Mohon tunggu...
Syamsuddin B. Usup
Syamsuddin B. Usup Mohon Tunggu... wiraswasta -

Kakek dari sebelas cucu tambah satu buyut. Berharap ikut serta membangun kembali rasa percaya diri masyarakat, membangun kembali pengertian saling memahami, saling percaya satu sama lain. Karena dengan cara itu kita membangun cinta kasih, membentuk keindahan hidup memaknai demokrasi.\r\n

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kembalikan Pancasila Kedalam Tatanan Kehidupan Bernegara

10 Juni 2013   08:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:16 1314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hari Sabtu tanggal 1 Juni 1945 adalah hari lahirnya Pancasila. Tanggal 6 Juni adalah hari Kelahiran Bung Karno, 8 Juni 1923 hari kelahiran Pak Harto dan Hari Sabtu tangal 8 Juni 2013 Dr. H. Muhammad Taufik Kiemas, Ketua MPR RI meninggal dunia di General Hospital di Singapura. Gagasannya yang kita kenal dengan upaya untuk mengembalikan Pancasila kedalam tatanan kehidupan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Tokoh yang kita kenal dengan istilah Empat Pilar Pancasila. Empat pilar penting untuk menjadi penopang utama kehidupan bermasyarakat bernegara tersebut adalah; Pancasila – UUD 1945 – Bhineka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI. Suatu gagasan yang ingin mengembalikan Pancasila kedalam tatanan kehidupan kenegaraan.


Dari berbagai peristiwa bersejarah menunjukan bahwa Pancasila memang kebutuhan sesungguhnya bangsa Indonesia untuk menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sejarah mencatat ketika Presiden Soekarno menyampaikan pidato Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959 yang menyatakan tidak berlakunya UUD Sementara ( UUDS ) Republik Indonesia Serikat (RIS), Membubarkan Konstituante dan Kembali ke UUD 1945 Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Mengapa dikatakan sebagai kebutuhan nyata? Sebab bangsa ini menginginkan bentuk masyarakat gotong royong dan kekeluargaan, bukan masyarakat egosentris individualis. Rakyat menginginkan kehidupan kenegaraan yang bersumber dari budaya nasional bangsa sendiri. Bentuk demokrasi dimana kedaulatan dilaksanakan berdasarkan prinsip Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan Perwakilan.

Artinya rakyat tidak menginginkan demokrasi liberal seperti sekarang.


Oleh karena itu demokrasi kita harus dikembalikan keawalnya ketika republik ini diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Demokrasi dengan Pancasila sebagai filosofi yang menjadi sumber inspirasi dalam menyelenggarakan kehidupan bernegara. Gagasan empat pilar adalah hasil renungan atas kondisi aktual bangsa ini pasca reformasi. Hasil pemikiran setelah mempelajari kembali berbagai peristiwa bersejarah negeri ini dan kondisi aktual masyarakat bangsa Indonesia


Pasca G.30 S. PKI 1965 terjadi perubahan politik yang kita kenal dari Rezim Orde Lama ke Rezim Orde Baru. Terdapat berbagai perbedaan pandangan bahkan kontroversi post factum mengenai peristiwa bersejarah ini. Saya tidak ingin masuk ke perbedaan pandangan dalam masyarakat menyikapi peristiwa itu. Namun keputusan politik mayoritas ketika itu yaitu Sidang Umum MPR RI 1967 adalah fakta tak terbantahkan.


Fakta yang menunjukan bahwa pertarungan politik antar tiga kelompok Nasionalis – Agamis dan Komunis memang nyata dimasyakat bangsa Indonesia. Ketika itu lembaga tertinggi negara Majelis Permusyawaratan Rakyat atau MPR RI adalah pemegang mandate kedaulatan rakyat berdasarkan konstitusi UUD 1945. Keputusan MPR RI menetapkan bahwa Partai dan Ideologi komunis dilarang hidup di bumi Indonesia.

Jika pada era Orde Lama dibawah Soekarno, partai sebagai infrastruktur politk negara dengan multi partai yang tak terbatas apapun ideologinya. Negara dengan multi partai secara empiris. Namun secara ideologis disederhanakan menjadi NASAKOM dalam mindset rakyat yang disebut sebagai Ajaran Bung Karno.


Sebagai konsekuensi logis dilarangnya ideologi komunis berdasarkan Ketetapan MPR RI maka penyederhanaan tidak hanya pada mindset tetapi secara aktual. Partai Politik menjadi hanya 10 partai termasuk Golongan Karya. Selanjutnya lebih dalam Orde Baru dibawah Soeharto melakukan langkah lebih pragmatis penyederhanaan partai menjadi tiga saja dengan azas tunggal Pancasila.


Ketiga kekuatan politik tersebut adalah Partai Demokrasi Indonesia (PDI) sebegai representasi kelompok ideologi nasionalis demokrat. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sebagai representasi kelompok ideologi Islam dan Golongan Karya atau Golkar sebagai representasi kelompok liberal Nasional menggantikan posisi kelompok komunis.


Jika Soekarno dengan ide orisinalnya menjalan kedhidupan bernegara dengan falsafah Pancasila dalam bentuk Demokrasi Terpimpin ( Manipol - USDEK; Manifesto Politik – Soekarno ). Dari perspektif ideologis, Soeharto tidak melahirkan ide orisinal. Beliau sepertinya hanya melanjutnya saja ide orisinal Soekarno dengan langkah pragmatisme. Orde Baru hanya menganti NASAKOM menjadi NASAKAR.


Jika Bung Karno meletakan NASAKOM dalam mindset rakyat Indonesia dalam upaya politiknya mempersatukan seluruh kekuatan revolusioner - Sammenbundelling van alle revolutionare krachten. Karena revolusi belum selesai, karena bagi Bung Karno revolusi adalah menjebol dan membangun. Menjebol kemiskinan untuk membangun kemakmuran, menjebol kebodohan untuk membangun kecerdasan, menjebol mental kuli untuk menjadi tuan di negeri sendiri.


Bagi Pak Harto, konflik berkepanjangan antar kelompok ideologis menimbulkan tergoncangnya sendi kehidupan normal bernegara. Mengapa Pancasila tidak diletakan sebagai kesatuan pandangan politik untuk kepentingan pembangunan nasional yang terarah dan terencana. Mempunyai skala prioritas dan pilihan kearah mana bangsa ini diajak untuk membangun dirinya sendiri. Membangun diri sendiri dengan karakter nasional bangsa yang jelas yaitu berkarakter Pancasila. Karena itulah Pancasila dijadikan sebagai azas tunggal kehidupan ideologis rakyat Indonesia.


Soeharto bergerak pragmatis menjalankan kehidupan bernegara dalam bentuk Demokrasi Pancasila tanpa komunisme. Namun bukan berarti Pak Harto tidak punya gagasan orisinal, gagasannya yang terkenal dengan istilah Trilogi Pembangunan yaitu; Stabilitas – Pertumbuhan dan Pemerataan. Stabilitas kemanan, ketertiban dan stabilitas politik menumbuhkan ketahanan nasional guna membangun ekonomi, social, politik, ekonomi dan budaya (Epoleksosbud ) dalam upaya membentuk karakter nasional bangsa Indonesia. Membentuk karakter manusia Indonesia seutuhnya berdasarkan Pancasila.


Tiga puluh dua tahun Orde Baru memberikan peluang tumbuhnya satu generasi baru dengan visi dan ide baru. Visi dan ide yang berbeda dari generasi pendahulunya. Interakasi sosial yang berbeda karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknolgi dan komunikasi global. Hal ini saya kira adalah kodrati, manakala kemampuan intelektual berkembang karena kondisi kehidupan yang stabil adalah suatu hal yang logis.


Reformasi merupakan kemauan sejarah karena sifat kodrati alam yang selalu mengalami perubahan. Namun demikian perubahan dimaksud tidak berarti kehilangan pijakan budaya nasional kita. Penyelenggaraan negara sejatinya tetap seperti pepatah; Dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung. Kita tidak berharap di bumi Pancasila bercokol demokrasi liberal yang tidak sesuai dengan budaya nasional bangsa Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun