Rumah di Tengah Impian
Oleh: Syalsabila Rahmah Lubis
Tika berdiri di depan jendela kecil kamarnya, memandang hamparan sawah yang luas dan menguning keemasan. Udara pagi terasa segar, dan angin berhembus lembut, membawa aroma tanah yang subur. Begitu indah pemandangan yang terbentang, namun bagi Tika, itu lebih dari sekadar keindahan alam. Setiap inci sawah yang dilihatnya adalah saksi bisu dari segala impian yang tersimpan dalam hatinya. Di sana, impian-impian besar dipupuk dengan penuh harapan.
"Ibu," gumam Tika dalam hati, "Suatu hari nanti, kita akan memiliki rumah yang luas dan indah, jauh dari kehidupan sempit seperti sekarang."
Sejak kepergian ayahnya dua tahun yang lalu, Tika dan ibunya harus berjuang melewati banyak kesulitan. Ibunya, seorang penjual kue keliling, harus memikul beban hidup seorang diri. Tika, yang dulu selalu mendapat perhatian dan perlindungan dari sang ayah, kini merasa harus menjadi tulang punggung keluarga, meski masih seorang mahasiswa. Setiap hari adalah perjuangan tanpa henti.
Setelah kuliah, Tika selalu membantu ibunya membuat kue untuk dijual. Setiap adonan yang diuleni dan setiap kue yang dihias bukan hanya sekadar pekerjaan, tetapi juga cara Tika menjaga harapan mereka untuk masa depan yang lebih baik. Meskipun padat, rutinitas ini sudah menjadi bagian dari hidupnya. Namun, di balik kesibukan itu, impian tentang sebuah rumah yang nyaman terus menghantui pikirannya.
Tika tidak pernah berhenti berpikir tentang bagaimana caranya mewujudkan impian tersebut. Baginya, rumah bukan sekadar bangunan, tetapi tempat yang akan memberi kedamaian dan kebahagiaan bagi dirinya dan ibunya. Namun, ia juga tahu bahwa impian besar membutuhkan perjuangan yang tak kenal lelah.
Suatu hari, Tika menemukan sebuah pengumuman yang menggugah hatinya di papan informasi kampus. Lomba menulis esai bertema *"Perempuan dan Perubahan"* diselenggarakan oleh fakultas. Tika merasa ini adalah kesempatan yang tepat. Ia bisa menulis tentang perjuangan ibunya, sosok perempuan tangguh yang membesarkan dirinya seorang diri setelah kepergian ayah. Dengan tekad yang bulat, Tika memutuskan untuk mengikuti lomba itu.
Malam itu, dengan cahaya lampu meja yang temaram, Tika mulai menulis. Kata-kata mengalir begitu saja, seolah semua perasaan yang tertahan selama ini keluar melalui pena. Ia menulis tentang ibunya yang tak kenal lelah berjualan kue, tentang bagaimana ibunya memberikan contoh ketangguhan dan kasih sayang tanpa batas. Tika menggambarkan ibunya sebagai simbol kekuatan perempuan yang sederhana, namun penuh daya juang.
Selama seminggu, Tika tak berhenti merevisi tulisannya, berusaha agar setiap kalimat bisa menyentuh pembacanya, seperti halnya ibunya selalu memberi kekuatan untuknya. Hari pengumuman pemenang lomba tiba, dan Tika hampir tak bisa menahan rasa gugup. Ketika namanya disebut sebagai pemenang pertama, dadanya berdebar kencang. Hadiahnya berupa sejumlah uang tunai yang cukup besar. Tika tahu, hadiah itu bukan hanya sekadar uang, tetapi modal untuk masa depan yang lebih cerah.
"Bu, ini untuk modal usaha. Kita bisa jual lebih banyak kue lagi," ucap Tika dengan mata berbinar, menyerahkan amplop tersebut kepada ibunya.
Mata ibunya berkaca-kaca. "Nak, ibu tidak tahu harus berkata apa. Kamu luar biasa, Tika. Ibu bangga sekali padamu."
Keberhasilan itu menjadi titik balik bagi usaha mereka. Dengan tambahan modal, mereka dapat meningkatkan kualitas dan jumlah produksi kue. Tika pun terus mengembangkan strategi pemasarannya dengan memanfaatkan media sosial, menggunakan foto-foto menggugah selera dan cerita tentang kue-kue khas ibunya yang penuh rasa cinta.
Keuntungan dari usaha kue itu mulai mengalir deras, melebihi yang mereka bayangkan. Mereka tidak hanya melayani pelanggan di desa, tetapi juga mulai mendapatkan pesanan dari kota-kota terdekat. Seiring berjalannya waktu, mereka bahkan harus mempekerjakan beberapa tetangga untuk membantu produksi. Keberhasilan mereka dalam usaha ini memberikan Tika keyakinan baru: impian mereka bisa menjadi kenyataan, asal terus bekerja keras.
Suatu pagi yang cerah, Tika mengajak ibunya ke sebuah desa sebelah. Mereka berhenti di depan sebidang tanah kosong yang luas. Udara pagi yang segar membawa semangat baru. Di tanah itu, Tika bisa melihat dengan jelas gambar rumah yang ia impikan. Rumah yang tidak hanya memberi kenyamanan, tetapi juga membuktikan bahwa impian mereka bukanlah mimpi semata.
“Bu, tanah ini sudah kita beli. Nanti kita akan bangun rumah di sini. Rumah yang cukup besar untuk kita berdua, yang nyaman, dan menjadi simbol perjuangan kita,” kata Tika, menggenggam erat tangan ibunya.
Ibunya terdiam sejenak. Air mata membasahi pipinya. Dalam pelukan Tika, ia merasakan betapa berat dan indahnya perjalanan yang telah mereka jalani bersama.
Proses pembangunan rumah itu tidak berlangsung dalam semalam. Setiap batu yang diletakkan, setiap tiang yang ditanam, menjadi lambang dari banyaknya usaha dan doa. Tika dan ibunya sering datang ke lokasi pembangunan untuk memastikan semuanya berjalan dengan baik. Mereka berbicara tentang masa depan, tentang rumah yang akan membawa kedamaian, dan tentang semua harapan yang tertanam di setiap sudutnya.
Setelah beberapa bulan, rumah itu selesai dibangun. Rumah yang sederhana namun penuh dengan makna. Ruang tamu yang luas, kamar tidur yang nyaman, dan halaman belakang yang cukup untuk menanam beberapa pohon buah yang mereka impikan.
Pada hari mereka pindah, Tika menggandeng tangan ibunya menuju rumah baru mereka. “Bu, ini rumah kita yang baru. Tidak besar, tetapi cukup untuk kita. Ini semua untukmu. Terima kasih sudah menjadi alasan utama kenapa aku tidak pernah berhenti berjuang.”
Ibunya memeluk Tika dengan penuh rasa syukur. “Nak, rumah ini bukan hanya rumah kita. Ini rumah dari semua doa dan kerja kerasmu. Ibu sangat bangga padamu.”
Dengan senyum di wajah, Tika melangkah bersama ibunya ke dalam rumah baru mereka. Mereka tahu bahwa ini adalah awal dari sebuah babak baru—babak yang penuh cinta, harapan, dan tentunya, impian yang akan terus tumbuh. Rumah itu bukan hanya tempat tinggal, melainkan saksi dari perjalanan panjang yang mereka jalani bersama, tempat segala doa dan cinta bersemayam.
Tika tahu, impian yang diperjuangkan dengan cinta dan kerja keras tidak akan pernah mengkhianati hasil. Rumah itu adalah bukti nyata bahwa tidak ada yang tidak mungkin, selama kita berani bermimpi dan terus melangkah maju, meskipun langkah terasa berat
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI