Oleh : Syaipul Adhar
Buta huruf itu (maaf)jelek. Kusam. Tidak enak dipandang. Itu gambaran wajah mereka, para buruh kasar di perkotaan dan masyarakat terisolir di pedesaan. Mereka, saudara kita yang (terpaksa) jadi warga Negara kelas dua dinegeri ini.
Setiap yang indah akan menjadi kosong dan tidak bermakna tanpa sentuhan Pendidikan. Pendidikan ibarat pena yang melukiskan keindahan. Ibarat ruh dari badan, begitulah peran pendidikan untuk memberi warna dalam keindahan. Ilmu membantu memberikan kesan 'realis' terhadap penginderaan sel otak.
Dalam otak terdapat area yang berperan dalam intelektual dan pemahaman atau interpretasi umum serta pembentukan kata-kata. Area ini disebut area wernick dan brocca. Sehingga, kita bisa berucap 'cantik' dan 'ganteng'.
Pendidikanlah yang membuat benar-benar indah, bukan ilusi. Dengan ilmu, kita bisa melihat dari kacamata berbeda tentang sesuatu. Keindahan menjadi tidak absurb lagi. Walaupun berbeda, keduanya menjadi perekat dalam membentuk persepsi yang terlalu berlebihan terhadap sesuatu. Misalnya, apakah Playboy itu indah? jawaban pasti akan berbeda, (katanya) tergantung darimana anda memandangnya. Yang lucu, kadang yang ilmunya nanggung. Sok jadi pakar dan mengerti persoalan.
Bukankah, kita telah diingatkan " maka bertanyalah kalian kepada orang-orang yang mempunyai pengetahuan jika kalian tidak mengetahuinya" ( QS An-Nahl ).
Sentuhan Pendidikan Dalam Keindahan
Peradaban mempunyai sentuhan tersendiri dalam membangun sebuah maha karya dunia. Sejarah mengukir peradaban menjadi hidup dan lebih indah. Sejarah dan Peradaban mempunyai sentuhan tersendiri.
Sama halnya, Kota dan Desa pun mempunyai sentuhan sendiri. Orang kota terlihat lebih menarik, daripada orang desa. Misalnya, perempuan atau laki-laki kota berpendidikan secara umum jauh lebih menarik daripada perempuan atau laki-laki desa yang mungkin secara alami lebih cantik atau ganteng tapi tidak berpendidikan.
Kota mempunyai sentuhannya sendiri. Pendidikan punya sentuhan sendiri. Sering kali, seseorang yang terlihat cantik dan gagah pada awalnya. Menjadi keliatan berbeda ketika berhadapan pada persoalan yang mengharuskan mereka menggunakan tingkat pendidikan yang mumpuni. Layaknya komunikasi yang terhambat, tulalit adalah istilah yang sering menjadi pengganti kata terhadap permasalahan diatas.
Seketika, daya tarik seseorang menjadi hilang karena kurangnya ilmu. Karena sentuhan pendidikan, yang harusnya biasa. Menjadi luar biasa dan menarik untuk dilihat. Optimisme terpancar dari raut muka mereka. Pengetahuan membuka cakrawala berfikir dan menambah keahlian. Kepercayaan diri terpupuk, digambarkan dengan senyuman yang selalu merekah. Inilah salah satu penjelasan mengapa orang-orang yang berasal dari peradaban maju secara umum lebih menarik ketimbang orang yang berasal dari peradaban yang berbeda. Ada korelasi yang positif antara pendidikan dan keindahan. Sebut saja, Mahmoud Ahmadi Nezhat dan JF Kennedy yang mewakili tokoh muda dijamannya. Berpendidikan tinggi, fenomenal dan berkharisma. Jikalau, mencari ilmu menjadi bagian gaya hidup remaja. Insyaallah, tidak akan ada generasi tong kosong. Meminjam istilah penulis lain, generasi billabong, bila kada bungul gongggong (bahasa banjar; kalau tidak pintar, ya goblok) .
Pendidikan Sebuah Investasi atau Sekedar Gengsi
Bukan bermaksud meniru, ada kalimat yang asik untuk direnungkan. Mau pintar, kok mahal?. Seolah-olah kita dibawa dalam posisi tawar menawar. Berani bayar berapa untuk menjadi pintar. Untuk mengenyam pendidikan, ada cost yang mesti dibayar Setiap warga Negara berhak mendapatkan Pendidikan. Konstitusi, mengatur semua ini.
Di Negara maju saja, Pendidikan Negeri gratis bagi warganya. Kok jadi kita yang jadi liberal?.
Bagi seorang muslim, wajib hukumnya untuk menuntut ilmu. Menuntut ilmu memang butuh pengorbanan waktu. Layaknya Investasi, tentu mengharapkan keuntungan dibelakangnya. Menjadi salah, jika pendidikan dikaitkan dengan untung rugi. Apalagi hanya sekedar lambang status sosial dan gengsi. Kalaupun, harus berhitung.
Kebanyakan nilai salary berdasarkan tingkat pendidikan. Ali Syari'ati, pemikir Iran. Mengungkapkan, yang membuat manusia lebih mulia dan bermartabat ialah pengetahuannya, bukan keturunannya, harta apalagi kedudukannya. Seperti halnya, malaikat tunduk pada nabi Adam. Mari kita mereposisi pandangan yang kerdil tentang Pendidikan. Tidak hanya mengenang tokoh Ki Hajar Dewantara saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H