"Jadi, apa harapanmu untuk tahun baru ini?" tanya Maya tiba-tiba.
Ardi terdiam. Dia menatap buku di tangannya, lalu membuka salah satu halaman yang penuh dengan daftar. "Aku punya banyak harapan, tapi sebagian besar belum tercapai. Sepertinya aku hanya bermimpi tanpa arah."
Maya mengambil buku itu dan membacanya. "Ini bukan sekadar mimpi. Ini adalah peta hidupmu. Kadang, jalan menuju harapan tidak lurus. Tapi kalau terus berusaha, kamu pasti sampai."
Ardi mengernyit. "Kamu membuatnya terdengar mudah."
Maya tersenyum. "Karena aku juga pernah berada di posisimu."
Ardi menatapnya dengan penasaran. "Apa maksudmu?"
"Aku dulu punya mimpi besar menjadi penulis. Tapi selama bertahun-tahun, naskahku selalu ditolak penerbit. Aku hampir menyerah. Tapi di tahun baru ini, aku memutuskan untuk mencoba sekali lagi, dan akhirnya naskahku diterima. Kadang, harapan butuh waktu dan kesabaran."
Cerita Maya membuat Ardi tertegun. Ada sesuatu dalam nada bicaranya yang penuh keyakinan, seperti matahari yang muncul setelah malam panjang.
"Jadi, apa yang harus kulakukan?" tanya Ardi, berharap mendapatkan jawaban.
"Mulailah dari langkah kecil. Pilih satu harapan yang paling penting dan fokuskan usahamu di sana. Jangan terlalu keras pada dirimu sendiri, tapi juga jangan berhenti mencoba," ujar Maya.
Ardi mengangguk pelan. Dia menatap danau yang memantulkan cahaya kembang api, seolah memberi semangat baru.