Mohon tunggu...
Sukarja
Sukarja Mohon Tunggu... Desainer - Pemulung Kata

Pemulung kata-kata. Pernah bekerja di Kelompok Kompas Gramedia (1 Nov 2000 - 31 Okt 2014)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Fadli Zon, Antara Propaganda dan Kecintaannya pada Rusia!

10 Februari 2019   15:56 Diperbarui: 24 Februari 2019   05:07 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebenarnya, saya agak geli ketika mendengar Wakil Ketua DPR RI yang juga Wakil Ketua Partai Gerindra Fadli Zon menyampaikan permintaan maaf kepada Kedutaan Besar Rusia atas apa yang diucapkan Presiden Inkumben Jokowi mengenai istilah Propaganda Rusia.

Apalagi, permintaan maaf itu kesannya justru melecehkan Jokowi. Kalaulah memang Jokowi sebagai calon Presiden dianggap salah dengan ucapannya, bukankah yang patut menyampaikan maaf itu adalah pihak dari Tim Pemenangan Nasional Jokowi-Ma'ruf. 

Atau, jika kapasitasnya sebagai Presiden, maka hal itu bisa dilakukan oleh Kementerian Luar Negeri misalnya.

Soal apa yang dikatakan Jokowi beberapa waktu lalu ketika lawatan kampanyenya di Jawa Tengah dan Jawa Timur, sepertinya juga tidak pantas disebut sebagai sesuatu yang grasak-grusuk atau sekonyong-konyong, apalagi tanpa data. 

Seperti diketahui, Jokowi mengungkapkan atas berbagai kebohongan, hoax, atau bahkan yang menjurus fitnah yang selama kurang lebih 4 tahun ini ditujukan kepada diri dan pemerintahannya. 

Apa yang selama ini seringkali dilontarkan politikus yang berseberangan dengan Pemerintahannya, acapkali memang tanpa disertai data yang valid, sehingga terkesan asal bunyi (asbun). 

Apa yang dilakukan itu sebagai upaya mendelegitimasi Pemerintah, atau sama artinya dengan menutup mata atas segala prestasi atau capaian yang pernah dibuat Jokowi.

Jokowi menyebutkan istilah tersebut sebagai Propaganda Rusia atau operasi semburan fitnah (firehose of falsehood). Istilah Propaganda Rusia hanya merupakan terminologi dari sebuah artikel ada di Rand Corporation.

Jokowi menegaskan, apa yang dia sebut itu adalah apa yang dia baca dari artikel di Rand Corporation. Dalam tulisan itu dia menjelaskan soal propaganda yang dilakukan dengan cara menyebarkan kebohongan dan juga pesimisme.

Mendengar ungkapan  Jokowi tersebut, pihak Kedubes Rusia di Jakarta mengajukan keberatannya, dan meminta istilah 'Propaganda Rusia' tak lagi digunakan dalam kontestasi politik di Indonesia. Pihak Rusia pun menganggap, istilah 'Propaganda Rusia' adalah fitnah yang dibuat-buat oleh Amerika Serikat.

Terlepas soal ada atau tidaknya 'Propaganda Rusia', istilah tersebut sepertinya sudah akrab di telinga politisi yang bertarung di Pilpres 2019 ini. Bahkan katanya propaganda itulah yang juga disebut-sebut digunakan Donald Trump untuk mengalahkan Hillary Clinton di Pilpres 2016 lalu.

Lebih jauh lagi, menurut Ketua Tim Cakra 19 Andi Widjajanto, istilah Propaganda Rusia mengarah kepada modus operandi yang digunakan Rusia antara tahun 2012-2017 dalam krisis Crimea, konflik Ukraina, dan perang sipil di Suriah. 

Andi yang juga ahli di bidang pertahanan dan intelijen ini tentu tidak sembarang memberikan  pendapatnya.

"Di Rusia, modus operandi ini sudah muncul di dekade 1870-an melalui gerakan Narodniki. Gerakan ini dulu dilakukan untuk menjatuhkan Czar Rusia dengan cara terus-menerus memunculkan isu-isu negatif," ujar Andi, seperti dikutip di laman Kompas.com

Entah terkait atau tidak, kebetulan orang yang paling memahami dan mengerti lebih banyak soal negara berjuluk 'Beruang Merah' itu justru berada di kubu oposisi. Dialah Fadli Zon, orang terdekat Prabowo Subianto, yang juga perintis dan pendiri Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).

Antara Fadli Zon dan Prabowo sudah lama saling kenal. Setidaknya, menurut pengakuannya, Fadli mengenal Prabowo ketika masih berpangkat Kolonel, dimana Prabowo saat itu sebagai Komandan Grup 3 Kopassus di Batujajar, Bandung.

Sedangkan Fadli sendiri yang ketika itu masih berstatus mahasiswa Universitas Indonesia (UI) Program Studi Sastra Rusia. Keduanya sering bertemu dan berdiskusi mengenai  berbagai hal. Oleh karena itu,  kedekatan keduanya tidak bisa dipisahkan sama sekali, sampai saat ini.

Kecintaan Fadli Zon kepada Rusia juga tak bisa dibilang kecil. Kalau dia bisa menyampaikan permintaan maaf kepada pihak Kedubes Rusia dengan bahasa Rusia, karena memang Fadli mengambil S1-nya di Sastra Rusia UI (angkatan 1991).

Diakui, Fadli Zon bisa dibilang sebagai sosok yang cerdas. Fadli mendapatkan kesempatan dalam pertukaran pelajar, sehingga kelas 3 SMA ia tamatkan di Harlandale High School, San Antonio, Texas, AS tahun 1990. Ketika kembali ke Tanah Air, Dia mengambil jurusan Sastra Rusia UI, karena semasa di Amerika, Fadli suka sekali membaca novel-novel karya para penulis Rusia, seperti Dostoyevsky, Gogol, atau Turgenev.

Dengan kata lain, di masa remajanya, Fadli lebih banyak mengenal  Amerika Serikat dan juga Rusia, seperti juga Prabowo yang banyak menghabiskan masa kecilnya di luar negeri, karena bapaknya Sumitro Djojohadikusumo dalam kejaran TNI sewaktu terjadinya pemberontakan PRRI/Permesta.

Saya tak bisa menjawab jika ditanya, seberapa besar kecintaan Fadli Zon  kepada bangsa dan negara Rusia. Atau apakah rasa cintanya pada Rusia itu melebihi rasa cintanya kepada Indonesia. Entahlah! Hanya Tuhan yang Maha tahu, atau mungkin Anda juga punya cara menilainya sendiri.

Bagi saya dan juga mungkin Anda, Fadli memang begitu mengenal, memahami, bahkan sampai mencintai Rusia. Fadli tak sungkan-sungkan menyatakan melalui akun twitternya  Indonesia butuh pemimpin seperti Presiden Rusia Vladimir Putin. 

Pernyataan Wakil Ketua DPR RI ini tentu saja bukan pernyataan biasa, dan  kalau dilihat dari sisi orang Timur, begitu melecehkan Presidennya sendiri.

Dan, kita bisa saja mengatakan Fadli Zon tidak mencontoh sosok Bung Hatta, yang juga berasal dari Minangkabau seperti dirinya. Meskipun berbeda pendapat dengan Bung Karno, Bung Hatta selalu menghormati Bung Karno. 

Bahkan, ketika Bung Hatta berkunjung ke Amerika Serikat dan mendapati Bung Karno diberondong dengan  cemooh dan hinaan, Bung Hatta tegas membela, 

"Baik buruknya Bung Karno, beliau adalah Presiden saya!"

Jokowi mengatakan cara-cara sistematis yang dilakukan oposisi untuk menyerangnya selama ini identik dengan cara yang diistilahkan sebagai Propaganda Rusia. Pihak Rusia mengatakan semua itu adalah fitnah Amerika Serikat. 

Di sisi lain,  ada temuan bahwa Rusia pernah menggunakan cara seperti itu. Bukankah Nazi Jerman juga pernah mempunyai ahli propaganda Joseph Goebbels, yang dikenal dengan kebohongan-kebohongannya. 

Begitu juga, di Indonesia ada sosok Fadli Zon yang begitu memahami Rusia, dan kebetulan saat ini tengah menghadapi Jokowi. Nah, silahkan Anda sendiri yang bisa memberikan kesimpulannya.

Terima kasih dan salam.

sumber:

1. Kompas.com (06/02/2019): "Ketua Tim Cakra 19 Jelaskan soal Propaganda Rusia yang Dimaksud Jokowi"
2. Viva.co.id (19/01/2015) : "Fadli Zon, Akademisi Cerdas Pecinta Budaya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun