Filosofi angka 60 dalam budaya Jawa, yang disebut sewidak, memiliki makna yang mendalam dan mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap usia lanjut. Penyebutan ini berasal dari ungkapan "sejatine wis wayahe tindak," yang berarti "sudah saatnya untuk pergi," menyiratkan kesadaran akan batasan waktu hidup manusia dan pentingnya mempersiapkan diri untuk kembali kepada Sang Pencipta.
Pada usia 60 tahun, masyarakat Jawa menganggap individu berada pada fase refleksi, di mana mereka seharusnya mulai mengevaluasi kehidupan dan memperkuat hubungan spiritual dengan Tuhan. Menurut penelitian, lansia berusia di atas 60 tahun sering kali mengalami penurunan fisik dan psikologis, sehingga penting bagi mereka untuk menerima kenyataan usia lanjut dengan sikap positif.Â
Hal ini dapat meningkatkan subjective well-being atau kesejahteraan subjektif mereka, yang berhubungan dengan rasa memiliki tujuan hidup dan interaksi sosial yang baik.
Imam Al-Ghazali juga menekankan pentingnya mendekatkan diri kepada Tuhan di usia lanjut, sebagai bentuk syukur atas kehidupan yang telah dijalani. Dengan demikian, pandangan masyarakat Jawa terhadap lansia tidak hanya berfokus pada kemunduran fisik, tetapi juga pada potensi spiritual dan kontribusi sosial yang masih dapat diberikan oleh individu di usia ini.
Filosofi angka 60 mengajak masyarakat untuk menghargai usia lanjut sebagai fase yang penuh makna, di mana pengalaman hidup dan kebijaksanaan dapat menjadi sumber inspirasi bagi generasi muda. Dengan pemahaman ini, diharapkan lansia dapat menjalani masa tuanya dengan lebih bermakna dan bahagia.
Menuju Tuhan Dengan Jiwa dan Hati Yang Siap dan Tenang.
Memasuki usia 60 tahun, banyak orang mulai merasakan perubahan yang mendalam dalam hidup mereka. Fase ini sering kali dianggap sebagai waktu yang tepat untuk memperkuat persiapan spiritual menuju Tuhan. Di usia ini, refleksi menjadi hal yang umum; seseorang mulai merenungkan perjalanan hidupnya, menilai pencapaian dan pengalaman yang telah dilalui. Proses ini membantu mereka menerima diri dan menyiapkan hati untuk menghadapi masa depan, termasuk kenyataan akan kematian.
Kegiatan keagamaan menjadi semakin penting di fase ini. Banyak lansia yang terlibat dalam pengajian, doa, dan meditasi. Melalui praktik-praktik ini, mereka  menemukan ketenangan untuk memperkuat hubungan dengan Tuhan. Keterlibatan dalam kelompok pengajian atau majelis taklim memberikan kesempatan untuk berbagi pengalaman dan belajar bersama, meningkatkan kualitas spiritual.
Kesadaran akan kematian sering kali menjadi dominan di usia ini. Lansia yang memiliki spiritualitas yang kuat cenderung lebih siap menghadapi kematian dengan rasa damai. Mereka memahami bahwa kematian adalah bagian dari siklus kehidupan dan berusaha menghadapinya dengan penuh penerimaan.
Selain itu, penguatan spiritual juga berkontribusi pada kesehatan mental dan emosional. Dengan memiliki keyakinan dan kedekatan kepada Tuhan, banyak lansia dapat mengatasi perasaan kesepian dan depresi yang sering dialami di usia lanjut.Â
Penguatan persiapan menuju Tuhan di usia 60 tahun menjadi sangat penting bagi lansia untuk menjalani sisa hidup dengan makna dan kebahagiaan. Fase ini adalah kesempatan untuk mencapai kedamaian batin dan bersiap menghadapi segala tantangan yang akan datang.