Mohon tunggu...
Syamsuddin Juhran
Syamsuddin Juhran Mohon Tunggu... Oposisi Intelektual -

Ilustrasimu, Imajinasiku . . .

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Islam Fitrah; "Bahasa (Nafas) Persatuan"

23 Januari 2016   09:45 Diperbarui: 23 Januari 2016   11:08 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

-Mengapa Agama dan Islam ?-

Ali Imran 19 “Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam”. Kenapa Agama dan Islam ? karena Agama adalah sarana, jalan dan Islam adalah Patuh (tunduk). Maka agama islam adalah patuh pada jalan.

Apa jalannya ? jalanya orang-orang yang berilmu sebagai satu sandaran nilai yang dapat di acu. Inilah yang menjadidasar dari mahzab kebebasan yang tidak memiliki predikasi yang tetap sebagi satu sandaran nilai.

Memang benar tela’ah manusia berakhir pada manusia bukan Tuhan yang tidak bisa digapai, dalam hal ini penulis sependapat hanya saja manusia yang bagaimana yang menjadi sandaran wahai sobatku ? Apakah manusia yang seperti dimaksud Emanuel levinas atau J.Paul Sartre ?

Maka Islam hadir untuk menjawab Fitrah Manusia, apa fitrah manusia yang paling mendasar? Yang paling mendasa adalah tidak mungkin manusia menolak adanya Tuhan. Turunan dari keTuhanan (Tauhid) adalah Persaudaraan dan Persamaan sesama manusia.

-Habluminannas (Bahasa Persatuan)

Ali Imran 64.”Hai ahli kitab, marilah kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu”. Untuk samapai pada dzatNya, diri kita (sifat) terputus bukan berarti lost conenction, maka kita butuh yang dapat mengkoneksikan kita padaNya.

Untuk saat ini diriNya kita tidak usah bahasa dahulu kerana hanya diriNyalah yang mengatuhui diriNya, adapun segala bentuk misdaq dan mahfum kita hanya tambah mempersempit/membatasiNya.

Ketika Islam adalah sebagai jalan, dan jalanya adalah orang-orang berilmu dalam hal ini (Nabi dan Documentnya/itrah) maka sudah sepatutnya kita menjadikannya sebagai “uswa” contoh, suri teladan dan suluk. Maka seluruh perbuatan kita adalah suluknya Rasulullah saw, Insan sempurna rahmat semesta.

Mengapa kita menjadikannya uswa? “Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kamu semua”.  Saya hanya bisa memberikan salah satuh contoh; ketika NabiAllah dimaki dengan seseorang faqir yang buta, apa yang ia lakukan ? Ia malah mendatangi sifaqir menyuapi serta menguyahkan makanan kepadanya. Rasul tidak memusihinya, rasul merobohkan sifat gengsi, dendam dan dengki yang ketiganya itu adalah “Kekuasan” dalam diri yang secepat kilat akan meruntuhkan kejiwaan (menzalimi diri).

Lantas kita manusia sibuk dengan perselisihan, pertengkaran, dan peperangang. Bukankah satu ajaran ada untuk menghatarkan kita pada Cinta dan Kebahagian? Apa sebenarnya masalahnya ? Sudah pasti ekonomi-politik yang tersandra pada Ulil Amri (fregmentasi).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun