Mohon tunggu...
Syaira Alifia Athalla
Syaira Alifia Athalla Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Padjadjaran 2021

Prodi Ilmu Politik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Studi Kasus Relasi Anggota Dewan dan Konstituen pada Sistem Politik Demokrasi Perwakilan

22 Desember 2022   23:22 Diperbarui: 22 Desember 2022   23:27 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PENDAHULUAN         

Sistem demokrasi perwakilan mengkaji relasi antara anggota dewan dan konstituen. Logika representasi merupakan konsep sentral dalam demokrasi perwakilan dan ikatan yang kuat dalam tata kelola pemerintahan berada pada sistem demokrasi perwakilan yang dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. 

Menurut Abdur Razaki, dkk (dalam Haboddin, 2016) inti dari demokrasi perwakilan terletak dari pola relasi antara konstituen dengan politisi dari anggota parlemen. Kontituen merupakan pemegang mandat, sedangkan anggota dewan dalam bagian legislatif terpilih sebagai wakil yang melaksanakan instruksi tersebut. Anggota merupakan refleksi dari fungsi badan usaha membuat undang-undang dinamakan assembly dimaknai sebutan berkumpul mengkaji permasalahan masyarakat. 

Selain assembly, terdapat nama parliament mengandung unsur 'bicara' sebagai simbol suatu rakyat yang berdaulat. Menurut teori yang berlaku, rakyatlah yang berdaulat; rakyat yang ber- daulat ini mempunyai suatu "kehendak" (yang oleh Rousseau disebut Volonte Generale atau General Will). Keputusan-keputusan yang diambil oleh badan ini merupakan suara yang authentic dari general will itu. Karena itu keputusan-keputusannya, baik yang bersifat kebijakan maupun undang-undang mengikat seluruh masyarakat.

Pola relasi antara konstituen dengan anggota dewan secara konseptual ditinjau secara kritis, relasi tersebut tidak selalu dalam kondisi baik, tetapi terkadang mengalami ketegangan disebabkan tingkah laku anggota dewan tidak sesuai aspirasi konstituennya, seperti laporan dari Asosiasi Parlemen Indonesia (dalam Haboddin, 2016) menjelaskan fenomena yang ditinjau berupa tuntutan masyarakat ke anggota dewan, meskipun pemilu dianggap fair dan menciptakan institusi pemerintahan terlegitimasi. 

Studi terkini mengkaji relasi anggota dewan dengan kontituen semakin menuju pemahaman yang baru sebab terdapat tiga pola relasi, seperti reprensentasi simbolik dimaknai sebagai persamaan agama, budaya, identitas, dan kerabatan yang mencakup kepada representasi parokial. Selain itu, terdapat representasi deskriptif dari pihak anggota parlemen memiliki persamaan jenis kelamin, daerah, profesi, dan komunitas. Representasi substantif berkaitan dengan ideologi, perspektif, maupun organisasi.

Dengan demikian, berbagai argumentasi menyuarakan kehadiran politisi anggota dewan dengan intensitas yang beragam, sedangkan antusiasme rakyat menantikan hasil kinerja anggota dewan dalam penyelesaian permasalahan kenegaraan, maka kinerja anggota dewan membutuhkan dukungan para ahli yang handal dalam suatu bidang, sehingga ekspektasi masyarakat terpenuhi.

PERMASALAHAN

Fungsi komunikator partai politik mengalami perspektif berbeda, seperti partai politik demokratis berimplikasi kepada peran warga negara memperjuangkan kepentingan negara, sedangkan partai di negara otoriter memperjuangkan kehendak penguasa (Budiardjo, 2007). Pola relasi antara konstituen dan anggota dewan mengalami permasalahan konteks seleksi internal awal. Pemilihan umum tidak didasari pengenalan karakter maupun rekam jejak kandidat secara mendalam. 

Para kandidat hanya melakukan pendekatan kepada partai. Hal ini disebabkan calon pihak legislatif didominasi tokoh karbitan atau partonase kepada petinggi partai politik, seperti kursi jabatan hanya milik partai politik untuk mendapatkan kekuasaan. Defisit demokrasi dari terpilihnya anggota dewan memiliki keterkaitan sistematis antar hubungan konstituen yang hanya dibutuhkan ketika proses pemilihan umum. Kualitas demokrasi hanya dimaknai sebagai proses pemilihan anggota dewan yang tidak berkaitan dengan kebijakan publik sebab fokus perhatian hanya memenuhi kepentingan pribadi tanpa memperjuangkan kepentingan masyarakat.

FOKUS PENELITIAN

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun