Mohon tunggu...
Ahmad Syaihu
Ahmad Syaihu Mohon Tunggu... Guru - Guru MTsN 4 Kota Surabaya

Guru yang suka menulis dan berbagi kebaikan lewat tulisan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sabtu Kelabu Janjian Ketemu si Doi, Eh Ternyata...

6 Juli 2024   09:50 Diperbarui: 6 Juli 2024   10:06 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sabtu pagi itu, Fikri merasa dunia sedang bersinar lebih cerah dari biasanya. Hari itu adalah hari yang telah ia nantikan sejak seminggu lalu: hari pertemuannya dengan seorang gadis cantik yang ia kenal lewat media sosial, bernama Citra. Mereka telah berbicara panjang lebar melalui pesan-pesan manis dan sekarang saatnya untuk bertemu di dunia nyata. Lokasi yang mereka pilih adalah taman kota yang indah, tempat yang ramai namun penuh dengan spot-spot romantis.

Fikri berdandan rapi, memakai kemeja biru favoritnya yang katanya bisa meningkatkan pesonanya. Dengan rambut yang sudah di-styling sedemikian rupa, dia berangkat dengan penuh percaya diri. "Hari ini pasti akan berjalan sempurna," pikirnya.

Saat tiba di taman kota, Fikri mencari-cari tempat yang sudah disepakati, bangku dekat air mancur besar. Tak sabar untuk bertemu, ia melirik ke kanan dan kiri. Namun, saat ia sampai di tempat itu, yang dilihatnya bukanlah seorang gadis muda cantik, melainkan seorang nenek-nenek yang sedang duduk sambil makan permen.

"Ah, mungkin dia belum datang," gumam Fikri sambil mengeluarkan ponselnya untuk mengecek pesan dari Citra. Tidak ada pesan baru. Ia memutuskan untuk menunggu sebentar.

Lima menit, sepuluh menit berlalu, tapi Citra belum juga muncul. Fikri mulai merasa gelisah. Nenek-nenek yang duduk di bangku itu tiba-tiba menoleh ke arahnya dan tersenyum. "Kamu Fikri, kan?" tanyanya dengan suara yang tak disangka sangat nyaring.

Fikri terkejut. "I-iya, saya Fikri. Anda siapa?"

Nenek itu tertawa kecil, mengibaskan rambutnya yang sudah memutih. "Aku Citra, cucuku sakit jadi aku yang datang."

Fikri tidak bisa mempercayai telinganya. Dia mencoba memproses informasi itu. Nenek-nenek ini Citra? "C-cucunya sakit? Kenapa tidak memberitahu dari tadi?" pikirnya dengan kebingungan.

"Oh, jangan cemas, Nak. Aku masih muda dalam hati!" kata nenek itu sambil tertawa lagi dan mengedipkan mata dengan genit. "Aku bawa banyak cerita seru tentang masa mudaku. Kamu suka cerita, kan?"

Fikri tidak tahu harus tertawa atau menangis. Dia merasa seperti terjebak dalam lelucon yang sangat buruk. Tapi, kesopanan mencegahnya untuk berlari dan meninggalkan nenek itu begitu saja. Ia duduk dengan kikuk di samping nenek tersebut.

"Jadi, Nak, dulu aku ini primadona kampung, lho! Banyak yang antre untuk jadi pacarku," kata nenek itu sambil tertawa geli. "Tapi aku pilih kakekmu, karena dia yang paling tampan dan jago main gitar."

Fikri hanya bisa tersenyum kaku. "Wah, hebat sekali, Nek. Tapi, sebenarnya saya ingin bertemu dengan Citra yang saya kenal di media sosial."

Nenek itu menepuk bahu Fikri dengan lembut. "Oh, jangan sedih. Citra mungkin tidak bisa datang, tapi aku bisa menemanimu hari ini. Kita bisa makan es krim, jalan-jalan di taman, dan mungkin aku bisa ajarkan kamu beberapa langkah dansa!"

Fikri tidak bisa menahan tawanya lagi. Situasi ini terlalu aneh dan lucu. Akhirnya, ia memutuskan untuk menikmati momen ini. "Baiklah, Nek. Ayo kita makan es krim dulu."

Mereka berjalan bersama menuju kios es krim. Nenek itu bercerita tentang masa mudanya yang penuh petualangan, tentang bagaimana dia menolak seorang pangeran dari negeri seberang hanya karena pangeran itu tidak tahu cara menari tango. Fikri, yang awalnya merasa canggung, mulai menikmati cerita-cerita lucu dan berwarna dari nenek itu.

Setelah makan es krim, mereka berjalan-jalan di taman, menikmati suasana. Nenek itu benar-benar penuh semangat dan energi, dan Fikri terkejut betapa menyenangkan berbicara dengannya. Mereka bahkan mencoba beberapa langkah dansa diiringi musik dari seorang pengamen.

Ketika matahari mulai terbenam, nenek itu mengajak Fikri duduk di bangku. "Fikri, kadang dalam hidup, rencana kita tidak selalu berjalan seperti yang kita harapkan. Tapi, bukan berarti kita tidak bisa menikmati setiap momen yang ada, kan?"

Fikri mengangguk setuju. "Nek, hari ini benar-benar berbeda dari yang saya bayangkan. Tapi, saya sangat menikmatinya. Terima kasih, Nek."

Nenek itu tersenyum hangat. "Sama-sama, Nak. Siapa tahu, mungkin suatu hari kamu benar-benar bisa bertemu Citra. Tapi, ingatlah bahwa setiap orang yang kamu temui punya cerita yang bisa membuat harimu lebih berwarna."

Fikri pulang dengan perasaan campur aduk, namun lebih banyak senangnya. Meskipun pertemuan itu tidak seperti yang ia harapkan, tapi pengalaman bersama nenek genit itu memberikan pelajaran berharga tentang menghargai setiap momen dan orang yang ditemui dalam perjalanan hidup.

"Siapa sangka, ketemu nenek-nenek di taman bisa seberkesan ini," pikir Fikri sambil tersenyum. Hari itu memang tidak seperti rencana awalnya, tapi tetap menjadi hari yang tidak akan pernah ia lupakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun