Mohon tunggu...
Ahmad Syaihu
Ahmad Syaihu Mohon Tunggu... Guru - Guru MTsN 4 Kota Surabaya

Guru yang suka menulis dan berbagi kebaikan lewat tulisan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perjalanan Cinta Tanpa Akhir

20 Juli 2024   10:50 Diperbarui: 20 Juli 2024   10:52 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cinta yang rumit (beatunesia.com)

Cinta adalah misteri yang hanya bisa dipecahkan oleh hati (Ahmad Syaihu)

Bagas, Adi, Rina, dan Arin sudah bersahabat sejak duduk di bangku SMA. Mereka sering menghabiskan waktu bersama, baik itu belajar, berolahraga, atau sekadar mengobrol di kafe favorit mereka. Keempatnya memiliki hubungan yang erat, namun di balik kedekatan itu tersimpan perasaan yang rumit.

Bagas selalu menjadi yang paling diam di antara mereka. Wajahnya yang tegas dan pandangan matanya yang tajam membuatnya terlihat misterius. Di balik sikap dinginnya, sebenarnya Bagas menyimpan perasaan mendalam terhadap Arin. Setiap kali Arin tertawa atau bercerita, Bagas merasa hatinya bergetar. Namun, dia tak pernah berani mengungkapkannya. Bagas tahu bahwa Adi, sahabatnya yang selalu ceria dan penuh energi, adalah pusat perhatian Arin. Setiap kali Adi berbicara, Arin selalu memberikan perhatian penuh, seolah dunia hanya milik mereka berdua.

Di sisi lain, Rina, yang selalu ceria dan penuh semangat, diam-diam menyimpan rasa cinta terhadap Bagas. Setiap kali mereka bertemu, Rina selalu mencoba membuat Bagas tertawa, meskipun hanya untuk sesaat. Dia tahu bahwa Bagas lebih banyak diam, namun Rina yakin di balik sikap dinginnya, Bagas memiliki hati yang hangat. Rina berharap suatu hari Bagas akan melihatnya lebih dari sekadar sahabat.

Suatu hari, mereka memutuskan untuk melakukan perjalanan bersama ke sebuah kota kecil di pegunungan. Perjalanan ini sudah lama mereka rencanakan sebagai cara untuk melepas penat setelah sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Mereka menyewa sebuah vila di atas bukit, dengan pemandangan yang menakjubkan.

Pada malam pertama, mereka duduk di teras vila, menikmati udara pegunungan yang segar. Bagas duduk di sudut, memandangi bintang-bintang, sementara Adi dan Arin sibuk bercanda. Rina, yang duduk di sebelah Bagas, mencoba mengajaknya berbicara.

"Bagas, kamu suka bintang-bintang ya?" tanya Rina sambil tersenyum.

Bagas menoleh dan mengangguk. "Ya, bintang-bintang selalu membuatku merasa tenang."

Rina tersenyum. "Aku juga. Rasanya seperti ada keajaiban di langit."

Malam itu berlalu dengan canda tawa, namun di dalam hati masing-masing, perasaan mereka semakin kuat. Bagas semakin menyadari bahwa dia mencintai Arin, namun dia juga tahu bahwa Arin mencintai Adi. Sementara itu, Rina semakin merasa terabaikan oleh Bagas, meskipun dia terus berusaha mendekatinya.

Hari berikutnya, mereka memutuskan untuk mendaki gunung. Perjalanan ini tidak mudah, namun mereka menikmati setiap langkahnya. Bagas berjalan di belakang, memandangi Arin yang selalu berada di samping Adi. Setiap kali Adi membantu Arin melewati rintangan, Bagas merasa hatinya sakit. Dia tahu bahwa Arin bahagia bersama Adi, namun dia tidak bisa menahan perasaannya.

Di puncak gunung, mereka duduk bersama, menikmati pemandangan yang luar biasa. Angin bertiup kencang, membawa hawa dingin yang menusuk. Adi merangkul Arin untuk menghangatkannya, dan Bagas hanya bisa memandang dengan rasa iri.

Setelah beberapa saat, Adi berdiri dan mengajak Bagas berjalan-jalan. "Bagas, aku ingin bicara sesuatu," kata Adi dengan serius.

Mereka berjalan menjauh dari yang lain, sampai hanya terdengar suara angin. Adi memandang Bagas dengan serius. "Bagas, aku tahu kau menyukai Arin."

Bagas terkejut dan mencoba menyangkal, namun Adi menggeleng. "Kita sudah bersahabat lama, Bagas. Aku bisa melihatnya. Tapi kau harus tahu, aku mencintai Arin."

Bagas terdiam. Dia tahu bahwa perasaan Adi tulus, namun dia tidak bisa mengabaikan perasaannya sendiri. "Aku juga mencintainya, Adi. Tapi aku tahu dia mencintaimu."

Adi menatap Bagas dengan mata berkaca-kaca. "Bagas, kita tidak bisa memaksakan perasaan. Jika Arin bahagia bersamaku, aku harap kau bisa merelakannya."

Bagas menunduk, mencoba menahan air matanya. "Aku tahu, Adi. Aku hanya ingin melihatnya bahagia."

Sementara itu, di puncak gunung, Rina memandang Bagas yang sedang berbicara dengan Adi. Hatinya hancur melihat orang yang dicintainya mencintai orang lain. Namun, dia tahu bahwa cinta tidak bisa dipaksakan. Dia hanya bisa berharap suatu hari Bagas akan melihatnya.

Perjalanan itu berakhir dengan kepulangan mereka ke kota. Meskipun perasaan mereka tidak berubah, mereka tetap bersahabat seperti biasa. Bagas mencoba merelakan Arin, meskipun hatinya masih sakit. Rina terus mencoba mendekati Bagas, berharap suatu hari dia akan melihatnya. Adi dan Arin tetap bersama, bahagia dalam cinta mereka.

Perjalanan itu menjadi kenangan yang tak terlupakan, sebuah perjalanan tanpa akhir yang penuh dengan perasaan yang rumit. Mereka tahu bahwa hidup adalah perjalanan yang panjang, dan mereka harus terus berjalan, meskipun dengan hati yang terluka

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun