Undangan makan siang di Istana dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada ketiga bakal calon presiden (capres) pada 30 Oktober 2023 lalu, yakni Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan merupakan langkah yang bisa dianggap sebagai upaya untuk menciptakan dialog dan kolaborasi antara berbagai pihak dalam politik.Â
Upaya seperti ini juga diharapkan bermanfaat, termasuk dapat meredakan ketegangan politik, meningkatkan komunikasi antara pemimpin politik, dan juga membantu menciptakan suasana politik yang lebih kondusif.
Namun, penting untuk selalu diingat bahwa efektivitas dari diplomasi meja makan ala Jokowi ini sangat tergantung pada bagaimana pertemuan tersebut dijalankan, sejauh mana peserta bersedia untuk bersikap terbuka, dan apakah mereka benar-benar bersedia untuk mencapai kesepakatan atau setidaknya mengurangi konflik.Â
Diplomasi di meja makan biasanya berhasil ketika semua pihak yang terlibat benar-benar merasa dihormati dan mendapat kesempatan yang sama untuk berbicara.
Tentu saja, ada kekhawatiran terkait netralitas Presiden Jokowi dalam Pilpres 2024, terutama karena putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, ikut dalam kontestasi politik sebagai bakal cawapres Prabowo Subianto.Â
Kritik terhadap dugaan penggunaan posisi presiden untuk kepentingan politik pribadi bisa menjadi masalah serius, dan tentu saja bisa merusak kepercayaan masyarakat terhadap integritas lembaga presiden.Â
Oleh karena itu, sangat penting bahwa segala upaya untuk meredakan ketegangan politik melalui pertemuan semacam ini harus dilakukan secara transparan dan jujur, serta harus mematuhi prinsip-prinsip demokrasi yang sehat, termasuk netralitas lembaga-lembaga negara.
Pada akhirnya, efektivitas upaya seperti ini dalam menciptakan suasana politik yang lebih adem tergantung pada sejauh mana peserta bersedia untuk bekerja sama dan mencapai kesepakatan, serta pada bagaimana masyarakat dan pemimpin politik mengawasi dan menilai pelaksanaan upaya tersebut.