Di sebuah desa kecil, tinggallah sepasang suami istri yang sudah lanjut usia, Pak Sastro dan Mbok Sarni. Hidup mereka sederhana, mengandalkan hasil mencari barang bekas yang bisa dijual kepada pengepul di desa mereka. Kedua anak mereka sudah lama tinggal di kota bersama keluarga mereka masing-masing, sehingga hari-hari mereka diisi dengan kebersamaan dalam kesederhanaan.
Pak Sastro dan Mbok Sarni memiliki impian yang sederhana namun mulia. Setiap tahun, ketika Hari Raya Idul Adha tiba, mereka selalu bermimpi untuk bisa berkurban, meskipun mereka tahu bahwa kondisi ekonomi mereka tidak memungkinkan. Mereka selalu berdoa agar suatu hari mereka bisa menunaikan niat mulia tersebut.
Suatu pagi, saat Pak Sastro sedang mencari barang bekas di dekat sungai, ia menemukan sebuah dompet. Dompet itu tampak lusuh, namun saat dibuka, ternyata berisi kartu identitas dan kartu ATM atas nama Abdullah. Pak Sastro teringat pesan orang tuanya dulu, bahwa barang temuan harus dikembalikan kepada pemiliknya. Maka, ia membawa dompet itu ke pengepul barang bekas, Pak Wanto, dan menitipkannya agar bisa disampaikan kepada pemiliknya.
"Pak Wanto, saya menemukan dompet ini. Tolong, kalau bisa dicari siapa pemiliknya," kata Pak Sastro.
Pak Wanto mengangguk sambil tersenyum. "Baik, Pak Sastro. Biar saya coba cari tahu siapa pemiliknya."
Beberapa hari kemudian, Pak Wanto berhasil menghubungi Abdullah, pemilik dompet tersebut. Abdullah sangat bersyukur dan bahagia mendengar kabar bahwa dompetnya ditemukan. Ketika ia datang ke desa untuk mengambil dompetnya, ia membawa kabar baik. Selain mengucapkan terima kasih, ia memberikan hadiah uang sebesar Rp 3.000.000 kepada Pak Sastro sebagai tanda terima kasih.
"Pak Sastro, saya sangat bersyukur dompet ini ditemukan oleh orang sejujur Bapak. Saya ingin memberikan sedikit hadiah ini sebagai tanda terima kasih," kata Abdullah dengan tulus.
Pak Sastro terkejut dan merasa sangat bersyukur. Ia pun menerima uang tersebut dengan hati yang penuh rasa syukur. Setelah Abdullah pergi, Pak Sastro pulang dengan hati yang berbunga-bunga. Sesampainya di rumah, ia menceritakan semuanya kepada Mbok Sarni.
"Mbok, kita dapat rezeki tak terduga. Abdullah memberikan uang Rp 3.000.000 kepada kita," kata Pak Sastro sambil menunjukkan uang tersebut.
Mbok Sarni tersenyum haru. "Alhamdulillah, Pak. Doa kita dijawab oleh Allah SWT. Kita bisa berkurban tahun ini!"
Dengan uang tersebut, Pak Sastro segera membeli seekor kambing yang sehat dan gemuk untuk dijadikan kurban pada Hari Raya Idul Adha. Saat Hari Raya tiba, mereka pun membawa kambing tersebut ke masjid desa dengan perasaan haru dan bahagia. Mimpi mereka untuk bisa berkurban akhirnya terwujud.
Kabar tentang kebaikan hati Pak Sastro dan Mbok Sarni menyebar di desa tersebut. Banyak warga yang terinspirasi oleh kejujuran dan ketulusan mereka. Tidak hanya itu, anak-anak mereka yang tinggal di kota juga sangat bangga dengan orang tua mereka dan mengirimkan bantuan untuk membantu kehidupan mereka sehari-hari.
Pak Sastro dan Mbok Sarni menyadari bahwa keikhlasan dan kejujuran akan selalu membawa berkah. Mereka merasa bahwa impian mereka untuk berkurban bukan hanya sekadar mimpi lagi, tetapi sebuah kenyataan yang indah yang mereka rasakan bersama.
Hari itu, di tengah hiruk pikuk perayaan Idul Adha, Pak Sastro dan Mbok Sarni berdiri dengan bangga di antara warga desa. Mereka menyaksikan kambing kurban mereka disembelih dengan penuh rasa syukur. Dalam hati, mereka berdoa agar keberkahan ini tidak hanya untuk mereka, tetapi juga untuk semua orang yang memiliki niat baik dan tulus.
Ternyata, Allah SWT memang memiliki cara-Nya sendiri untuk mengabulkan doa hamba-hamba-Nya yang berserah diri dan berbuat baik. Pak Sastro dan Mbok Sarni belajar bahwa kebaikan hati dan kejujuran selalu mendatangkan berkah yang tak terduga, dan impian yang mereka kira mustahil, akhirnya terwujud dengan cara yang ajaib.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H