Hendaknya orang yang bertaubat langsung berhenti dari kemaksiatannya itu secara total. Yaitu apabila kemaksiatan itu dalam bentuk meninggalkan ketaatan atau kewajiban maka hendaklah dia segera melaksanakannya dan jika kewajiban itu masih dapat di qadha seperti Zakat, Puasa dan Haji maka segera dia meng-qadha nya.
 Akan tetapi jika kemaksiatan itu dalam bentuk mengerjakan perkara yang diharamkan Allah subhaanahu wa ta'ala maka hendaklah segera ditinggalkan, karena tidak sah taubat seseorang jika dia masih bergelimang dengan dosa-dosanya.Â
Apabila kemaksiatan itu berhubungan dengan hak-hak manusia, maka tidak sah taubatnya hingga dia mengembalikan hak-hak tersebut kepada pemiliknya. Jika dia pernah mengambil harta orang lain maka taubatnya itu dengan mengembalikan harta tersebut kepada pemiliknya apabila masih hidup, akan tetapi jika telah meninggal dunia maka diserahkan kepada ahli warisnya.Â
Demikian pula jika maksiat tersebut dalam bentuk meng-ghibah seorang muslim maka wajib atasnya meminta penghalalan atas dosa tersebut jika orang yang di-ghibah tersebut telah mengetahui bahwa dia pernah di-ghibah.
Keempat : Tekad untuk Tidak Mengulangi
Hendaknya dia ber-azam ( memiliki tekad yang kuat) untuk tidak kembali lagi kepada kemaksiatan itu pada hari-hari mendatang, karena ini merupakan buah dari taubat serta bukti akan benarnya niat orang yang bertaubat tersebut.
Kelima : Hendaklah taubat dilaksanakan sebelum pintu taubat tertutup, yaitu :
a. Sebelum terbitnya matahari dari barat, sebagaimana firman Allah subhaana wa ta'ala :
Pada hari datangnya sebagian tanda-tanda kebesaran Tuhanmu tidaklah bermanfaat lagi Iman seseorang bagi dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu atau dia ( belum ) mengusahakan kebaikan pada Imannya ( Al-an'am : 158 ).
Juga sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam :Â