Mohon tunggu...
Syamsuddin
Syamsuddin Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar sejati, praktisi dan pemerhati pendidikan

Pembelajar sejati, praktisi dan pemerhati pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Ketika Menulis Jadi Agenda Iktikaf 10 Akhir Ramadan

13 April 2023   14:58 Diperbarui: 13 April 2023   15:04 903
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Awalnya  saya ragu memasukan menulis sebagai hobi untuk saya tuliskan pada tema samberharike12 ini. Pasalnya tema samber hari ke-12 yang adalah Hobi saat Ramadan. Sementara selama ini saya gamang menganggap menulis sebagai hobi. Bukan karena tidak suka menulis. Justru saya sangat suka menulis. Tapi selama ini saya menganggap,  perasaan suka menulis bukanlah sebagai hobi. Tapi memang keharusan. Saya merasa bahwa menulis merupakan aktivitas yang melekat pada diri sebagai pelajar  dan pengajar/pendidik. Menulis merupakan pekerjaan yang menyatu dengan kegiatan belajar dan mengajar. Ini prinsip yang saya anut sejak lama.

Oleh karena itu (sebenarnya) jika sebagian teman menganggap saya sebagai penulis atau (ada yang bilang pandai nulis) maka sebenarnya bukan karena saya bisa atau mahir. Saya juga merasa belum apa-apa sama sekali dalam soal tulis menulis. Tapi kalau saat ini bisa menulis sedikit demi sedikit karena senang belajar dan berlatih terus menerus. Saya belajar dan berlatih menulis, awalnya (sekali lagi) bukan karena merasa hobi menulis (malah malu merasa hobi menulis karena tulisan masih kurang bagus). Tapi karena merasa harus menulis.

Iya,belajar dan berlatih menulis karena merasa harus menulis. Karena menulis merupakan aktivitas yang melekat pada diri. Melekat pada diri sebagai pelajar. Waktu sekolah SD-SMP di pelajaran bahasa ada pelajaran dan tugas menulis. Karena memang menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa. Dan yang namanya ketrampilan kadang bisa dikuasai bukan karena disukai, tapi karena dilatih dan dibiasakan. Di sini berlaku ''ala bisa karena biasa". Kalau saya malah lebih parah dari sekadar ala biasa karena bisa. Karena dalam belajar menulis saya menganut prinsip ''ala biasa karena biasa dan ala biasa karena dipaksa".

Oleh karena itu karena merasa tidak ada aktivitas Ramadan yang layak dituliskan sebagai hobi, maka bismillah, nulis-nya sama dengan rekan kompasianer lainnya, yaitu tentang hobi menulis. Dan faktanya menulis merupakan kegiatan rutin saban hari selama Ramadan kali ini. Menulis juga merupakan ibadah. Yakni menebarkan kebaikan dan kebenaran melalui tulisan (da'wah bil kitabah). Semoga  kebaikan yang tersebar melalui tulisan di kompasiana menjadi salah satu amal jariah di bulan Ramadan ini. Amin.

Akhirnya sebelum memulai tulisan ini saya pastikan dengan mengecek pada aplikasi wikipedia dan kkbi. Ternyata di wikipedia menulis masuk dalam daftar jenis hobi.  Wikipedia mendefinisikan hobi sebagai  kegiatan rekreasi yang dilakukan pada waktu luang untuk menenangkan pikiran seseorang. Wikikpedia juga mengutip pengertian menulis versi  Sementara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Hobi adalah kata benda (noun) yang dapat diartikan sebagai kegemaran; kesenangan istimewa pada waktu senggang, bukan sebagai pekerjaan utama. (https://kbbi.web.id/hobi).

Masih menurut Wikpedia, kata Hobi merupakan sebuah kata serapan dari Bahasa Inggris "Hobby". Turunan kata dari hobi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu pehobi. Pehobi merupakan orang yang memiliki hobi atau kegemaran. (https://id.wikipedia.org/wiki/Hobi).

Selanjutnya https://id.wikipedia.or/wik/Hobui juga menampilkan jenis-jenis hobi. "Contoh jenis-jenis dari hobi antara lain: Berkebun, Bermain, Filateli, Fotografi, Kaligrafi, Melukis, Menulis, Menjahit, Memasak, Origami, Otomotif, Bepergian (Traveling), Kolektor Die-Cast, dan Membuat Diorama.

Jadi, clear bahwa menulis termasuk hobi.

Menulis sebagai Hobi saat Ramadan

Lanjut ke menulis sebagai hobi saat Ramadan. Walau sempat bingung sendiri soal menulis sebagai hobi. Tetapi memang faktanya bertahun-tahun menulis menjadi salah satu kegiatan pengisi hari-hari Ramadan  saya sejak lama. Seingat saya sejak tahun 2007an. Ya, Ramadan 2007. Waktu itu kebagian tugas menulis artikel dakwah  di website dakwah  dan salah satu koran lokal:Harian Ujung Pandang Ekspres (Upeks), di Makassar. Kebagian tugas menulis artikel di website karena memang merupakan salah satu jobdes sebagai pengurus departemen dakwah. Sama halnya menulis artikel Ramadan di harian Upeks. Awalnya bertugas mengkoordinir para kontributor. Kebetulan organisasi dakwah yang saya tempati berkiprah menjalin kerjasama segitiga dengan salah satu stasiun radio celebes dan harian Upeks.

Radio Celebes menyiarkan rekaman ceramah para Ustadz melalui program Oase Ramadan. Oase Ramadan hadir di ruang dengar warga Makassar dan sekitarnya dua kali sehari. Yakni menjelang sahur dan buka puasa. Sementara harin Upeks memuat transkrip taushiyah Oase Ramadan pada rubrik Hikmah Ramadan.  Qaddarallah, dalam perjalannya tidak semua narsum yang mengisi konten oase Ramadan menyiapkan tulisan untuk publish di rubrik Ramadan Upeks. Jadinya setiap jelang naik cetak saya didesak untuk mengirimkan tulisan dari para nara sumber dan kontributor. Setelah mengirim pesan singkat melaui SMS  (waktu itu masih zaman SMS) dan atau menelpon tapi tak ada respon, akhirnya mau tidak mau saya harus menangani. Sehingga hampir setiap sore atau setiap malam bakda Tarawih menulis artikel singkat 500-750 kata.

Lagi-lagi di sini berlaku hukum alam "ala bisa karena dipaksa" atau "the power of kepepet". Berbagai cara saya lakukan untuk menghasilkan satu artikel singkat tersebut. Mulai dari menuliskan isi hati dan isi kepala yang orisinil (ini jumlahnya sedikit), menuliskan kembali ceramah tarawih yang didengarkan pada malam-malam sebelumnya, menerjemahkan dan atau memparafrase artikel berbahasa Arab, meringkas dari buku, dan sebagainya. Bahkan jika sudah sangat mepet kadang artikel ditulis dan dikirim via SMS.

Di tahun-tahun itu pula tepatnya Ramadan tahun 2008 saya mendapat tawaran proyek terjemahan dari guru yang juga mentor kehidupan saya. Sehari jelang Ramadan sang guru yang juga pengusaha itu memanggil kami ber empat, lima dengan beliau ngopi sore sebelum masuk Ramadan. Ternyata beliau ada proyek kecil-kecilan. Menurut beliau kecil, tapi bagi saya cukup besar. Sebab fee yang saya terima dari pekejaan saya di proyek kecil itu lumayan besar untuk ukuran mahasiswa yang sudah berrumah tangga. Ya waktu itu baru menikah dengan istri/ ibu dari putra-putri saya yang waktu itu juga masih mahasiswi.

Proyek tersebut berupa siaran radio menjelang buka puasa berupa konten audio yang disarikan dari sebuah buku berbahasa Arab karya DR. Salman Al-Audah. Oleh karena bukunya berbahasa Arab dan belum ada edisi terjemahannya maka salah satu item pekerjaan dalam proyek itu adalah translate buku dari Arabiyah ke bahasa Indonesia. Masalahnya kemampuan bahasa Arab masih pas-pasan (mungkin TOAFL masijh 300-an waktu itu). Tapi kata Ustadz pimpinan proyek, "kerjakan saja, pahami naskah aslinya lalu tuliskan dengan bahasa antum, kalau tidak paham atau kurang jelas, tanyakan", tegasnya. Beliau memang bukan sekedar guru, tapi mentor dan coach.

"Selain itu", kata beliau "bagian recording pengisi suara akan melakukan penyesuaian-penyesuaian jika ada kata dan atau kalimat yang perlu dirapikan". "Nanti aja saat rekaman dirapikan". Saya plong dan percaya diri. Waktu itu sudah memasuki awal Ramadan, sehingga esoknya sudah harus mengudara edisi perdana. Malam  itu juga harus selesai penerjemahan edisi hari pertama agar bisa rekaman bakda Subuh dan disiarkan menjelang buka puasa hari pertama. Setelah rekaman juga masih ada proses editing dan poles suara serta backgoround sana sini.

Ajaibnya waktu itu setiap hari saya harus menulis dan atau menerjemahkan satu bab yang setara dengan satu artikel setiap hari. Tapi seringnya setiap hari 2-3 tulisan. Karena proses rekaman harus selesai sebelum pekan terakhir Ramadan. Sementara sebelum masuk studio rekaman tulisan terjemahan juga harus melewati proses editing. Karena ternyata yang terdaftar secara resmi sebagai penulis atau penerjemah bukan saya, tapi ustadz saya yang PJ proyek tersebut. Sehingga beliau harus memastikan tidak kesalahan dalam penulisan dan penerjemahan.

Alhamdulillah proses penulisan dan penerjemahan bisa saya selesaikan 2 pekan. Ini yang saya sebut ajaib di paragraf sebelumnya. Sebab bagi penulis pemula dengan berbagai keterbatasan, merupakan satu keajaiban bagi saya jika bisa menulis dua sampai tiga tulisan. Walaupun menulisnya hanya menerjemahkan tulisan yang sudah ada. Tapi konon menerjemahkan tidak semudah membuat tulisan orisinil dari kepala sendiri. Alhamdulillah selesai, dan dapat fee yang lumayan buat lebaran dan mudik. Ini kali pertama saya dapat imbalan dari menulis. Sayangnya menulis sebagai penerjemah tidak saya lakoni secara serius dan profesional. Mungkin karena sebatas hobi J

Menulis Sebagai Agenda I'tikaf  Ramadan 1444 H

Kebiasaan menulis pada bulan Ramadan terus berlanjut sampai kini, Ramadan 1444 H. Walau tahun-tahun sebelumnya tidak beraturan. Menulis  tidak rutin setiap hari. Hanya sebagai pengisi waktu luang. Menulis rutin setiap hari pada bulan Ramadan baru saya lakukan  pada Ramadan 1444 H ini. Sampai hari ke-22 Ramadan ini  saya telah menulis sekira 50 tulisan. 45 tulisan diantaranya di kompasiana. Sejak ikut lomba samber saya biasa menulis 2-3 artikel setiap hari. Tulisan ini merupakan tulisan ke-51 di kompasiana.

Bagi saya menulis pada Ramadan kali ini memiliki nuansa tersendiri. Pertama, karena baru kali ini saya bisa menulis setiap hari. Walau kualitas tulisan saya wallahu a'lam. Tapi Alhamdululillah dari 50an tulisan di kompasiana 22 diantaranya masuk kategori ''Pilihan" dan satu diantaranya masuk headline. Kedua, Saya benar-benar menikmati aktivitas menulis. Walau kadang di hari-hari tertentu ide tulisan dan atau semangat atau mood menulis nanti muncul di siang atau sore hari, bahkan malam. Seperti tulisan ini, idenya baru muncul jelang siang. Dan proses penulisannya walau mengalir lancar, tapi memakan waktu lumayan lama untuk ukuran artikel 1500an kata. Karena diselingi dengan aktivitas lainnya. Kadang harus terhenti sementara saat ada tamu atau urusan domestik lainnya.

Ketiga, saya merasakan ada energi ''menulis" tidak seperti biasanya. Mungkin efek Ramadan pintu surga terbuka lebar.Dan surganya pehobi menulis ya menulis. Benar kata Bang Syahrial, "Ramadan adalah surga bagi penulis". Mungkin karena sedang ikut lomba. Karena memang saya mengikuti lomba menulis samber ini sebagai salah satu ikhtiar membangun kebiasaan dan rutinitas menulis. Terimkasih kompasiana yang telah mewadahi saya melalui lomba ini sehingga bisa menulis rutin. Walau belum tahu akan jadi apa nanti tulisan-tulisan yang sudah digoreskan di platform blog terbaik yang tercinta ini. Paling tidak aktivitas menulis sebagai hobi saat Ramadan menjadi bagian dari agenda iktikaf di 10 akhir Ramadan 1444 H ini.

Wassalam.

Salam sehat.

Salam literasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun