Mohon tunggu...
Syaira Alifia Athalla
Syaira Alifia Athalla Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Padjadjaran 2021

Prodi Ilmu Politik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

SITAB Sebagai Upaya Menutup Celah Rent Seeking Dana Operasional Badan Ad Hoc Studi Kasus: KPU Kabupaten Sumedang

29 Desember 2023   18:49 Diperbarui: 30 Desember 2023   00:13 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendahuluan

         Sistem Informasi Pertanggungjawaban Anggaran Badan Ad Hoc (Sitab) merupakan sebuah mekanisme yang dirancang untuk memastikan transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi dalam pengelolaan dana operasional suatu lembaga atau organisasi. Dalam konteks studi ini, kita akan mengeksplorasi peran Sitab sebagai upaya untuk menutup celah rent seeking dalam pengelolaan dana operasional Badan Ad Hoc, dengan fokus pada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Sumedang. Ketika membahas Sitab, kita perlu memahami bahwa sistem ini bukan hanya sekadar serangkaian aturan dan prosedur, tetapi juga sebuah filosofi yang mencerminkan komitmen suatu lembaga untuk menjalankan tugasnya dengan integritas dan efektivitas. Sitab dirancang untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan memastikan bahwa dana yang disediakan untuk operasional lembaga benar-benar digunakan sesuai dengan peruntukannya.

        Rent seeking, sebagai fenomena yang umumnya melibatkan usaha untuk memperoleh keuntungan pribadi melalui manipulasi aturan atau penggunaan kekuasaan, seringkali dapat merugikan suatu lembaga dan masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, implementasi Sitab menjadi sangat penting sebagai langkah preventif dan korektif untuk menanggulangi potensi rent seeking dalam pengelolaan dana operasional Badan Ad Hoc. Studi kasus yang akan kita tinjau adalah KPU Kabupaten Sumedang. KPU memiliki peran yang sangat krusial dalam proses demokrasi, khususnya dalam penyelenggaraan pemilihan umum. Oleh karena itu, dana operasional yang diberikan kepada KPU harus dikelola dengan baik dan transparan demi mendukung integritas penyelenggaraan pemilu.

       Situasi politik dan sosial di Kabupaten Sumedang menimbulkan tantangan tersendiri dalam pengelolaan dana operasional KPU. Dengan adanya rent seeking yang mungkin terjadi, implementasi Sitab menjadi semakin penting sebagai perisai untuk mencegah praktik-praktik yang tidak etis dan merugikan. Dalam pengembangan pembahasan, kita akan meninjau lebih dalam konsep dan prinsip dasar yang menjadi landasan Sitab. Selain itu, akan dijelaskan juga bagaimana implementasi Sitab dapat membantu memitigasi risiko rent seeking dan meningkatkan akuntabilitas dalam pengelolaan dana operasional Badan Ad Hoc. Dalam konteks KPU Kabupaten Sumedang, kita akan mengevaluasi langkah-langkah konkret yang telah diambil untuk menerapkan Sitab, serta dampak yang mungkin telah terjadi. Melalui pemahaman mendalam terhadap sistem pertanggungjawaban dan studi kasus yang konkret, diharapkan kita dapat mengevaluasi sejauh mana Sitab telah berhasil sebagai alat efektif dalam menutup celah rent seeking dalam pengelolaan dana operasional Badan Ad Hoc.

Pembahasan   

         Sistem Informasi Pertanggungjawaban Anggaran Badan Adhoc (Sitab) merujuk pada landasan konsep integrasi data dan informasi yang bertujuan untuk secara holistik mendukung manajemen adhoc. Adapun prinsip dasar Sistem Informasi Pertanggungjawaban Anggaran Badan Adhoc (Sitab) melibatkan transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan keandalan informasi keuangan untuk mendukung pengelolaan anggaran badan adhoc dengan baik. Dalam Sitab tentunya terdapat kendala dikarenakan hal ini merupakan sistem baru dari KPU untuk mempermudah input dana operasional di badan Adhoc setiap bulannya. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Dedi Haryadi, S.E. sebagai Kassubag Keuangan, Umum, dan Logistik KPU Kabupaten Sumedang, dimana beliau mengatakan bahwa,

"Kendala dalam Sitab sendiri terdapat dalam fitur aplikasi tersebut yang masih dari development",

Lalu Bapak Dedi melanjutkan bahwa,

 "Apabila dari sisi SDM yang melakukan penginputan tentunya tidak ada kendala, dimana bisa dilihat dari sisi penyampaian laporan dalam aplikasi tersebut yang sudah berjalan 90%. Hal itu tentunya di dorong dengan KPU yang selalu melaksakan monitoring dan supervisi terhadap badan Adhoc yang mengalami kendala."

          Selain itu, dikatakan juga bahwa "Hal lain yang membuat aplikasi ini berjalan lancar dikarenakan adanya punishment terhadap badan Adhoc yang telat menginput pertanggungjawaban pada aplikasi Sitab, yaitu dengan di hold (di blokir anggaran operasional mereka) sampai dengan mereka selesai untuk menginput pada aplikasi Sitab". Berdasarkan dari wawancara tersebut dapat dikatakan bahwa kendala yang muncul dalam Sistem Informasi Pertanggungjawaban Anggaran Badan Adhoc (Sitab) dapat diidentifikasi pada tahap pengembangan fitur aplikasinya yang masih dalam proses. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat tantangan dan hambatan dalam mengimplementasikan Sitab secara penuh, dengan perluasan dan penyempurnaan fitur aplikasi menjadi aspek kritis yang perlu diperhatikan guna memastikan keberhasilan sistem ini dalam mendukung manajemen bencana secara efektif.

          Selain itu, dari perspektif Sumber Daya Manusia (SDM) yang terlibat dalam proses penginputan data, terlihat bahwa tidak ada hambatan yang signifikan, sebagaimana tercermin dari tingkat keberhasilan penyampaian laporan melalui aplikasi yang telah mencapai tingkat ketercapaian sebesar 90%. Keberhasilan ini dapat diatribusikan kepada ketelitian dan keterampilan para SDM yang terlibat dalam tahap input data. Pentingnya peran mereka dalam memastikan integritas dan akurasi data tidak bisa diabaikan. Tidak hanya itu, keberhasilan tersebut juga didorong oleh keterlibatan proaktif Komisi Pemilihan Umum (KPU), yang secara konsisten melaksanakan tugas monitoring dan supervisi terhadap badan Adhoc yang mungkin menghadapi tantangan atau hambatan. Dukungan aktif dari KPU mencerminkan komitmen untuk memastikan kelancaran dan keefektifan implementasi sistem, serta memberikan solusi atau bantuan segera jika terdapat kendala. Keseluruhan, kolaborasi antara SDM yang terlibat dan pemangku kepentingan, terutama KPU, berperan kunci dalam menjaga performa optimal aplikasi serta meminimalkan risiko kendala yang mungkin muncul dalam proses tersebut.

       Bapak Dedi menegaskan bahwa saat ini belum ada laporan atau indikasi tindak kecurangan yang terjadi dalam Kontestasi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Sumedang. Pernyataan ini mencerminkan komitmen dan integritas KPU dalam menjalankan tugasnya secara transparan dan adil. Keterbukaan dan kejelasan dalam proses pemilihan merupakan prinsip kunci yang menjadi landasan kepercayaan publik terhadap lembaga ini. Lebih lanjut, Bapak Dedi menyoroti pentingnya transparansi dalam mengukur kinerja KPU Kabupaten Sumedang. Salah satu parameter yang dianggap relevan adalah bukti pertanggungjawaban setiap anggaran yang telah dibelanjakan. Proses ini terjadi melalui dokumentasi kegiatan yang kemudian diunggah ke dalam Sistem Informasi Pertanggungjawaban Anggaran Badan Adhoc (Sitab). Dengan demikian, masyarakat dapat mengakses informasi secara mudah dan langsung memeriksa bagaimana dana publik telah digunakan, memastikan akuntabilitas yang tepat dan terbuka.

        Pentingnya transparansi bukan hanya dalam konteks keuangan, tetapi juga dalam seluruh proses pemilihan umum. Transparansi mencakup seluruh spektrum, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pelaporan hasil. Dengan menerapkan prinsip ini, KPU Kabupaten Sumedang membuka jendela untuk partisipasi aktif masyarakat dalam mengawasi dan mengawasi jalannya pemilihan. Dengan kata lain, transparansi bukan hanya sebagai tindakan reaktif terhadap potensi kecurangan, tetapi juga sebagai strategi proaktif untuk membangun kepercayaan publik. Dalam konteks Sitab, penggunaan platform ini untuk mengunggah dokumentasi kegiatan menjadi langkah signifikan dalam mendukung transparansi. Sitab memberikan wadah terpadu untuk menyimpan, mengelola, dan mengakses informasi terkait kegiatan KPU. Ini menciptakan basis data yang dapat diakses secara real-time, memungkinkan pihak berwenang dan masyarakat umum untuk memahami dinamika pemilihan umum secara menyeluruh.

       Selain itu, upaya KPU Kabupaten Sumedang untuk menghubungkan transparansi dengan penggunaan dana publik dalam Sitab menggarisbawahi pentingnya teknologi informasi dalam mendukung tata kelola yang baik. Melalui penerapan teknologi seperti Sitab, KPU dapat memberikan bukti konkret dan dapat diverifikasi terkait alokasi anggaran serta pengelolaan sumber daya dalam penyelenggaraan pemilihan umum. Ketika masyarakat dapat melihat dan memahami setiap langkah dalam proses pemilihan, kepercayaan pada lembaga pemilihan umum dapat ditingkatkan. Oleh karena itu, keseluruhan pernyataan Bapak Dedi menyoroti bukan hanya ketiadaan kecurangan, tetapi juga tanggung jawab dan keterbukaan sebagai elemen utama dalam membangun demokrasi yang kuat dan berdaya tahan.

         Dalam konteks pengembangan aplikasi, terdapat kendala yang patut diperhatikan dan diakui. Salah satu kendala yang dirasakan adalah bahwa aplikasi tersebut masih berada dalam tahap pengembangan. Ini berarti bahwa ketika ada penambahan fitur baru, diperlukan proses sosialisasi ulang kepada pengguna dari badan Adhoc yang bersangkutan. Proses ini dapat menjadi tantangan karena setiap perubahan atau penambahan fitur memerlukan pemahaman dan adaptasi baru dari pengguna. Penting untuk diakui bahwa tahap pengembangan memang dapat menimbulkan beberapa ketidaknyamanan, terutama terkait dengan perubahan dalam rutinitas pengguna. Proses sosialisasi yang berulang dapat membutuhkan waktu dan upaya ekstra untuk memastikan bahwa setiap anggota badan Adhoc memahami dengan baik fitur baru yang ditambahkan. Oleh karena itu, kesadaran akan adanya tahap pengembangan ini dapat membantu mengelola harapan pengguna dan meningkatkan kolaborasi dalam menerima perubahan. Meskipun begitu, positifnya, perkembangan aplikasi tampaknya berjalan cukup baik dan telah mengalami sejumlah pembaruan. Hal ini menunjukkan komitmen tim pengembang dalam meningkatkan fungsionalitas dan kinerja aplikasi. Keberhasilan ini tentu saja memudahkan pengguna dari badan Adhoc dalam menggunakan aplikasi, karena pembaruan tersebut mungkin mencakup perbaikan bug, peningkatan keamanan, atau peningkatan fungsionalitas yang memudahkan penggunaan. Tingkat pembaruan yang signifikan dalam aplikasi juga dapat diartikan sebagai respons positif terhadap umpan balik pengguna.

        Pengembang yang responsif terhadap kebutuhan dan masukan pengguna menciptakan ekosistem yang sehat dan adaptif. Oleh karena itu, meskipun terdapat kendala dalam tahap pengembangan, hasilnya tampaknya membawa dampak positif bagi pengguna, dengan kemudahan penggunaan yang semakin meningkat. Adanya pembaruan dan peningkatan dalam aplikasi juga menciptakan peluang untuk meningkatkan kualitas layanan. Pengguna yang dapat mengakses fitur-fitur baru atau perbaikan yang dibutuhkan dapat merasakan manfaat langsung dari upaya pengembangan. Oleh karena itu, pembaruan yang terus-menerus mencerminkan dedikasi untuk memberikan pengalaman terbaik kepada pengguna.

Kesimpulan

        Dalam menghadapi kendala sosialisasi fitur baru, penting untuk memastikan bahwa komunikasi antara tim pengembang dan pengguna tetap terbuka dan jelas. Memberikan panduan yang jelas, pelatihan yang memadai, dan mendengarkan umpan balik pengguna dapat membantu meredakan ketidakpastian atau kekhawatiran yang mungkin muncul selama proses perubahan. Sebuah strategi komunikasi yang efektif juga dapat menciptakan hubungan saling percaya antara pengguna dan tim pengembang, memperkuat kemitraan dalam pengembangan dan penerapan aplikasi. Sebagai kesimpulan, meskipun ada kendala yang timbul akibat tahap pengembangan aplikasi, tampaknya upaya pembaruan yang dilakukan telah membawa manfaat positif bagi pengguna. Proses sosialisasi fitur baru tetap menjadi bagian integral dari pengelolaan perubahan, tetapi dengan kesadaran akan tahap pengembangan dan komunikasi yang efektif, aplikasi ini dapat terus meningkatkan dan memenuhi kebutuhan badan Adhoc dengan lebih baik. Dengan perkembangan yang terus berlanjut, dapat diharapkan bahwa aplikasi akan menjadi lebih tangguh, inovatif, dan responsif terhadap kebutuhan penggunanya di masa depan.

DAFTAR PUSTAKA

Mirza, F. R. (2019). UPAYA HUKUM BAGI PIHAK YANG MENOLAK PUTUSAN ARBITRASE AD-HOC. Jurnal Solusi, 17(3).

Triwijaya, A. F. (2020). Dual Mediation : Penyelesaian Perkara Lingkungan Hidup yang Melibatkan Korporasi Sebagai Pelaku Melalui Pendekatan Restorative Justice. Jurnal Magister Hukum Udayana, 9(2).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun