Mohon tunggu...
Sukarja
Sukarja Mohon Tunggu... Desainer - Pemulung Kata

Pemulung kata-kata. Pernah bekerja di Kelompok Kompas Gramedia (1 Nov 2000 - 31 Okt 2014)

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Prabowo Subianto dan Jokowi: Dua Ambisi Kekuatan Menuju Pilpres 2024

1 November 2023   10:49 Diperbarui: 6 Februari 2024   20:32 735
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Ilustrasi Prabowo-Jokowi/MediaIndonesia.com

Prabowo Subianto adalah salah satu tokoh politik terkemuka di negeri ini yang telah lama mengincar kursi presiden. Bahkan, seiring berjalannya waktu dan usia yang tak lagi muda, semangat dan ambisinya untuk mencapai posisi tertinggi di dalam negara kita ini tetap membara.

Meski telah mencalonkan diri dalam beberapa pemilihan presiden sebelumnya dan mengalami kekalahan, Prabowo tidak pernah menyerah. Ia terus mempertahankan hasratnya untuk bisa memimpin Indonesia. Kekalahan-kekalahan sebelumnya tidak menghentikannya, melainkan justru semakin memperkuat tekadnya.

Ambisi Prabowo untuk menjadi presiden dapat dilihat sebagai cerminan dari tekad dan dedikasinya terhadap dunia politik. Ia telah menempuh perjalanan panjang dalam karier politiknya, dari militer hingga menjadi pemimpin partai politik dan calon presiden. Meski telah mengalami banyak kritik dan kontroversi, Prabowo tetap berusaha untuk mengubah nasibnya.

Salah satu faktor yang mendorong Prabowo untuk terus berjuang adalah cintanya pada negara dan rakyat Indonesia. Ia percaya bahwa dirinya memiliki visi dan rencana yang dapat membawa Indonesia menjadi negara yang lebih maju dan sejahtera. Ambisinya menjadi presiden dipicu oleh keyakinan bahwa dia adalah sosok yang dapat mewujudkan perubahan positif di Indonesia.

Tentu saja, usia dan fisik Prabowo tidak lagi sekuat ketika ia masih muda. Namun, semangat dan dedikasinya untuk mencapai tujuannya tidak pernah pudar. 

Ia terus bekerja keras, melakukan perjalanan lintas pulau, bertemu dengan berbagai kalangan masyarakat, dan berbicara tentang visinya untuk Indonesia.

Meskipun Prabowo telah mencalonkan diri beberapa kali dan mengalami kekalahan, ia tidak pernah kehilangan semangat. Ia adalah contoh nyata dari tekad yang kuat dan tekun dalam mencapai tujuan politiknya. Bagi banyak pendukungnya, Prabowo adalah pahlawan yang pantang menyerah.

Meski Prabowo Subianto masih memiliki banyak penggemar, ia juga memiliki kritikus yang skeptis terhadap ambisinya. Mereka menganggapnya sebagai sosok yang terlalu ambisius dan mendambakan kekuasaan. Namun, dalam politik, ambisi adalah hal yang umum, dan setiap pemimpin politik memiliki impian untuk membawa perubahan.

Dalam perjalanan panjangnya menuju kursi presiden, Prabowo Subianto telah menjalani banyak ujian dan tantangan. Ambisinya yang masih terus membara adalah cerminan dari tekadnya untuk mencapai tujuannya. 

Bagi sebagian orang, dia adalah sosok yang patut dihormati, karena dedikasi dan semangatnya yang tidak pernah padam. Bagi yang lain, dia mungkin dianggap sebagai sosok yang terlalu ambisius. 

Tetapi satu hal yang pasti, Prabowo Subianto akan terus memburu impian politiknya dengan tekun dan semangat yang tidak tergoyahkan sedikit pun.

"Ada yang mengatakan, 'Pak Prabowo sudah berubah ya sekarang, sudah banyak bercandanya, sudah enggak galak lagi kaya dulu'. Namanya sudah dua kali kalah, ya gitu," kata Prabowo di hadapan elite partai politik anggota Koalisi Indonesia Maju di acara deklarasi dukungan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di Jakarta, seperti dilansir Kompas.com (24/10/2023).

Menurut Prabowo, pengalaman hidup telah memberinya banyak pelajaran. Terkadang seseorang memang harus menghadapi cobaan berupa kegagalan. Justru, jika terus menerus mendulang keberhasilan, kata Prabowo, seseorang bisa terlena dan menjadi angkuh. 

"Terlalu banyak keberhasilan juga kurang begitu baik, membuat orang kadang-kadang, istilah bahasa Jawa-nya, kemlinthi," ucap Prabowo. 

Meski gagal di dua kali pemilu presiden, Prabowo mengaku tak menyerah. Oleh karenanya, ia kini kembali bertekad maju sebagai capres Pemilu 2024. 

"Saya tidak pernah mau putus asa, saya belajar, tapi selalu fokus saya adalah pengabdian kepada bangsa dan rakyat Indonesia," katanya.


Faktanya, Prabowo masih terus berambisi untuk bisa menduduki kursi kepresidenan. Dan, apa yang dilakukan untuk konstelasi menuju Pilpres 2024 ini, strateginya kini sangat berbeda dari dua kekalahan dalam Pilpres sebelumnya. 

Di Pilpres 2024 ini, Prabowo tidak lagi menggunakan pakem-pakem politik yang sudah menjadi tradisi Pilpres, seperti mencari pasangan dari ketua umum partai, pengusaha, teknokrat, atau bakal cawapres yang mewakili umat, seperti Nahdliyin atau dari unsur Muhammadiyah.

prabowo-gibran-6541ca08ee794a420573b794.jpg
prabowo-gibran-6541ca08ee794a420573b794.jpg

Foto Ilustrasi Prabowo dan Gibran/sumber:Liputan6.com, kreasi: Sukarja

Di Pilpres 2024 ini, Prabowo justru menggandeng seseorang yang masih muda, berusia di bawah 40 tahun. Dia adalah  Gibran Rakabuming Raka, anak sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ya, Prabowo memilih Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal cawapresnya. Gibran yang baru menjabat Walikota Solo selama dua tahun ini, memang secara aturan belum bisa dicalonkan sebagai bakal cawapres. 

Akibatnya, secara dadakan pula dibuatlah aturan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) agar Gibran dapat memenuhi persyaratan pencalonan sebagai bakal cawapres Prabowo Subianto. 

Tentu saja, upaya MK ini mengundang kontroversi, terlebih lagi melibatkan Ketua MK Anwar Usman, yang tidak lain adalah paman Gibran sendiri. 

Para Hakim MK pun akhirnya mendapat perlawanan rakyat, dengan membawanya ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang dipimpin oleh mantan Ketua MK Profesor Jimmly Assidique.

Tidak sedikit pula masyarakat yang mendesak Anwar Usman untuk mundur dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi sekaligus hakim konstitusi buntut dikabulkannya uji materi syarat calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang termaktub dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. 

"Anwar Usman untuk mundur sebagai Ketua MK dan Hakim Konstitusi. Kepemimpinannya justru menjadikan MK menjelma sebagai lembaga yang tidak independen, dan cenderung menjadi pendukung dari pemerintah dan/atau DPR," kata peneliti PSHK, Violla Reininda, kepada Kompas.com (18/10/2023). 

Nada sinis pun tak pelak lagi ditujukan ke arah Presiden Jokowi, yang dianggap begitu mendukung anak sulungnya bisa mendampingi Prabowo Subianto. 

Bahkan, hal ini juga akhirnya dikaitkan juga dengan isu-isu bahwa Presiden Jokowi ditengarai pernah meminta perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode.

Perhelatan politik menuju Pilpres 2024 yang tadinya diharapkan bisa 'adem-ayem' justru menjadi semakin memanas dan penuh prasangka-prasangka yang tidak lagi membuat suasan makin kondusif.

Pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto dalam Pilpres 2024 adalah sebuah representasi dari fenomena yang lebih luas dalam politik Indonesia, yaitu munculnya "politik dinasti." 

Politik dinasti merujuk pada praktik di mana anggota keluarga pejabat politik yang berpengaruh mencalonkan diri atau menduduki jabatan politik dengan berdasarkan hubungan keluarga. 

Dalam hal ini, Gibran adalah anak dari Presiden Jokowi, yang saat itu menjabat sebagai presiden.

Ambisi politik yang muncul dalam politik dinasti seringkali menghadapi kritik dan kontroversi. Kritik ini berasal dari dua perspektif yang berbeda. 

Pertama, dari segi positif, ada yang berpendapat bahwa calon-calon seperti Gibran, yang memiliki akses ke sumber daya politik dan dukungan keluarga yang kuat, dapat membawa pengalaman dan pemahaman yang unik ke dalam politik. Namun, ada pula yang berpendapat bahwa praktik politik dinasti dapat merusak integritas politik, mempersempit peluang bagi kandidat lain yang tidak memiliki latar belakang politik yang sama, dan berpotensi menciptakan monopoli kekuasaan dalam keluarga tertentu.

Dalam kasus konkret ini, pencalonan Gibran mencerminkan ambisi politik yang kuat dan keinginan untuk mempertahankan posisi politik yang berpengaruh. Jokowi mungkin ingin memastikan bahwa kebijakan-kebijakan dan program-program yang ia nilai penting akan terus diteruskan dengan pencalonan putranya. 

Di sisi lain, ambisi Prabowo untuk mencapai jabatan presiden dapat menciptakan aliansi yang tidak biasa dalam politik, di mana dua keluarga politik yang berbeda bergabung dalam satu tiket pemilihan.

Namun, ambisi politik ini juga menghadapi tantangan besar, terutama dalam hal menjaga integritas politik dan mendapatkan dukungan masyarakat. 

Pemilih akan mempertimbangkan apakah pencalonan Gibran adalah hasil dari prestasi dan kemampuannya sebagai individu atau apakah itu hanya merupakan contoh politik dinasti yang menguntungkan keluarga tertentu. 

Ambisi politik yang melibatkan hubungan keluarga sering kali menjadi subjek perdebatan sengit dan beragam pandangan.

Dalam demokrasi, kepentingan masyarakat harus selalu ditempatkan di atas kepentingan individu atau keluarga. Oleh karena itu, pemilih memiliki tanggung jawab untuk mengevaluasi calon-calon berdasarkan kapabilitas, visi, dan komitmen mereka terhadap masyarakat dan negara. 

Bagaimanapun, politik dinasti atau ambisi politik yang kuat adalah fenomena yang dapat memiliki dampak signifikan pada dinamika politik suatu negara, dan masyarakat perlu mengikuti perkembangannya dengan cermat dan kritis.

Bagaimana, Bro! Ambisi itu boleh-boleh saja asal tetap waras!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun