Andi merasa hidupnya sempurna. Ia memiliki karir yang mapan, sahabat-sahabat yang setia, dan tunangan cantik bernama Siska. Hubungan mereka dirajut penuh cinta dan pengertian. Siska, seorang wanita lembut dan penuh kasih sayang, selalu menjadi tempat Andi mencurahkan segala isi hatinya.
Namun, semua berubah setelah mereka menikah. Andi mulai merasa ada sesuatu yang hilang. Seolah ada bagian dari dirinya yang terlepas. Ketidaknyamanan ini diperparah dengan tuntutan baru sebagai suami dan menantu. Kehidupan rumah tangga mereka pun diwarnai dengan kehadiran Ibu Yuli, ibu Siska yang sering kali ikut campur dalam urusan rumah tangga mereka.
Nadia, sahabat Siska yang sudah mengenal Andi sejak mereka pacaran, melihat perubahan drastis pada Andi. Nadia selalu hadir sebagai pendengar setia bagi Siska, tapi ia juga tidak menutup mata terhadap apa yang terjadi pada Andi. Suatu hari, Nadia bertemu dengan Andi di sebuah kafe untuk membicarakan hal ini.
"Andi, aku melihat kamu tidak seperti dulu lagi. Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Nadia dengan penuh perhatian.
Andi menghela napas panjang, "Aku juga tidak tahu, Nadia. Rasanya ada yang hilang dalam diriku sejak aku menikah. Mungkin kebebasan, mungkin juga rasa diriku yang sebenarnya."
Nadia berpikir sejenak sebelum memberikan saran, "Mungkin kamu harus bicara jujur dengan Siska. Ia pasti akan mengerti."
Sementara itu, di rumah, Pak Amir, ayah Andi, dan Bobby, sahabat baik Andi, merasa perlu memberikan nasihat kepada Andi. Mereka mengajak Andi keluar untuk ngobrol santai di sebuah taman kota.
"Menikah itu memang membawa perubahan besar, Ndik," kata Pak Amir dengan bijak. "Tapi ingat, perubahan itu tidak selalu buruk. Kamu harus mencari keseimbangan."
Bobby menambahkan, "Dan jangan lupa, kami semua ada di sini untuk mendukungmu. Kamu tidak sendiri, Andi."
Mendengar nasihat dari orang-orang terdekatnya, Andi mulai merasa lebih tenang. Ia sadar bahwa ia harus berbicara dari hati ke hati dengan Siska. Malam itu, setelah makan malam bersama, Andi mengajak Siska duduk di teras rumah mereka.
"Siska, aku ingin bicara. Aku merasa ada yang hilang dalam diriku sejak kita menikah. Rasanya aku kehilangan jati diriku," ujar Andi dengan suara lirih.
Siska terdiam sejenak, lalu meraih tangan Andi, "Aku juga merasakan perubahan, Andi. Tapi aku tidak tahu bagaimana harus membicarakannya. Mungkin kita perlu waktu untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan baru ini."
Pembicaraan itu menjadi titik balik bagi Andi dan Siska. Mereka mulai mencari cara untuk menjaga keseimbangan antara peran mereka sebagai suami istri dengan individualitas mereka. Siska mulai mengurangi intensitas keterlibatan Ibu Yuli dalam urusan rumah tangga mereka, sementara Andi mulai melibatkan Siska lebih dalam dalam pengambilan keputusan.
Dalam prosesnya, mereka juga belajar untuk saling mendukung dalam mengejar mimpi masing-masing. Andi tetap mengejar karirnya dengan dukungan penuh dari Siska, dan sebaliknya, Andi menjadi pendukung setia dalam setiap langkah Siska.
Perlahan tapi pasti, Andi mulai merasa lebih utuh. Kehidupan pernikahannya tidak lagi terasa sebagai beban, melainkan sebagai petualangan yang penuh dengan pelajaran berharga. Andi dan Siska semakin memahami bahwa pernikahan bukanlah akhir dari kehidupan pribadi mereka, tetapi sebuah awal baru yang memungkinkan mereka tumbuh bersama.
Sementara itu, hubungan Andi dengan mertua, khususnya Ibu Yuli, juga mulai membaik. Dengan Siska yang menjadi perantara, mereka mulai memahami dan menghargai batasan-batasan masing-masing. Ibu Yuli pun belajar untuk memberi ruang bagi Andi dan Siska untuk mandiri dalam rumah tangga mereka.
Akhirnya, apa yang dirasakan Andi sebagai kehilangan berubah menjadi penemuan baru tentang makna cinta dan kebersamaan. Andi menemukan kembali dirinya yang hilang, namun dalam versi yang lebih dewasa dan bijaksana.
Seiring waktu, Andi menyadari bahwa pernikahan bukanlah tentang kehilangan diri, tetapi tentang menemukan kembali diri dalam konteks yang lebih luas dan mendalam. Dan dengan dukungan dari orang-orang terkasih, ia menemukan bahwa kehilangan yang ia rasakan adalah langkah pertama menuju penemuan jati diri yang sejati.
Ahmad Syaihu untuk Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H