Duch misalnya, dihukum penjara selama 35 tahun oleh pengadilan Kamboja tapi dikurangi 5 tahun karena pernah dipenjara oleh pengadilan militer (1999-2007). Ia terbukti atas tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan, melanggar konvensi Jenewa 1949 yang diatur dalam pasal 5, pasal 6 dan pasal 29 (baru) dari Hukum ECCC yang dilakukan di Phnom Penh dan di dalam wilayah Kamboja antara 17 April 1975 dan 6 Januari 1979.
Terdakwa Khieu Samphan terbukti atas tuduhan Kejahatan terhadap Kemanusiaan, Pelanggaran berat terhadap Konvensi Jenewa tahun 1949 dan Genosida sebagiamana diatur dalam Pasal 4.5, 6, 29 (Baru) dan 39 (Baru) hukum ECCC berupa pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pemenjaraan deportasi, penyiksaan, penganiayaan terhadap alasan politik, ras, dan agama dan tindakan tidak manusiawi lainnya; Genosida, dengan membunuh anggota kelompok Vietnam dan Cham.[12]
Demikian pula terdakwa Nuon Chea, Meas Muth, Im Chaem, Yim Tith dan Ao An divonis bersalah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan, genosida, melanggar konvensi jenewa 1949 serta pembunuhan berencana yang diatur dalam Penal Code1956 hukum domestik pidana Kamboja. Pengadilan Kamboja (ECCC) merupakan pengadilan hibryd/mixedcampuran antara nasional dan internasional dengan standar pengadilan dan hakim PBB.
Sejatinya, pengadilan atas kejahatan genosida terhadap Pol Pot dan Ieng Sary sudah pernah dilaksanakan pada Agustus 1979 melalui the People's Revolutionary Tribunaltetapi dunia internasional tidak mengakuinya. Baru tahun 2003 setelah disepakati "agreement" baru dapat dibentuk kembali extraordinary chambersatas asistensi PBB dan baru efektif terlaksana pada tahun 2006-2007 setelah mengalami revisi hukum ECCC.
Proses pembentukan ECCC berlangsung puluhan tahun disebabkan beberapa anggota tetap Dewan Keamanan PBB tidak memiliki kekertarikan pada proses ini. Cina menolak, karena memiliki hubungan dengan rezim Khmer Merah dibawah Pol Pot. Sementara Amerika Serikat juga tidak tertarik, sebab tidak mengakui Vietnam sebagai pembebas rakyat Kamboja dan malah melihat Vietnam sebagai masalah. Tentara Vietnam pada tahun 1979 menghentikan kekuasaan rezim Khmer Merah.
"Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen, sekalipun, bersedia mengajukan teman seperjuangannya ke pengadilan HAM (ECCC) untuk mengakhiri impunitas dan menghapus masa kelam Kamboja dalam pelanggaran HAM berat berupa kejahatan terhadap kemanusiaan dan memberi keadilan bagi korban dan keluarganya. Presiden Indonesia belum seberani Hun Sen"
Namun ada pula sebab lain, yakni pemerintah Kamboja sendiri menunda-nunda terus pengadilan Kamboja. Perdana Menteri Kamboja Hun Sen, yang dulunya anggota Khmer Merah, setelah didesak pada tahun 1997 akhirnya mengalah kepada PBB.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H