Mohon tunggu...
Syami Mutiara
Syami Mutiara Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - berkuliah

suka berkelana

Selanjutnya

Tutup

Politik

Independensi KPU Kabupaten Sumedang: Menolak Konsep Shadow Government dalam Tubuh KPU

29 Desember 2023   20:53 Diperbarui: 29 Desember 2023   21:08 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kasus pemerintah bayangan ini, tidak hanya bisa terjadi dalam suatu daerah tapi bisa saja pada lembaga-lembaga tertentu. Lembaga yang dikuasai oleh pemerintah bayangan dapat dikenali melalui beberapa ciri khas tertentu. Pertama, dapat dilihat bahwa adanya hubungan informal dengan pihak tertentu. Kedua, tidak memiliki transparansi kepada publik sehingga sulit bagi masyarakat untuk memahami atau menilai sepenuhnya keputusan dan tindakan yang diambil oleh lembaga tersebut. Ketiga, perumusan dan pemutusan rumusan kebijakan didasari oleh pihak tertentu. Keempat, adanya kontrol yang lebih besar terhadap kebijakan dan langkah-langkah strategis yang dilakukan lembaga tersebut.

Pemerintah bayangan ini seringkali menjadi kekhawatiran bagi setiap institusi formal negara. Terutama bagi institusi atau lembaga yang berkewajiban mandiri. Tak terkecuali pada lembaga penyelenggara pemilu yaitu KPU. KPU memiliki kewajiban untuk mandiri dan jauh dari intervensi manapun. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwasannya terdapat intervensi dari pihak luar yang berkedudukan lebih tinggi dari KPU jika terjadi pelemahan dalam struktur badan KPU. Oleh karena itu, dibutuhkan proses rekrutmen yang tepat sehingga dapat tercipta struktur yang kuat. Dengan struktur badan KPU yang kuat maka kasus pemerintah bayangan dapat dicegah.

Studi Kasus KPU Kabupaten Sumedang

Studi kasus diambil dari pemberitaan tentang indikasi pelanggaran kode etik anggota KPU Kabupaten Sumedang berupa dugaan adanya intervensi dari luar dalam proses penetapan hasil dan pengabaian permintaan nilai hasil seleksi PPK di Kabupaten Sumedang. Berita tersebut dikeluarkan oleh DKPP terkait pemeriksaan terhadap ketua, anggota komisioner, dan sekretaris KPU Kabupaten Sumedang. Pada awalnya, kasus tersebut datang atas laporan dari peserta seleksi Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) untuk pemilu 2024 mendatang.

Berikut kronologi kejadian:

  1. Enam orang dari KPU Kabupaten Sumedang diperiksa dalam sidang kode etik penyelenggara pemilu oleh DKPP. Enam orang tersebut meliputi Ogi Ahmad Fauzi selaku ketua, Rahmart Suanda Pradja, Iyan Sopian, Asep Wawan, dan Mamay Siti Maemunah selaku anggota komisioner, terakhir ada Adnal Nurba Tjenreng selaku Sekretaris.
  2. Terdapat tujuh orang pelapor yaitu Taryana, Dadan Darmawan, Ninon Mardiani, Maman Rochman, Tisno Sutisna, Dadang Iskandar, dan Imam Fauzi. Semua pelapor tersebut berasal dari peserta seleksi PPK.
  3. Pelapor melaporkan bahwa KPU telah melanggar kode etik netralitas karena menerima intervensi dari luar dan enggan memberikan hasil nilai seleksi PPK.
  4. Pemeriksaan kepada enam orang yang dilaporkan yaitu dari pihak KPU Kabupaten Sumedang.

Setelah dilakukan pemeriksaan, didapati bahwasannya laporan pelanggaran tersebut tidak benar-benar terjadi. Laporan yang dilaporkan oleh salah satu pengadu bernama Taryana yang merupakan peserta seleksi PPK Conggeang terkait dugaan kesengajaan ketidaklolosan dalam seleksi tidak benar adanya. Untuk intervensi dari luar, memang benar adanya tetapi ketua KPU Kabupaten Sumedang dengan tegas menolak intervensi tersebut. Untuk bukti percakapan penolakannya pun masih ada sehingga tuduhan bahwa peserta yang tidak lulus seleksi bukan karena intervensi dari pihak lain. Hal tersebut diperkuat, karena rekam jejak PPK tersebut buruk. Seperti yang dilakukan oleh Taryana pada saat menjabat menjadi ketua PPK pada tahapan pemilu 2019. Saat itu, Taryana sering tidak hadir dalam rapat penting yang diadakan oleh KPU. Hal tersebut menjadi penguat untuk menepis bahwasannya ketidaklolosan Taryana disebabkan oleh pihak lain.

Selanjutnya, terkait laporan transparansi nilai itu juga tidak benar adanya. KPU Sumedang tidak mengabaikan permintaan transparansi nilai hasil seleksi wawancara peserta seleksi PPK. KPU Sumedang juga telah membalas permintaan tersebut melalui surel e-PPID. Sejatinya, nilai hasil wawancara tidak diwajibkan untuk diperlihatkan secara umum karena bersifat rahasia. 

Dikarenakan berkaitan dengan kompetensi tiap masing-masing orang. Gugatan yang menyatakan bahwa KPU tidak transparan tidak benar jika hanya dilihat dari konteks transparansi nilai wawancara seleksi PPK. Dikarenakan, hal tersebut tidak tercantum di PKPU sehingga bukan menjadi kewajiban KPU. 

Hasil dari pemeriksaan yang dilakukan oleh DKPP menghasilkan bahwa laporan tersebut tidak benar. DKPP juga telah memutuskan bahwa KPU Sumedang terbukti tidak melanggar kode etik penyelenggara pemilu. Keputusan DKPP menyatakan bahwa kelima anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Sumedang, yaitu Ogi Ahmad Fauzi, Rahmat Suanda Pradja, Mamay Siti Maemunah, Iyan Sopian, dan Asep Wawan, dinyatakan tidak bersalah, dan dinilai telah melakukan seluruh tahapan seleksi calon anggota PPK Pemilu 2024 sesuai PKPU dan pedoman teknis.

Kesimpulan

Relevansi antara konsep Shadow Government atau pemerintah bayangan dengan independensi dapat dilihat dari studi kasus yang pernah terjadi di KPU Sumedang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun