Mohon tunggu...
Syakirah purnamasari Ridha
Syakirah purnamasari Ridha Mohon Tunggu... Mahasiswa - hallow

just a human

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Friendzone atau Di-ghosting?

14 Maret 2021   21:14 Diperbarui: 14 Maret 2021   21:54 4644
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi anak remaja zaman sekarang kata 'friendzone' dan 'dighosting' itu kata yang tidak asing di telinga mereka. Mungkin banyak yang pernah merasakan hal seperti itu atau sedang merasakannya?

Friendzone? Dari katanya saja kita bisa tau bahwa friendzone terjebak dalam suatu zona pertemanan antara cowo dan cewe yang sudah berteman sejak lama, ya secara nggak langsung friendzone ini menekankan bahwa hubungan seseorang dengan temannya hanya sekedar teman tidak lebih, apalagi melibatkan perasaan.

Siapa sih yang nggak pernah merasakannya, pasti rata-rata remaja zaman sekarang pernah merasakannya, ya siapa sih yang tidak tertarik dengan lawan jenis ketika sudah nyaman satu sama lain? Karena kan memang banyak yang bilang "nggak ada namanya benar-benar sahabat untuk lawan jenis. Karena pasti ada salah satunya yang menyimpan rasa".

Nggak heran sih jika muncul istilah kata 'terjebak friendzone' ketika seseorang nggak bisa mengekspresikan perasaannya kepada teman terdekatnya. 

Mungkin kalau keduanya memiliki perasaan yang sama bisa saja dengan tekad yang kuat memberi tahu isi hatinya kepada temannya yakin sih 80% bakal berhasil mungkin resikonya hanya sebatas canggung satu sama lain. 

Namun kalau hanya salah satunya bagaimana? Jangan ditanya rasanya, pasti sakit dan nggak enak di hati. Menyimpan perasaan sendiri itu lebih sakit, apalagi terhadap sahabat sendiri. Perasaannya bertepuk sebelah tangan. Mau ngungkapin perasaan juga harus siap sama konsekuensinya. Maka dari itu, sebagian dari mereka yang terjebak friendzone memilih diam demi masih bisa bertahan bersama sahabatnya.

Punya perasaan itu nggak salah, kalau emang udah nyaman dan beneran suka banget nggak masalah, tapi mending teliti dulu dia suka balik atau nggak. 

Jujur boleh, tapi hati-hati perlu. Nggak dikit orang yang sahabatan atau berteman dengan lawan jenis menjauh dan renggang karena salah satunya menyimpan perasaan. 

Mungkin salah satu jalannya adalah ikhlas, walaupun kita bukan pengisi hatinya, tapi kita bisa jadi pengisi harinya yang lelah, harinya yang bahagia. Yakin deh, walaupun terkena friendzone, tapi kita ikhlas. Kita bakalan dapet perasaan yang tulus juga. Layaknya perasaan tulus ke orang yang disuka.

Di ghosting? Mungkin banyak juga yang pernah ngalamin atau sedang ngalamin. Nggak jarang sih dalam suatu hubungan yang sudah mempunyai komitmen mengakhiri hubungan dengan memutus komunikasi satu sama lain.

Dalam hubungan itu komunikasi sangatlah penting, kalau misal udah stuck di satu titik coba inget flashback masa lalu, ko bisa punya hubungan sampai sejauh ini. 

Kabar itu penting, walau setidaknya sebelum sibuk atau ngilang memberi kabar. Terutama yang sedang LDR, biar meminimalisir agar tidak terjadi pertengkaran karena salah paham. Privasi boleh. Tapi, jangan semua diprivasiin sampai jadi tertutup. Terbuka boleh. Tapi, jangan terlalu terbuka apalagi kalau belum sah.

Sebenarnya bagi orang yang pernah di ghosting, bukan rasa sakit yang dirasa. Justru, rasa khawatir yang timbul dan rasa khawatir itu yang bisa bikin pikiran jadi negatif thinking. Timbul pikiran-pikiran seperti dia kemana ya?, apa ada yang baru?, apa dia selingkuh?, apa ada yang bikin dia nyaman selain aku?, aku salah apa?.

Di ghosting itu bikin menerka-nerka apa yang salah dari dirinya dan bisa sangat mengaruh kesehatan mental, karena kalau di ghosting itu udah kaya merasa nggak bisa buat di jadiin apa-apa, jadi pacar nggak pantes jadi temen juga nggak pantes jadi ngaruh kepemikiran dan selalu ngerasa nggak pantes buat siapa-siapa. 

Di ghosting itu harus punya banyak pikiran positif, kalau tidak ya bisa bikin mental down. Gampang mikir aneh-aneh. Berunjung bertengkar salah paham lalu berakhir begitu saja.

Tapi kalau udah di ghosting, dianya ketahuan online, ketauan sering buka hp, sering hangout. Itu di pertanyakan kembali 'niat apa nggak menjalin suatu hubungan' . 

Namun jika di ghostingnya sudah keterlaluan mungkin lebih baik mengakhiri hubungan tersebut apalagi jika sekalinya saling mengirim pesan dan berunjung berantem lalu di ghosting lagi, itu jatohnya bisa ke toxic juga. 

Orang yang biasa meng-ghosting pasangannya bakal jadi kebiasaan ngegoshting orang lain, begitu pula dengan yang di ghosting jadi gampang minder dan nggak percaya diri lagi jika ada orang yang ngedeketin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun