Kategori "kontak" berhubungan dengan keprihatinan tentang cara penggunaannya Internet yang membuka peluang anak terpapar dan terhubung dengan orang yang tidak dikenal yang merupakan predator seksual. Adalah sifat anonimitas dari digital, juga memperparah terjadinya tindak kekerasan seksual pada anak. Â Selain itu dalam katagori kontak adalah adalah pengaruh teman dan pergaulan .Â
Ini menunjukkan angka  33%.  Dunia digital dengan "echochamber: nya akan mengelompokkan setiap orang yang hobinya sama. Jadi bila anak-anak sudah mulai "suka" dalam menonton  video atau foto yang tidak senonoh, maka akan mudah menemukan banyak teman yang memiliki kesukaan yang sama. Ini juga membuka peluang kemudahan mendapat konten dana langsung mempertukarkan di ruang privat chat (Line atau W/A) tanpa terdeteksi orang tua.
Ketiga : Perilaku Buruk Digital
Studi Livingstone dan Haddon, mengemukana bahwa ada banyak perilaku buruk dan tidak hati hati yang dilakukan anak anak (juga orang tua ) saat berselancar di dunia digital.Â
Pengambilan Foto teman lalu menjadikan bahan awal untuk saling ejek kemudian intimidasi atau pelecehan terhadap anak-anak lain, bahkan beberapa di antaranya mungkin memiliki komponen kekerasan seksual yang nyata, seperti membuat anak lain mengambil gambar seksual dari diri mereka sendiri atau teman mereka, yang kemudian diedarkan di sekolah atau diposting di situs web untuk dilihat semua orang.Â
Ada juga karena dendam putus cinta dengan temannya, salah satu pasangan, biasanya karena marah atau diutus melakukan tindakan memposting foto-foto mantan rekan mereka yang tidak pantas situs web publik atau semi-publik.
Keinginan anak anak ingin selalu Populer dan Over Diri, dengan secara berlebihan memposting foto-foto diri anak -anak atau remaja yang sedang tidak berpakaian yang wajar, Juga tidak disadari, banyak orang tua yang memposting foto anak-anak mereka saat di kolam renang atau mempamerkan kecantikannya, beberapa hal disebabkan karena adanya Kesalahan Pemahaman Tentang "Seks Yang Aman". Banyak remaja dan remaja melihat seks sebagai alternatif yang 'lebih aman' dan  kesenangan tanpa risiko.
Dengan ke tiga hal di atas semakin semakin terbuka dalam terpapar virus risiko kekerasan seksual digital. Disatu sisi banyak orang tua tidak menyadari risiko pelecehan seksual Online. Terlebih para orang tua pun disibukkan dengan beban lain : karena semua keluarga di rumah dan harus diperhatikan. Sementara anak-anak biasanya beraktivitas di Sekolah, maka perilaku cara Online anak-anak jarang ter perhatikan kebiasannya.
Dengan demikian terbukalah teori aktivitas rutin (RAT), seperti yang disampaikan 2 peneliti PBB yaitu Lawrence Cohen dan Mark Felson (1979) yang menyampaikan bahwa teori ini adalah strategi dalam melakukan pencegahan kekerasan seksual pada anak.
Dasar teori RAT  adalah bahwa kejahatan digital terjadi ketika dua elemen hadir -- (1) pelaku yang termotivasi dengan target yang sesuai dan (2) Ke tidak adaan "wali" pelindung anak. Seperti disebut dimuka, di era pandemi banyak anak memperbanyak konten baik terutama foto diri dan aktivitasnya, dan waktu anak yang lebih lama di Dunia Maya membuka peluang pelaku termotivasi karena "target pasar meningkat". Di satu sisi, Wali Pengawal Anak (Orang Tua, pekerja Security Konten di Perusahaan Aplikasi, Pemerintah berkonsentrasi pada pandemi) Maka Perlindungan diri anak-anak dari kekerasan semakin terbuka.
 Catherine De Bolle, kepala lembaga penegak hukum Eropa Europol. Dalam sebuah wawancara dengan FRANCE 24, dia menjelaskan bahwa dengan jutaan anak di rumah, banyak yang tidak diawasi, menggunakan perangkat lunak yang sudah ketinggalan zaman dan tidak diamankan dengan baik yang membuat mereka berisiko lebih besar dari eksploitasi.
"Anda harus waspada, ketika anak Anda menggunakan internet, anak tersebut memiliki akses ke dunia - tetapi juga dunia memiliki akses ke anak Anda. Anda harus menyadari hal ini, dan Anda harus melindungi anak Anda dalam situasi seperti ini."