Mohon tunggu...
Syaira Alifia Athalla
Syaira Alifia Athalla Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Padjadjaran 2021

Prodi Ilmu Politik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Relevansi Parliamentary Threshold Dalam Partai Politik dan Sistem Kepartaian Di Indonesia Studi Kasus: PDIP Tolak Ukur Tingkatan Parliamentary Threshold

26 April 2023   16:49 Diperbarui: 26 April 2023   16:56 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PENDAHULUAN 

Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis berjalannya kebijakan parliamentary threshold dalam sistem kepartaian di Indonesia. Selain itu, tulisan ini akan membahas berdasarkan sejarah sistem kepartaian di Indonesia yang terus berkembang mengikuti perubahan seiring dengan perubahan zaman. Serta membahas terkait kekurangan dan kelebihan sistem kepartaian di Indonesia yang akan di analisis dengan studi kasus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Secara garis besar tulisan ini akan berisis analisis mengenai fakta yang terjadi dalam sistem perpolitikan di Indonesia untuk menilai relevansi parliamentary threshold dalam partai politik dan sistem kepartaian di Indonesia. 

Partai politik sendiri memiliki fungsi penting dalam penyelenggaraan demokrasi di suatu negara, partai politik memiliki tanggung jawab untuk menjadi sarana komunikasi politik untuk menjadi penampung dan penyalur aspirasi rakyat, partai politik juga memiliki peran dalam sosisalisasi politik untuk mengedukasi dan mempengaruhi masyarakat dalam membuat keputusan politik, partai juga bertanggung jawab dalam melakukan rekrutmen politik atau mencari dan mengajak orang-orang berbakat untuk aktif dan turut serta dalam politik pemeintahan, partai juga berfungsi untuk dapat menjadi sarana pengatur konflik secara damai dan menjadi penengah yang bersifat netral, adapun yang terakhir partai memiliki tanggung jawab untuk dapat menjadi sarana artikulasi dan agregasi kepentingan rakyat.

Pasca reformasi 1998 perubahan dalam mekanisme politik Indonesia sangatlah banyak, dengan usaha untuk dapat memperbaiki tatanan demokrasi dengan mengedepankan dan menjunjung tinggi kebebasan masyarakat, kebebasan pers, serta hak asasi manusia (HAM) setelah 32 tahun lamanya dibatasi oleh rezim yang berkuasa. Oleh karena itu, rakyat dengan berbondong-bondong berusaha untuk membentuk kelompok yang dirasakan dapat mewakili mereka di pemerintahan dari berbagai latar belakang yang kemudian menimbulkan sistem kepartaian multipartai.  Pada dasarnya, sistem multi partai di Indonesia sudah ada sejak tahun 1955, pemilu yang pertama kali dilakukan dengan cap pemilu paling demokratis sepanjang sejarah Indonesia.

Namun, "kehebohan" masyarakat ini nyatanya perlu dipertimbangkan kembali karena dikhawatirkan akan berimbas pada kesulitan untuk dapat menerapkan tata kelola pemerintahan yang baik dan mempertahankan stabilitas negara yang menganut sistem presidensil sehingga berimbas pada kesulitan  untuk dapat memperoleh dukungan yang stabil dari parlemen. Selain itu, waktu yang lebih panjang dalam membuat kebijakan akan lebih sulit. Dengan demikian, pemerintah mengambil langkah untuk dapat mengusahakan adanya "penyederhanaan" sehingga memilih parliamentary threshold sebagai sistem kepartaian untuk menjadi alternatif akan meminimalisir permasalahan yang terjadi serta untuk memaksimalkan perwakilan suara rakyat di parlemen.

Parliementary Threshold sendiri dapat dipahami sebagai ambang batas perolehan suara partai politik untuk bisa masuk ke parlemen dengan menjumlah total suara partai politik kemudian dibagi dengan jumlah suara secara nasional. Bagi partai politik yang tidak memenuhi batas tersebur, maka tidak memiliki kesempatan untuk menempatkan calon legislatifnya di parlemen dan suaranya dianggap hangus. Pada tahun 2009 telah ditetapkan bahwa Parliementary Threshold sekiranya sebesar 2,5% kemudian naik di tahun 2014 sebesar 3,5% lalu naik lagi 5% di tahun 2019 sebesar 4%. Keputusan akan pengambilan kebijakan mengenai Parliementary Threshold ini jelas menuai kontroversi, dimana banyak yang merasa bahwa hal ini tidak adil dan tidak sejalan dengan demokrasi karena tidak semua kepentingan rakyat masuk ke parlemen, namun disisi lain hal ini perlu dilakukan untuk memaksimalkan fungsi legislatif dengan meminimalisir jumlah kepentingan yang masuk. 

PEMBAHASAN 

Jika mempertimbangkan kembali penerapan parliamentary threshold maka harus dinilai kelebihan dan kekurangannya. Kelebihan dari sistem ini jelas dapat dilihat dari bagaimana pemerintah memilih untuk mengesahkan kebijakan tersebut. Selain itu, faktanya hingga saat ini tidak ada negara di dunia yang masih menggunakan sistem demokrasi murni karena masyarakat yang berkembang pesat dan berjumlah sangat banyak dan memungkinkan pola pikir yang berbeda-beda pula. Adapun saat ini hal tersebut mustahil untuk dilakukan,  maka dari itu diperlukan sistem perwakilan yang tepat dan dapat bekerja secara efektif serta efisien dikarenakan harus merangkum beragam kepentingan dan kebutuhan publik. Maka dari itu, sistem ini dipilih karena apabila semua kepentingan masuk ke parlemen maka akan sulit untuk dapat mengambil suatu keputusan atau kebijakan. Hal ini yang menjadi kelebihan dari sistem Parliementary Threshold karena negara membutuhkan sistem yang paling efektif dan efisien untuk dapat menjalankan pemerintahan.

Namun, disisi lain kekuarangan dari sistem parliamentary threshold ini juga cukup banyak dan kompleks bahkan lebih meyakinkan dari pada kelebihannya. Selain itu, di Indonesia kepentingan partai politik di parlemen masih sangat mendominasi sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa para politisi atau calon legislatif yang mereka pilih tidak bekerja untuk mereka melainkan bekerja untuk partai. Hal ini merupakan kekhawatiran yang besar bagi masyarakat karena kemungkinan kepentingan rakyat tidak terpenuhi. Di sisi lain, kepentingan konstituen atau kapitalis akan didahulukan karena menguntungkan partai. Kemenangan hanya akan di raih oleh partai-partai besar saja, dan lambat laun partai-partai kecil akan tetap kalah dan tidak mendapatkan kesempatan untuk dapat mewakili rakyat di parlemen. Lalu, hanya segelintir orang yang dapat dikatakan sebagai "itu-itu saja" yang akan menjabat lagi dan minim terjadinya perubahan karena minimnya wajah baru untuk menjabat.

Selain itu, penggunaan parliamentary threshold ini masih bersifat eksperimentatif bahkan keputusan untuk mengesahkan kebijakan ini masih dengan sistem voting, dimana terletak pada ambang batas dalam fraksi partai politik di parlemen akan berusaha untuk terus melanggengkan kekuasaanya termasuk dengan cara meminimalisir lawan politiknya. Selain itu, meskipun telah melalui 3 kali pemilu, namun jumlah kenaikan angka persentase ambang batas atau persenan parliamentary threshold menyesuaikan kepentingan masing-masing fraksi partai politik. Hal ini mendukung lebih banyak lagi keraguan akan sistem parliamentary threshold.  

Menurut saya, kelebihan dan kekurangan dari parliamentary threshold jelas perlu dipertimbangkan, tujuan mengambil kebijakan ini memang sepenuhnya dalam rangka mengoptimalkan fungsi parlemen atau berusaha untuk melaksanakan kepentingan partai politik. Hal ini jelas perlu dibahas dan dievaluasi kembali sehingga dijadikan sebuah kesadaran bagi masyarakat bahwa sistem ini bisa disalahgunakan sehingga perlu dijadikan perhatian utama. Implementasi dari penerapan parliamentary threshold juga perlu diperhatikan karena kemungkinan partai politik yang tidak lolos parliamentary threshold secara nasional cukup besar, namun sebaliknya jika di daerah, partai politik tersebut memperoleh suara cukup signifikan atau bahkan menjadi peraih suara mayoritas. Tentunya, hal ini bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat, hak politik, dan rasionalitas. Dengan sistem multipartai yang memiliki koherensi dengan sistem pemerintahan, sistem perwakilan, dan sistem pemilu yang memberlakukan parliamentary threshold merupakan pilihan yang bertolakbelakang dengan sistem politik saat ini. Meskipun sisi positif dari parliamentary threshold berperan besar bahkan tidak di implementasikan secara maksimal, sehingga masih ada celah untuk dapat mengubah kembali sistem yang ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun