Mohon tunggu...
Ollenk Syamsuddin Radjab
Ollenk Syamsuddin Radjab Mohon Tunggu... social worker -

Seorang ayah, pernah aktif di bantuan hukum dan HAM, pemerhati Politik-Hukum Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Asah Baru Partai Golkar

21 Desember 2017   20:35 Diperbarui: 21 Desember 2017   20:50 704
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Politisi itu sama saja di mana-mana. Mereka berjanji membangun jembatan bahkan di tempat yang tidak ada sungai.

~Nikita Khrushchev, Mantan Perdana Menteri Uni Soviet~

Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar baru saja selesai (20/12). Airlangga Hartarto (AH) terpilih secara aklamasi walaupun beberapa kader sebelumnya menyatakan siap maju bertarung dalam forum munaslub. Penetapan AH sebagai ketua umum menggantikan Setya Novanto dalam rapat pleno DPP Partai Golkar pada Rabu (13/11) akhirnya mengubur niat calon lainnya.

Dalam sambutan pembukaan munaslub, Presiden Jokowi menjelaskan kedatangan rombongan DPD I Partai Golkar ke Istana Bogor (30/11) dan menyatakan dukungan ke AH sekaligus meminta izin agar diperkenankan maju sebagai calon ketua umum. Penjelasan Presiden Jokowi tersebut, jelas menyiratkan dukungan ke AH yang juga sebagai Menteri Perindustrian dalam kabinet kerja yang sedang dipimpinnya.

Dukungan DPD, sinyal kuat Istana serta penetapan sebagai ketua umum sudah dapat dipastikan bahwa AH akan mulus menjadi ketua umum DPP Partai Golkar yang baru. Selain itu ketiadaan calon lain yang mencukupi persentasi sebesar 30 persen pemilik suara karena AH telah memborong semuanya.

Ditengah prahara Partai Golkar akibat perilaku mantan ketua umum, Setya Novanto, yang terlibat dalam beberapa kasus pidana, kasus papa minta saham hingga puncaknya, penahanan Novanto dalam kasus korupsi KTP elektronik membuat Partai Golkar dicitrakan sebagai partai korup.

Sebelumnya, beberapa kader Golkar telah diciduk lembaga antirasuah seperti Ridwan Mukti (Gubernur Bengkulu), Siti Mashita Soeparno (Wali Kota Tegal), Iwan Rusmali (Ketua DPRD Banjarmasin), Tubagus Iman Ariyadi (Wali Kota Cilegon), Rita Widyasari (Bupati Kutai Kartanegara), Adtya Moha (Anggota DPR) dan Markus Nari (Anggota DPR) yang terlibat dalam kasus yang sama dengan Novanto.

Serangkaian peristiwa diatas telah menyeret Partai Golkar dalam pusaran korupsi ditengah pemerintahan Jokowi-JK bertekad memberantas segala tindak pidana korupsi. Dengan sifat yang sama, berkategori kejahatan luar biasa (extraordinary crime) dalam kasus narkoba, Jokowi bahkan lebih garang memerintahkan tembak mati terhadap pengedar narkoba. Sementara kasus korupsi hukumannya makin ringan.

Korupsi sudah menjadi musuh bersama bangsa Indonesia dan amanat reformasi 1998 yang belum tuntas. Menjadi tugas bersama khsusnya partai politik sebagai pilar negara demokrasi menyatakan dengan gamblang, perang terhadap korupsi yang merugikan negara dan menyengsarakan rakyat.

Jargon Baru

Keterpilihan AH sebagai ketua umum bukan jalan mulus penuh bunga, justeru akan menghadapi tekanan dari pelbagai pihak. Dari kiri-kanan, atas-bawah bahkan yang tidak bersangkut paut dengan Partai Golkar sekalipun akan berupaya mempengaruhinya untuk kepentingan politik tertentu.

Dalam munaslub, ada perubahan tagline atau jargon dari "Suara Golkar, Suara Rakyat", berubah menjadi "Golkar Bersih, Golkar Bangkit, Indonesia Sejahtera". Perubahan jargon tersebut secara paradigmatik-ontologis memiliki kelalaian akut dari kedaulatan rakyat menjadi kedaulatan partai.

Seyogyanya, suara, aspirasi dan cita-cita rakyat menjadi sumber perjuangan partai politik di parlemen dan bukan mendahulukan kepentingan partai dan individu. Akibatnya, perilaku elit partai tega melakukan perbuatan yang melanggar hukum, moral dan etika berbangsa.

Jargon baru Partai Golkar dibawah kepemimpinan AH merupakan anti tesis dari realitas politik internal partai, turunnya elektabilitas publik serta kondisi perekonomian yang melambat hanya 4,93 persen pada kuartal-III 2017 ditandai dengan turunnya daya beli masyarakat.

Rumusan jargon baru tersebut realistis, empiris dan tak terbantahkan. Turbulensi politik yang sangat terasa terkait dengan kasus korupsi KTP elektronik yang mendudukkan Novanto sebagai pesakitan. Sub sistem partai bergejolak sejak pemecatan beberapa kader muda potensial berubah menjadi gerakan politik menumbangkan Novanto sebagai ketua umum.

Parpol Responsif

Neumann (1963:352) menegaskan bahwa Partai Politik adalah organisasi yang berebut dukungan rakyat melalui persaingan (pemilu) dengan suatu golongan atau golongan lain yang mempunyai pandangan berbeda. Untuk mengatur persaingan itu, di Indonesia kemudian diatur dalam norma hukum perundangan, UU No. 2 Tahun 2011 tentang perubahan atas UU No. 2 tahun 2008 tentang Partai Politik.

Sebagai wadah perjuangan yang berkesinambungan, maka kaderisasi menjadi jantung keberlanjutan Partai Politik dengan tetap mendidik, membina, mengkader  guna menghasilkan calon pemimpin yang memiliki kemampuan dibidang politik untuk mengelola kekuasaan pemerintahan.

Partai yang tidak memberi ruang bagi generasi muda, yang memiliki sikap kepemimpinan dan kapasitas, berintegritas serta visioner akan ditinggal tua dan lambat laun akan layu sebelum berkembang. Seperti kata pepatah, partai tersebut akan menjadi  hidup susah, mati pun tak mau.

Sebagai partai yang sudah berusia 53 tahun, Golkar pernah berkuasa selama 32 tahun dibawah rezim otoriter Soeharto. Berkat kepiawaian Akbar Tanjung lah, sehingga Golkar selamat dari amarah amukan rakyat yang menuntut pembubarannya. Bahkan, ketika pemerintahan Gusdur, partai ini sempat dibubarkan tetapi justeru pemerintahan Gusdur lah yang bubar.

Para pemimpin elit Golkar di era reformasi sadar betul bahwa diperlukan perubahan paradigmatik menata partai agar survive kedepan. Tahun 2000 dirumuskan paradigm baru dari sekedar kelompok kekaryaan menjadi Partai Politik sesungguhnya. Sistem rekrutmen diubah dari sistem married (hubugan famili) ke sistem merit yang lebih mengedepankan kompetensi, prestasi dan kinerja.

Partai Golkar sejak lahir hingga rentah saat ini terus menyusui ke kekuasaan. Seperti kata Jusuf Kalla dalam penutupan munaslub, Golkar tetap berada dalam pemerintahan baik kalah apalagi menang.

Sebagai partai "manja", saya tidak dapat membayangkan jika suatu waktu Partai Golkar ditolak masuk kabinet oleh Presiden terpilih. Golkar yang beroposisi mungkin bertingkah seolah memerintah, atau seperti partai lainnya, kelamaan beroposisi sehingga masa berkuasa masih seperti sedang beroposisi.

Hanya partai yang berkarakter responsif akan bertahan pada perubahan zaman di era serba digital ini. Yang tak mampu berubah akan digilas oleh zaman. Kepemimpinan partai yang bertumpuh kepada seseorang akan punah dengan sendirinya jika tidak secara dini membangun sistem kepartaian yang responsif, akomodatif dengan kedudukan yang setara dan adil.

Airlangga sebagai ketua umum baru Partai Golkar akan dihadang dengan tantangan berat. Sebagian publik meragukannya karena dikenal sebagai "anak mami", lahir sudah menaiki mobil baby benz sedangkan yang lainnya menaiki baby bus.

Di depan mata terbentang jalan menghadang, beberapa tantangan itu diantaranya penyusunan struktur baru untuk melakukan restrukturisasi dan revitalisasi kepengurusan paling lama satu bulan. Sebagai formatur tunggal, ia akan dipusingkan dengan tekanan pelbagai pihak untuk menduduki jabatan strategis. Baik dari kalangan internal timnya, para jenderal mantan TNI, dan kelompok status quo.

Ibarat pemain bola, seperti yang di perumpamakannya. AH sebagai kaptem kesebelasan mesti jeli melihat potensi pemain yang dikomandoinya. Rekam jejak, integritas, pengalaman, prestasi dan tak tercela -gol bunuh diri- harus menjadi pertimbangan utama dalam rekrutmen pengurus.

Bagi pemain penyerang (forward) yang terbukti berkali-kali gagal menciptakan gol sebaiknya di pindahkan ke posisi lain atau dikandangkan, dan menggantinya dengan pemain baru, mungkin lebih muda, progresif dan agresif. Atau sebagain pemaian sudah waktunya sadar diri dan mundur serta memberi semangat sebagai tim yel-yel atau cheerleaders. Dan yang penting, dalam pilkada, pileg dan pilpres, jangan lagi menjanjikan kepada rakyat pembangunan jembatan yang tak memiliki sungai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun