1. Independensi institusionalÂ
Independensi institusional bermaksud bahwa KPU merupakan lembaga yang tidak terikat atau tergantung dengan lembaga manapun di dalam negara.
2. Independensi fungsional
Independensi fungsional berarti bahwa dalam pelaksanaan pemilu atau sebagainya, KPU tidak boleh dicampuri oleh tangan manapun. Termasuk dari pemerintahan. Jadi bebas dari tekanan politik.
3. Independensi personal
Independensi personal bertujuan kepada anggota KPU sendiri. Jadi para anggota KPU harus bersifat mandiri, jujur, dan berkapabilitas sehingga tidak memihak dan tidak dapat diintervensi oleh pihak manapun.
KPU sendiri bukan semata hanya lembaga teknis penyelenggara pemilu, tetapi memang lembaga yang berkepentingan konstitusional. Untuk menjalankan fungsi konstitusionalnya, KPU bertanggung jawab menjaga integritas, transparansi, dan keadilan. Oleh sebab itu, independensi KPU bukanlah sekedar opsi tetapi sebuah keharusan atau kewajiban untuk memastikan eksistensinya sebagai penjaga demokrasi.Â
Dalam peraturan bersama, penyelenggara pemilu memiliki dua belas pedoman asas. Dijelaskan pada pasal 5, bahwa pedoman asas penyelenggara pemilu ada mandiri, jujur, adil, kepastian hukum, tertib, kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas. Oleh karena itu, dalam menjalankan perannya, KPU tidak boleh mangkir dari pedoman asas yang telah ditetapkan.
Shadow Government
Shadow Government biasa dikenal dengan konsep "Shadow State". Shadow State dapat diartikan sebagai pemerintah bayangan. Menurut William Reno (1995), penyebab terjadinya Shadow State atau pemerintah bayangan biasanya akibat dari kelemahan fungsi dalam sebuah institusi pemerintahan atau formal. Pemerintah bayangan ini bermaksud apabila adanya elit politik di luar pemerintah yang justru mengatur sebuah institusi formal. Ditambah lagi, tujuan dibalik dari pemerintah bayangan ini adalah kepentingan individu.Â
Biasanya, kasus pemerintah bayangan ini paling sering terjadi pada ranah pemerintahan daerah. Contohnya seperti pada kasus penyelenggaraan pemerintahan di Kota Tegal. Tepatnya pada tahun 2013 yang dilakukan oleh Walikota dan Wakil Walikota di pemerintahan era Siti Masitha-Nursoleh. Indikasi pemerintah bayangan di Tegal saat itu, terlihat dari adanya intervensi dari pihak lain dalam proses perumusan kebijakan daerah. Tepatnya, adanya campur tangan Ketua Tim Pemenangan yang berupa menguasai dan mencoba mempengaruhi arah kebijakan daerah yang akan diterapkan pada saat itu.