Mohon tunggu...
Sukarja
Sukarja Mohon Tunggu... Desainer - Pemulung Kata

Pemulung kata-kata. Pernah bekerja di Kelompok Kompas Gramedia (1 Nov 2000 - 31 Okt 2014)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kisah Politik Kontroversial: Dinasti, Perpanjangan Masa Jabatan, dan Kekecewaan di Balik layar

5 November 2023   03:17 Diperbarui: 6 November 2023   15:12 565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Politik Dinasti Jokowi/sumber: Tempo.co

Awalnya, penulis sangat skeptis terhadap desas-desus politik yang mengklaim bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) memiliki keinginan untuk memperpanjang masa jabatannya hingga tiga periode. Namun, isu-isu semacam ini terus berkembang, termasuk usulan perpanjangan masa jabatan presiden menjadi 8 tahun dalam satu periode atau bahkan 4 tahun dengan opsi pemilihan hingga 3 kali.

Ketika isu-isu perpanjangan masa jabatan ini pertama kali muncul, Presiden Jokowi dengan cepat memberikan tanggapan tegas bahwa ia tidak mendukung usulan tersebut. 

Tanggapan ini memberikan rasa lega kepada penulis, meskipun hal yang mengherankan adalah bahwa isu-isu kontroversial ini datang dari kalangan orang-orang di sekitar presiden sendiri, termasuk dalam koalisi pemerintah. 

Salah satu contoh yang menonjol adalah pernyataan Wakil Ketua MPR dari fraksi PPP, Arsul Sani, yang menyebutkan bahwa wacana amendemen UUD 1945 tentang penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode berasal dari Fraksi Partai NasDem.

Namun, perkembangan yang lebih mengejutkan adalah pengungkapan Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Benny Kabur Harman, seperti yang dilansir Tempo.co (5/2/2023), yang menyatakan bahwa usulan perpanjangan masa jabatan ini sebenarnya merupakan keinginan Presiden Jokowi sendiri. Menurut Benny K. Harman, Jokowi menggunakan orang-orang di lingkaran Istana untuk menyuarakan gagasan tersebut. 

Meskipun hal ini dibantah oleh Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, yang menegaskan bahwa Istana tidak pernah menginisiasi usulan penambahan masa jabatan presiden dari dua periode menjadi tiga periode, isu ini terus mencuat dan menciptakan ketegangan di tengah masyarakat, terutama menjelang Pilpres 2024. 

Beberapa pejabat negara, yang dilansir Kompas.com (26/10/2023), seperti Muahimain Iskandar, Airlangga Hartato, Zulkifli Hasan, Luhut Binsar Pandjaitan, dan Bahlil Lahadahlia, telah ditengarai menyatakan dukungan mereka terhadap gagasan masa jabatan presiden tiga periode. 

Meskipun Jokowi sendiri tidak bisa melanjutkan ke periode ketiga, upaya untuk mengusung anak sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, sebagai bakal cawapres Prabowo Subianto, dianggap oleh banyak pihak sebagai bentuk perpanjangan masa jabatan Jokowi melalui keluarganya.

Lebih kontroversial lagi, upaya ini melibatkan perubahan aturan melalui gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK), yang kebetulan dipimpin oleh Anwar Usman, yang tak lain adalah adik ipar Jokowi. Inilah hal yang mengecewakan banyak pihak, terutama mereka yang telah mendukung Jokowi selama ini. 

Para relawan dan politisi yang selama 9 tahun mendukung Jokowi merasa kecewa dan mengekspresikan perubahan drastis dalam sikap Jokowi.

Beberapa Tokoh Kecewa Terhadap Presiden Jokowi

Sejumlah tokoh dan pendukung Presiden Jokowi mengungkapkan kekecewaan mereka terhadap presiden Indonesia menjelang akhir masa jabatannya. 

Kekecewaan itu diungkapkan mereka yang selama ini dikenal dekat dengan Jokowi, seperti Andi Widjajanto dan budayawan Goenawan Mohamad.

Goenawan Mohamad adalah pendiri majalah Tempo yang sebelumnya dikenal sebagai pendukung Jokowi. Namun, ia mengungkapkan kekecewaannya karena merasa Jokowi ingin memperpanjang kekuasaannya melalui pencalonan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka. Bahkan, GM sempat meneteskan airmata ketika menyampaikan kekecewaannya itu di acara "Rosi" yang ditayangkan KompasTV.

"Saya dulu memilih Jokowi dan bekerja agar dia menang. Tapi kini saya merasa dibodohi. Jika nanti Prabowo-Gibran/Jokowi menang, kita dan generasi anak kita akan mewarisi kehidupan politik yang terbiasa culas, nepotisme yang menghina kepatutan, lembaga hukum yang melayani kekuasaan." – Goenawan Mohamad, seperti dikutip Kompas.com (4/11/2023).


Andi Widjajanto, yang pernah bekerja dekat dengan Jokowi, yang juga mantan Gubernur Lemhanas ini mengungkapkan kekecewaannya. Dia berharap agar demokrasi tetap kuat, namun ia merasa Jokowi berlawanan dengan arus demokrasi di akhir jabatannya. 

"Kami tidak pernah berubah, Jokowilah yang berubah", tambah Andi Widjajanto, yang tak lain putera mendiang Theo Syafei ini.

Tidak hanya individu-individu yang dekat dengan Jokowi yang merasa kecewa. Elite PDI-P, partai yang menaungi Jokowi pun merasa ditinggalkan karena Jokowi merestui Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden Prabowo Subianto, pesaing capres PDI-P, Ganjar Pranowo. Mereka merasa Jokowi melanggar pranata kebaikan dan konstitusi dengan tindakannya. 

Rasa kekecewaan ini juga muncul di kalangan pendukung Jokowi, seperti relawan Rumah Jokowi di Jawa Timur yang melakukan aksi melepas kemeja putih sebagai simbol kekecewaan terhadap Jokowi. 

Kekecewaan ini muncul bukan karena rasa benci. Tapi, rasa sayang terhadap Jokowi yang dahulu didukungnya karena Jokowi berbeda dari beberapa politisi lain. Selain bukan berasal dari elite partai, Jokowi juga merupakan sosok yang begitu sederhana, dan tidak memberikan "privilege" kepada anak-anaknya. 

Namun, lambat laun kekuasaan nyatanya ikut merontokkan keteguhan Jokowi sendiri, mulai dari Gibran yang menjadi walikota Solo, Bobby sang menantu yang menduduki Walikota Medan, dan Kaesang Pangarep yang dalam waktu dua hari sebagai anggota Partai Solidaritas Indonesia (PSI), langsung didapuk menjadi Ketua Umum PSI. 

Sebuah kenyataan yang tak mungkin bisa terjadi jika bukan anak-anak dan menantu seorang Presiden. Jokowi, sepertinya sudah melupakan hakikat dari reformasi yang digelorakan para mahasiswa  di tahun 1998 yang berakibat jatuhnya kekuasaan Soeharto.

Ilustrasi Jokowi, Gibran, Bobby, dan Kaesang/sumber: Tempo.co
Ilustrasi Jokowi, Gibran, Bobby, dan Kaesang/sumber: Tempo.co

Mungkin Jokowi lupa apa yang dialami dengan dua pendahulunya, yakni Presiden Sukarno dan Presiden Soeharto. Kedua presiden kita itu tidak menyadari bahwa kekuasaan telah membuat mereka lupa diri, hingga akhirnya membuat keduanya ingin terus berkuasa. 

Bahkan, Presiden Pertama RI, Sukarno sampai terbuai dengan jebakan "Presiden Seumur Hidup" yang disandangkan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Padahal,  sejarah akhirnya mencatat bahwa PKI merencankan penggulingan kekuaasan Sukarno melalui isu Dewan Jenderal dengan gerakan yang dikenal G30S/PKI.

Begitu juga Presiden Soeharto, yang menggunakan Golkar sebagai sarana untuk berkuasa sejak jatuhnya Sukarno di tahun 1967. Dan, Suharto pun terus terbuai menikmati kekuasaannya. Namun, akhirnya Soeharto juga harus turun secara menyakitkan setelah 32 tahun berkuasa.

Presiden Soeharto menyatakan Mundur sebagai Presiden pada 21 Mei 1998/sumber: Kompas.com
Presiden Soeharto menyatakan Mundur sebagai Presiden pada 21 Mei 1998/sumber: Kompas.com

Apa yang terjadi pada kedua presiden tersebut, tentu saja tidak diharapkan akan terjadi pada sosok Jokowi. Meskipun yang berkuasa melalui pengusungan Gibran sebagai cawapres Prabowo Subianto, bagi kami yang selama ini mendukung Jokowi semua itu tidak ada bedanya dengan melahirkan politik dinasti, yang sangat kita tentang dan itu merupakan pengkhianatan dari semangat reformasi.

Kita semua selalu diingatkan bahwa korupsi dan kekuasaan, ibarat dua sisi dari satu mata uang. Korupsi diyakini selalu mengiringi jalannya kekuasaan. Begitu juga sebaliknya, kekuasaan merupakan "pintu masuk" bagi tindakan korupsi. 

Itulah yang mungkin hakikat dari pernyataan Lord Acton, seorang guru besar sejarah modern di Universitas Cambridge, Inggris, yang hidup di abad ke-19. 

Menurutnya,  "power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely" atau kekuasaan itu cenderung korup, dan kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut.

Karena korupsi itu tidak selalu menghasilkan uang, bahkan memperpanjang kekuasaan pun bisa jadi adalah korupsi itu sendiri.

Semoga Allah SWT menjaga negeri ini dari pemimpin yang haus kekuasaan, atau mereka yang berupaya mempertahankan kekuasaannya itu, terlebih lagi dengan mengangkangi konsitusi.  

Aamiin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun