paspor sama pentingnya dengan visa kerja. Tanpa itu, mereka akan mudah dikategorikan ilegal dan didepak dari negara tempatnya bekerja.
Karena sama-sama punya masalah dengan biaya pengurusan paspor itulah yang menggiring para BMI di Taiwan membentuk wadah yang bernama Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI) di Taiwan. Dengan wadah itu, sambil belajar berorganisasi, para BMI terus mensosialisasikan informasi tentang biaya pengurusan paspor itu ke teman-temannya, sesama BMI yang bekerja di Taiwan.
Salah-satu tuntutan ATKI Taiwan adalah transparansi dalam pengurusan paspor. Aha! Baru-baru ini, Indonesia sudah punya UU tentang Kebebasan Informasi Publik (UU-KIP). Kalau melihat UU tersebut, biaya pengurusan paspor adalah salah-satu informasi yang merupakan hak publik. Kalau informasi ini tidak diberikan? Berarti ada pelanggaran terhadap hak publik.
Asal kita tahu saja, setiap hari, KDEI mengurus ratusan permintaan perpanjangan paspor, baik yang dibawa sendiri oleh BMI maupun melalui agen. Berapa pendapatan bulanan pejabat KDEI dari pembuatan paspor seharga NT$2000? Ahh... kita tidak tahu. Yang pasti, besar sekali jumlahnya.
Lantas, apakah hal ini harus didiamkan? Tentu saja tidak, justru akan berdosa jika kita mendiamkan masalah ini.***
Sumber: Indo Suara. Th. IV Vol 03 - Januari 2009 dan sumber-sumber lainnya.