Lagi-lagi di sini berlaku hukum alam "ala bisa karena dipaksa" atau "the power of kepepet". Berbagai cara saya lakukan untuk menghasilkan satu artikel singkat tersebut. Mulai dari menuliskan isi hati dan isi kepala yang orisinil (ini jumlahnya sedikit), menuliskan kembali ceramah tarawih yang didengarkan pada malam-malam sebelumnya, menerjemahkan dan atau memparafrase artikel berbahasa Arab, meringkas dari buku, dan sebagainya. Bahkan jika sudah sangat mepet kadang artikel ditulis dan dikirim via SMS.
Di tahun-tahun itu pula tepatnya Ramadan tahun 2008 saya mendapat tawaran proyek terjemahan dari guru yang juga mentor kehidupan saya. Sehari jelang Ramadan sang guru yang juga pengusaha itu memanggil kami ber empat, lima dengan beliau ngopi sore sebelum masuk Ramadan. Ternyata beliau ada proyek kecil-kecilan. Menurut beliau kecil, tapi bagi saya cukup besar. Sebab fee yang saya terima dari pekejaan saya di proyek kecil itu lumayan besar untuk ukuran mahasiswa yang sudah berrumah tangga. Ya waktu itu baru menikah dengan istri/ ibu dari putra-putri saya yang waktu itu juga masih mahasiswi.
Proyek tersebut berupa siaran radio menjelang buka puasa berupa konten audio yang disarikan dari sebuah buku berbahasa Arab karya DR. Salman Al-Audah. Oleh karena bukunya berbahasa Arab dan belum ada edisi terjemahannya maka salah satu item pekerjaan dalam proyek itu adalah translate buku dari Arabiyah ke bahasa Indonesia. Masalahnya kemampuan bahasa Arab masih pas-pasan (mungkin TOAFL masijh 300-an waktu itu). Tapi kata Ustadz pimpinan proyek, "kerjakan saja, pahami naskah aslinya lalu tuliskan dengan bahasa antum, kalau tidak paham atau kurang jelas, tanyakan", tegasnya. Beliau memang bukan sekedar guru, tapi mentor dan coach.
"Selain itu", kata beliau "bagian recording pengisi suara akan melakukan penyesuaian-penyesuaian jika ada kata dan atau kalimat yang perlu dirapikan". "Nanti aja saat rekaman dirapikan". Saya plong dan percaya diri. Waktu itu sudah memasuki awal Ramadan, sehingga esoknya sudah harus mengudara edisi perdana. Malam  itu juga harus selesai penerjemahan edisi hari pertama agar bisa rekaman bakda Subuh dan disiarkan menjelang buka puasa hari pertama. Setelah rekaman juga masih ada proses editing dan poles suara serta backgoround sana sini.
Ajaibnya waktu itu setiap hari saya harus menulis dan atau menerjemahkan satu bab yang setara dengan satu artikel setiap hari. Tapi seringnya setiap hari 2-3 tulisan. Karena proses rekaman harus selesai sebelum pekan terakhir Ramadan. Sementara sebelum masuk studio rekaman tulisan terjemahan juga harus melewati proses editing. Karena ternyata yang terdaftar secara resmi sebagai penulis atau penerjemah bukan saya, tapi ustadz saya yang PJ proyek tersebut. Sehingga beliau harus memastikan tidak kesalahan dalam penulisan dan penerjemahan.
Alhamdulillah proses penulisan dan penerjemahan bisa saya selesaikan 2 pekan. Ini yang saya sebut ajaib di paragraf sebelumnya. Sebab bagi penulis pemula dengan berbagai keterbatasan, merupakan satu keajaiban bagi saya jika bisa menulis dua sampai tiga tulisan. Walaupun menulisnya hanya menerjemahkan tulisan yang sudah ada. Tapi konon menerjemahkan tidak semudah membuat tulisan orisinil dari kepala sendiri. Alhamdulillah selesai, dan dapat fee yang lumayan buat lebaran dan mudik. Ini kali pertama saya dapat imbalan dari menulis. Sayangnya menulis sebagai penerjemah tidak saya lakoni secara serius dan profesional. Mungkin karena sebatas hobi J
Menulis Sebagai Agenda I'tikaf  Ramadan 1444 H
Kebiasaan menulis pada bulan Ramadan terus berlanjut sampai kini, Ramadan 1444 H. Walau tahun-tahun sebelumnya tidak beraturan. Menulis  tidak rutin setiap hari. Hanya sebagai pengisi waktu luang. Menulis rutin setiap hari pada bulan Ramadan baru saya lakukan  pada Ramadan 1444 H ini. Sampai hari ke-22 Ramadan ini  saya telah menulis sekira 50 tulisan. 45 tulisan diantaranya di kompasiana. Sejak ikut lomba samber saya biasa menulis 2-3 artikel setiap hari. Tulisan ini merupakan tulisan ke-51 di kompasiana.
Bagi saya menulis pada Ramadan kali ini memiliki nuansa tersendiri. Pertama, karena baru kali ini saya bisa menulis setiap hari. Walau kualitas tulisan saya wallahu a'lam. Tapi Alhamdululillah dari 50an tulisan di kompasiana 22 diantaranya masuk kategori ''Pilihan" dan satu diantaranya masuk headline. Kedua, Saya benar-benar menikmati aktivitas menulis. Walau kadang di hari-hari tertentu ide tulisan dan atau semangat atau mood menulis nanti muncul di siang atau sore hari, bahkan malam. Seperti tulisan ini, idenya baru muncul jelang siang. Dan proses penulisannya walau mengalir lancar, tapi memakan waktu lumayan lama untuk ukuran artikel 1500an kata. Karena diselingi dengan aktivitas lainnya. Kadang harus terhenti sementara saat ada tamu atau urusan domestik lainnya.
Ketiga, saya merasakan ada energi ''menulis" tidak seperti biasanya. Mungkin efek Ramadan pintu surga terbuka lebar.Dan surganya pehobi menulis ya menulis. Benar kata Bang Syahrial, "Ramadan adalah surga bagi penulis". Mungkin karena sedang ikut lomba. Karena memang saya mengikuti lomba menulis samber ini sebagai salah satu ikhtiar membangun kebiasaan dan rutinitas menulis. Terimkasih kompasiana yang telah mewadahi saya melalui lomba ini sehingga bisa menulis rutin. Walau belum tahu akan jadi apa nanti tulisan-tulisan yang sudah digoreskan di platform blog terbaik yang tercinta ini. Paling tidak aktivitas menulis sebagai hobi saat Ramadan menjadi bagian dari agenda iktikaf di 10 akhir Ramadan 1444 H ini.
Wassalam.
Salam sehat.