Mohon tunggu...
Ahmad Syaihu
Ahmad Syaihu Mohon Tunggu... Guru - Guru MTsN 4 Kota Surabaya

Guru yang suka menulis dan berbagi kebaikan lewat tulisan

Selanjutnya

Tutup

Horor

Malam Jumat: Teror Jenazah Hidup di Kamar Kos

15 Agustus 2024   21:31 Diperbarui: 15 Agustus 2024   21:34 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Horor malam Jumat (Sound Cloud)

Pak Saidi, penjaga kos yang terkenal cerewet dan suka bercanda, selalu punya cerita horor setiap malam Jumat. Meski sudah mendengar puluhan kali, para penghuni kos tetap menunggu-nunggu ceritanya, terutama Deni, mahasiswa yang suka menantang nyali.

Malam itu, Pak Saidi datang dengan wajah serius. "Deni, kamu tahu nggak, kamar kosmu itu dulu bekas kamar orang mati?"

Deni tertawa kecil. "Ah, Pak Saidi, saya nggak percaya cerita hantu-hantuan gitu. Lagipula, malam Jumat ya biasa saja."

Pak Saidi menatap Deni dengan tajam. "Ya sudah, terserah kamu. Tapi hati-hati malam ini. Jangan sampai kamu kaget kalau ada yang mengetuk pintu kamarmu."

Setelah itu, Pak Saidi pergi, meninggalkan Deni yang masih menertawakan peringatannya. Malam itu, hujan turun dengan derasnya, membuat suasana semakin mencekam. Deni masuk ke kamar kosnya yang kecil dan sempit. Hanya ada satu tempat tidur, meja belajar, dan lemari tua yang sudah hampir roboh.

Deni mencoba tidur, tapi suara hujan yang menghantam genteng membuatnya sulit memejamkan mata. Ditambah lagi, listrik tiba-tiba padam. Ruangan itu pun berubah menjadi gelap gulita.

"Ah, mati lampu lagi," gumam Deni sambil meraba-raba mencari ponselnya untuk dijadikan senter.

Saat itulah dia mendengar suara ketukan pelan di pintu kamarnya. "Tok, tok, tok."

Deni terdiam. "Ah, mungkin cuma suara hujan," pikirnya. Tapi suara itu terdengar lagi, kali ini lebih keras. "Tok, tok, tok."

Deni merasa bulu kuduknya meremang. Ia memberanikan diri untuk bertanya, "Siapa di luar?"

Tidak ada jawaban. Hanya suara ketukan yang semakin keras. "Tok, tok, tok."

Dengan jantung yang berdebar kencang, Deni berjalan pelan menuju pintu. Ia menempelkan telinganya ke pintu, mencoba mendengar apa yang ada di luar. Tapi, yang terdengar hanya suara ketukan yang kini semakin menggila.

"Siapa pun itu, saya nggak takut!" teriak Deni, mencoba menyembunyikan ketakutannya.

Suara ketukan tiba-tiba berhenti. Deni menghela napas lega, berpikir semuanya sudah berakhir. Tapi saat ia berbalik untuk kembali ke tempat tidurnya, pintu itu mendadak terbuka sendiri dengan suara berderit yang mengerikan.

Di depannya berdiri seorang sosok yang tinggi, kurus, dan pucat dengan mata yang melotot lebar. Pakaiannya compang-camping dan ada bekas luka menganga di lehernya. Deni terperangah, tubuhnya gemetar hebat.

"Deniiiii..." suara serak itu memanggil namanya dengan nada yang panjang dan menyeramkan.

Deni mundur perlahan, tak mampu mengeluarkan suara. Sosok itu melangkah maju, menyeret kakinya yang kaku. Tiba-tiba, wajah Deni berubah menjadi pucat pasi saat mengenali sosok itu.

"Pak Saidi?!" serunya, setengah antara takut dan marah.

"Deniiiii..." Pak Saidi mengulangi lagi, tapi kali ini dengan suara yang jelas-jelas tidak bisa menahan tawa. Lalu, tiba-tiba sosok yang menyeramkan itu tertawa terbahak-bahak, sampai terbungkuk-bungkuk.

Deni yang masih kebingungan dan ketakutan kini mulai menyadari bahwa wajah yang tampak menakutkan itu tidak lain adalah wajah Pak Saidi yang sengaja dirias dengan bedak putih tebal dan tinta merah di lehernya.

Pak Saidi mengangkat tangan, memperlihatkan potongan kain yang menutupi lehernya. "Kamu lihat ini? Seram, kan? Hahaha!"

Deni hanya bisa menggelengkan kepala, antara lega dan kesal. "Pak Saidi, saya pikir beneran hantu! Saya hampir kencing di celana!"

Pak Saidi terus tertawa, hingga akhirnya ia berkata, "Sudah saya bilang hati-hati malam ini, tapi kamu nggak percaya. Nah, kena deh!"

Deni mendengus, kemudian ikut tertawa. "Pak Saidi, lain kali jangan kagetin orang seperti itu. Saya bisa kena serangan jantung!"

Setelah tertawa bersama, Pak Saidi meninggalkan kamar Deni, masih terbahak-bahak dengan puas. Deni, meskipun merasa konyol, akhirnya bisa tidur dengan tenang. Namun, tepat sebelum ia terlelap, ia mendengar suara ketukan di pintunya lagi.

"Tok, tok, tok."

Deni langsung bangun dan berteriak, "Pak Saidi, nggak usah main-main lagi!"

Tapi kali ini, tak ada tawa yang terdengar. Hanya ketukan yang semakin keras, diikuti oleh bisikan serak, "Deniiii, aku bukan Pak Saidi..."

Malam itu, Deni tidur di luar kamar kosnya, dengan selimut menutupi seluruh tubuhnya. Pak Saidi mungkin cuma bercanda, tapi Deni tidak mau ambil risiko lagi. Malam Jumat benar-benar malam penuh kejutan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun