Mohon tunggu...
Syalsabila RahmahLubis
Syalsabila RahmahLubis Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Islam Negeri Sumatera Utara

Membuat sebuah karya sastra

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rumah di Tengah Impian

23 Desember 2024   15:10 Diperbarui: 23 Desember 2024   15:09 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bu, ini untuk modal usaha. Kita bisa jual lebih banyak kue lagi," ucap Tika dengan mata berbinar, menyerahkan amplop tersebut kepada ibunya.  

Mata ibunya berkaca-kaca. "Nak, ibu tidak tahu harus berkata apa. Kamu luar biasa, Tika. Ibu bangga sekali padamu."  

Keberhasilan itu menjadi titik balik bagi usaha mereka. Dengan tambahan modal, mereka dapat meningkatkan kualitas dan jumlah produksi kue. Tika pun terus mengembangkan strategi pemasarannya dengan memanfaatkan media sosial, menggunakan foto-foto menggugah selera dan cerita tentang kue-kue khas ibunya yang penuh rasa cinta. 

Keuntungan dari usaha kue itu mulai mengalir deras, melebihi yang mereka bayangkan. Mereka tidak hanya melayani pelanggan di desa, tetapi juga mulai mendapatkan pesanan dari kota-kota terdekat. Seiring berjalannya waktu, mereka bahkan harus mempekerjakan beberapa tetangga untuk membantu produksi. Keberhasilan mereka dalam usaha ini memberikan Tika keyakinan baru: impian mereka bisa menjadi kenyataan, asal terus bekerja keras.  

Suatu pagi yang cerah, Tika mengajak ibunya ke sebuah desa sebelah. Mereka berhenti di depan sebidang tanah kosong yang luas. Udara pagi yang segar membawa semangat baru. Di tanah itu, Tika bisa melihat dengan jelas gambar rumah yang ia impikan. Rumah yang tidak hanya memberi kenyamanan, tetapi juga membuktikan bahwa impian mereka bukanlah mimpi semata.  

“Bu, tanah ini sudah kita beli. Nanti kita akan bangun rumah di sini. Rumah yang cukup besar untuk kita berdua, yang nyaman, dan menjadi simbol perjuangan kita,” kata Tika, menggenggam erat tangan ibunya.  

Ibunya terdiam sejenak. Air mata membasahi pipinya. Dalam pelukan Tika, ia merasakan betapa berat dan indahnya perjalanan yang telah mereka jalani bersama.  

Proses pembangunan rumah itu tidak berlangsung dalam semalam. Setiap batu yang diletakkan, setiap tiang yang ditanam, menjadi lambang dari banyaknya usaha dan doa. Tika dan ibunya sering datang ke lokasi pembangunan untuk memastikan semuanya berjalan dengan baik. Mereka berbicara tentang masa depan, tentang rumah yang akan membawa kedamaian, dan tentang semua harapan yang tertanam di setiap sudutnya.  

Setelah beberapa bulan, rumah itu selesai dibangun. Rumah yang sederhana namun penuh dengan makna. Ruang tamu yang luas, kamar tidur yang nyaman, dan halaman belakang yang cukup untuk menanam beberapa pohon buah yang mereka impikan.  

Pada hari mereka pindah, Tika menggandeng tangan ibunya menuju rumah baru mereka. “Bu, ini rumah kita yang baru. Tidak besar, tetapi cukup untuk kita. Ini semua untukmu. Terima kasih sudah menjadi alasan utama kenapa aku tidak pernah berhenti berjuang.”  

Ibunya memeluk Tika dengan penuh rasa syukur. “Nak, rumah ini bukan hanya rumah kita. Ini rumah dari semua doa dan kerja kerasmu. Ibu sangat bangga padamu.”  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun