Ya mungkin seperti inilah fenomena generasi millenilas alias Gen Z. Â Kata kawan tersebut.Â
Mungkin apa yang dikatakan kawan tersebut ''seperti inilah fenomena generasi . . . ". Anak-anak  belum bisa membedakan kebutuhan primer mana yang sekunder. Bahkan belum bisa membedakan antara kebutuhan hidup dan gaya hidup. Tidak bisa memilah antara kebutuhan dan keinginan. Seolah-olah semua yang diinginkannya merupakan kebutuhan. Padahal belum tentu.
Kadang sesuatu belum sampai pada level butuh tapi diingini. Kalaupun butuh belum masuk level kebutuhan primer atau kebutuhan pokok, masih sekunder. Seperti motor untuk anak sekolah sebenarnya belum masuk level kebutuhan pokok. Karena masih naik angkutan umum, karena lebih irit dan lebih aman. Apalagi jika akses perjalanan  dari rumah ke sekolahan dapat dilalui moda transportasi umum. Sehingga anak sekolah membawa kendaraan berupa sepeda motor sendiri tidak merupakan kebutuhan mendesak.Â
"Tapi seperti itulah adanya" kata si ayah tersebut. Anak-anak pengennya motoran ke sekolah. Bahkan ingin punya motor sendiri.
Saya secara pribadi setuju dengan si ayah tersebut. Anak sekolah sebenarnya tidak dipaksakan memiliki motor sendiri di usia belia. Apalagi jika keuangan orangtua benar-benar serba sulit. Jangan sampai mempersulit diri untuk sesuatu yang masuk kategori kebutuhan sekunder sementara kebutuhan primer masih berat dipenuhi secara baik.Â
Saya sendiri, baru punya motor setelah menjelang usia 30 tahun. Saat kuliah sengaja tinggal dekat kampus untuk berhemat biaya transportasi. Begitu pula awal-awal kerja, tinggal di kompleks dekat tempat kerja. Jadi tidak ada biaya transportasi ke tempat kerja. Â Â
Bagaimana dengan kompasianer sekalian?
Kapan atau pada usia berapa punya motor?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H