Mohon tunggu...
SYAKIRA BRILIAN
SYAKIRA BRILIAN Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang mahasiswa sarjana strata satu yang tertarik dengan isu isu kontemporer, sejarah dan hukum.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Melihat Pulau Rempang Lebih dekat

22 Juni 2024   19:00 Diperbarui: 22 Juni 2024   19:24 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

3. menyerahkan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dengan hak-

pakai sesuai dengan ketentuan-ketentuan Pasal 41 sampai dengan Pasal 43 

Undang-undang Pokok Agraria ;

4. Menerima uang pemasukan/ganti rugi dan uang wajib tahunan

Jika sesuai dengan pasal 3 UUPA, maka MHA tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Maka dari itu penulis menyimpulkan bahwa memang betul BP Batam lebih berhak untuk mengatur dan mengelola pulau rempang.

Lalu apa yang menjadi pokok permasalahan dari kasus Rempang Eco City? Relokasi Masyarakat Pulau Rempang yang terburu buru membuat masyarakat dapat kehilangan tanah adat dan kehilangan jati diri mereka. Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, masyarakat Pulau Rempang sendiri memiliki sejarah yang panjang serta kebudayaan yang kental. Jika relokasi terjadi maka kampung-kampung yang terbentuk secara organik akan hilang. Kita tahu betul bahwa Indonesia memiliki kekayaan tidak hanya berupa kekayaan alam tetapi juga kekayaan budaya. kemudian karena ramainya kasus Pulau Rempang ini baik di media sosial seperti pada media berita atau video tiktok dengan narasi ketidakadilan pada 2023 lalu, banyak komunitas dan rakyat yang bersuara membantu masyarakat Pulau Rempang. Yang kemudian membuat presiden turun tangan dengan mengadakan rapat internal dan memanggil beberapa menteri, seperti : Menteri Lingkungan hIdup, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, menteri Investasi/ kepala Bkpm, serta menteri keuangan untuk mendiskusikan kasus Pulau Rempang. Setelahnya, pemerintah tidak jadi melakukan penggusuran warga setempat ataupun melakukan relokasi, yang mana hanya melakukan pergeseran. Dimana dari 17.000 hektar menjadi 7.000 hektar s/d 8.000 hektar, yang kemudian difokuskan pada 2.300 hektar di awal untuk pembangunan Rempang Eco City.  

Selanjutnya, masyarakat diberi kesempatan untuk berpindah tempat ke kampung rempang lainnya yang telah dibangun oleh pemerintah dengan lebih tertata. 300 kepala keluarga dari 900 kepala keluarga sudah bersedia dan tiap kepala keluarga akan disediakan rumah tipe 45, namun apabila rumah sebelumnya lebih besar maka akan mendapat uang tunai. Sembari menunggu pembangunan rumah, tiap orang nya akan diberikan uang sebesar 1.200.000 yang mana jika satu kepala keluarga terdapat 6 orang maka akan mendapat 7.800.000. Akan tetapi, walau keputusan ini terlihat sebagai good deal, ada beberapa hal yang tetap menjadi pertimbangan bahwa kasus ini hanya ditutup dengan hal yang terlihat bagus 

Namun, jika kita melihat sisi lain dari kasus ini maka kita dapat melihat bahwa Rempang Eco city ini memberi dukungan dalam ekonomi berkelanjutan yang mana jika di eksekusi sebagaimana yang telah direncanakan maka akan berdampak bagus kepada rakyat pulau rempang itu sendiri. Tak hanya itu, Rempang Eco City juga dapat menjadi model inspiratif bagi kota kota lainnya. Kebijakannya juga memberikan banyak dampak positif, seperti lapangan pekerjaan yang luas, terdorongnya UMKM untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan serta juga akan mengubah infrastruktur dan kualitas di wilayah pulau rempang. 

Terlepas dari pro dan kontranya permasalahan Rempang Eco City, ada beberapa hal yang tetap menjadi pertimbangan bahwa kasus ini hanya ditutup dengan hal yang terlihat bagus saja. Yang pertama adalah tidak diberikannya SHM ( Surat Hak milik) dari rumah baru yang telah diberikan nantinya pada awal perpindahan. BP Batam beralasan bahwa rumah yang dibangun menggunakan anggaran BP Batam, maka harus dihibahkan terlebih dahulu. Perlu diketahui bahwa masyarakat Rempang tidak memiliki hak yang cukup kuat sebelumnya dikarenakan tidak adanya sertifikat tanah karena wilayah penduduk Rempang sebelumnya adalah kawasan hutan dibawah Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Kemudian yang kedua adalah pergeseran bukanlah solusi yang tepat untuk masyarakat hukum adat Pulau Rempang. Dipertahankannya wilayah Pulau Rempang adalah karena adanya kampung adat yang telah terbentuk jauh sebelum Indonesia merdeka. Sebab itulah perpindahan warga Pulau Rempang ke kampung yang lebih tertata adalah penghancuran budaya dan penghilangan jejak sejarah yang sangat berat bagi penduduk pulau rempang.

Referensi

Sulaiman. Adli, Muhammad. Mansur, Teuku M. (2019). KETIDAKTERATURAN HUKUM PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DI INDONESIA. Law Reform, Volume 15 (1), 12-22.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun