Ketika Morsi menolak untuk berdialog, hal ini memang ditunggu oleh Jenderal A Sisi untuk menjadi alasan melakukan kudeta pada 3 Juli 2013. Alasan lainnya adalah kekuatiran kelompok sekuler liberal dan non muslim bahwa Kebijakan Presiden Morsi membuka lebar pintu ke Jalur Gaza akan memunculkan konflik latent dengan Israel. Berarti menghadapkan seluruh rakyat Mesir dibawah hujan roket Israel.
Bagi kelompok Ikhwanul Muslimin hal itu adalah jalan Jihad, merupakan keniscayaan. Tetapi bagi kelompok lainnya hal itu berarti kesengsaraan yang menjadi beban rakyat Mesir.
Pihak militer Mesir memang sejak awal kemerdekaan Mesir mempunyai pandangan yang sama dengan kelompok sekuler liberal. Militer dihadapkan pada pilihan sulit, mendukung Morsi yang berarti menyeret rakyat Mesir ke kancah perang menghadapi Israel. Hasilnya, kudeta militer pada 3 Juli 2013. Kelompok Ikhwanul Muslimin melalui Presiden Mohammed Morsi hanya sempat berkuasa sekitar satu tahun. Sekarang militer Mesir, dibawah komando Jenderal Abdel Fatah Al Sisi dikecam seluruh dunia sama seperti Jenderal Anwar Sadat pada 1981.
Bandingkan dengan reformasi di Indonesia. Dari sudut kepentingan Yahudi AS dan Uni Eropa, Indonesia tidak boleh stabil karena apabila peranannya semakin kuat membentuk stabilitas kawasan Asia. Berarti suatu ancaman nyata terhadap kepentingan mereka dalam persaingan ekonomi global. Kasawan Asia yang stabil akan mendorong lebih cepat pertumbuhan dan kemampuan persenjataan militer RRC.
Bandingkan juga, reformasi Indonesia digerakkan oleh kelompok Islam yang diawali dengan gerakan menentang azas tunggal Pancasila, memang berhasil mendudukanKH.Abdurachman Wahid sebagai Presiden RI. Namun selanjutnya setelah kurang lebih dua tahun, Gus Dur dilengserkan, kemudian kekuasaan dikontrol oleh kelompok nasionalis liberal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H