Mohon tunggu...
Syamsuddin
Syamsuddin Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar sejati, praktisi dan pemerhati pendidikan

Pembelajar sejati, praktisi dan pemerhati pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pada Usia Berapa Kamu Punya Motor Sendiri?

25 Juni 2023   16:45 Diperbarui: 25 Juni 2023   17:13 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pada usia berapa kamu memiliki kendaraan bermotor sendiri?

Saya menjuduli  dan memulai tulisan ini dengan kalimat serupa karena beberapa saat lalu seorang kawan curhat tentang kesulitan dia membelikan sepeda motor untuk anaknya. Memang ia pernah mengiyakan permintaan putranya untuk dibelikan motor sekira 3 tahun lalu. Tepatnya pada bulan Maret 2020. 

Waktu itu sang anak meminta dibelikan motor jika sudah masuk ke jenjang SMA. Kebetulan waktu itu si anak masih SMP. Saat ini anaknya sudah kelas XI SMA/SMK. 

Tahun itu keuangan kawan tersebut masih lumayan bagus. Sehingga ia mengiyakan permintaan anaknya. Karena dia optimis bisa menyisihkan sebagian dari penghasilannya untuk ditabung sebagai persiapan membeli motor buat sang anak saat nanti masuk SMP. 

Namun, qaddarallah. Wabah pandemi Covid-19 melanda. Wabah yang diakibatkan virus Corona tersebut berdampak pada berbagai aspek dan bidang kehidupan, terutama sektor ekonomi.

Tak sedikit yang kehilangan pekerjaan akibat PHK dan atau pengurangan karyawan. Termasuk kawan tersebut. Beliau berprofesi sebagai pegawai swasta plus pekerjaan sambilan paruh waktu dan usaha/bisnis/wira usaha lainnya.

Ia tetap menekuni dunia usaha/bisnis dan usaha lainnya secara free lance karena memang penghasilan sebagai pegawai swasta dirasa belum cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain itu ia tetap bekerja paruh waktu untuk menyalurkan beberapa hobinya. Ya, menyalurkan hobi plus dapat cuan, katanya.

 

Akibat covid hampir semua pekerjaan paruh waktu yang dilakoninya terhenti. Sebabnya sangat beragam. Mulai dari perusahaannya tutup, pengurangan mitra, penghapusan pekerja paruh waktu, pemutusan kontrak, dan sebagainya. Sehingga yang tersisa hanya pekerjaan pertama sebagai karyawan swasta.

Ternyata si putra dari kawan tersebut terus menagih janji akan dibelikan motor. Puncaknya semalam si anak menyampaikan Whatsapp ke ayahnya, yang intinya bahwa sejak  . . . dijanji mau dibeliin motor tapi sampai mau naik kelas XII belum dibeliin juga, gimana seh. Plus kata-kata lain yang tak elok dituliskan di sini.

Si ayah nampak terpukul dengan sikap ngotot anaknya tersebut. Ia bukan tak mau membelikan, tapi karena memang belum punya. Lagian belum butuh-butuh amat. Gue aja dulu nanti kerja dan nikah baru kebeli motor. Itupun bekas dan cicil. Ini bocah masih bisa ngangkot ke sekolah, malah tetap ngotot dibeliin motor sementara orangtua masih berjuang untuk biaya hidup hari-hari. 

Ya mungkin seperti inilah fenomena generasi millenilas alias Gen Z.  Kata kawan tersebut. 

Mungkin apa yang dikatakan kawan tersebut ''seperti inilah fenomena generasi . . . ". Anak-anak  belum bisa membedakan kebutuhan primer mana yang sekunder. Bahkan belum bisa membedakan antara kebutuhan hidup dan gaya hidup. Tidak bisa memilah antara kebutuhan dan keinginan. Seolah-olah semua yang diinginkannya merupakan kebutuhan. Padahal belum tentu.

Kadang sesuatu belum sampai pada level butuh tapi diingini. Kalaupun butuh belum masuk level kebutuhan primer atau kebutuhan pokok, masih sekunder. Seperti motor untuk anak sekolah sebenarnya belum masuk level kebutuhan pokok. Karena masih naik angkutan umum, karena lebih irit dan lebih aman. Apalagi jika akses perjalanan  dari rumah ke sekolahan dapat dilalui moda transportasi umum. Sehingga anak sekolah membawa kendaraan berupa sepeda motor sendiri tidak merupakan kebutuhan mendesak. 

"Tapi seperti itulah adanya" kata si ayah tersebut. Anak-anak pengennya motoran ke sekolah. Bahkan ingin punya motor sendiri.

Saya secara pribadi setuju dengan si ayah tersebut. Anak sekolah sebenarnya tidak dipaksakan memiliki motor sendiri di usia belia. Apalagi jika keuangan orangtua benar-benar serba sulit. Jangan sampai mempersulit diri untuk sesuatu yang masuk kategori kebutuhan sekunder sementara kebutuhan primer masih berat dipenuhi secara baik. 

Saya sendiri, baru punya motor setelah menjelang usia 30 tahun. Saat kuliah sengaja tinggal dekat kampus untuk berhemat biaya transportasi. Begitu pula awal-awal kerja, tinggal di kompleks dekat tempat kerja. Jadi tidak ada biaya transportasi ke tempat kerja.   

Bagaimana dengan kompasianer sekalian?

Kapan atau pada usia berapa punya motor?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun