"Kenapa ibu merebus batu-batu itu di dalam kuali?"
"Saya melakukannya karena tidak lagi memiliki persediaan makanan di dalam rumah. Saya sengaja memasak batu-batu itu untuk menghibur hati anak-anak saya. Hingga mereka tertidur. Tapi karena rasa lapar yang tidak tertahan. Mereka menangis terus menerus," jawab sang ibu.
 Kemudian sang ibu melanjutkan kata-katanya, "Ini semua karena Khalifah Umar tidak memperhatikan rakyatnya dengan baik. Ia tidak layak dan tak pantas menjadi seorang Pemimpin," kata sang ibu dengan nada marah.
Mendengar kata-kata sang ibu. Sahabat yang bersama sang Khalifah ingin menegurnya. Tapi ditahan oleh Khalifah Umar. Ia pun pergi meninggalkan ibu itu. sembari marah dengan dirinya sendiri dan menyesalinya. Seharusnya hal ini tidak boleh terjadi.
Hingga kisah ini berakhir diceritakan kepadaku. Sang Khalifah Umar malam itu juga memikul sendiri makanan dan kebutuhan untuk sang ibu dan keluarganya. Karena ia merasa bertanggung jawab atas hal itu. Â Ia sangat takut kepada Allah bila nanti ditanyakan kepadanya bagaimana nasib rakyat yang dipimpinnya.
*
Mendengar kisah itu, aku mencoba untuk merenunginya. Pelajaran apa yang bisa aku dapatkan dari seorang Umar bin Khatab. Dalam literature Islam, Umar bin Khatab adalah Khalifah ke dua setelah Abu bakar Siddiq, setelah Nabi Muhammad SAW wafat, dalam menjalankan roda kekhalifahan di dunia islam. Khalifah Umar dikenal dengan keberanian dan ketegasannya. Tapi di satu sisi Khalifah Umar adalah sosok seorang Khalifah yang mudah tersentuh hatinya. Ia tidak akan pernah membiarkan ketidak adilan dihadapannya.
Sosok-sosok Umar bin Khatab inilah yang saat sekarang ini sedang ditunggu-tunggu. Bahwa seorang pemimpin hendaknya memiliki hati yang peka. Ia mau mendengar, melihat dan bertindak. Dan mengakui kesalahannya. Ia hanya takut kepada Allah. Kepada Tuhan yang diyakininya.
Seorang pemimpin tidak akan pernah bisa tidur nyenyak sebelum melihat rakyatnya tidur tanpa kelaparan dan rasa takut.
Seorang pemimpin akan selalu risau dan memikirkan nasib rakyatnya di sepanjang waktu. Di saat yang lain sedang istirahat dan tertidur ia terus bekerja. Tak memikirkan apakah yang dilakukannya dilihat rakyatnya atau tidak.
 Seorang pemimpin tidak mengharapkan pujian dari rakyatnya. Ia hanya memikirkan untuk mensejahterakan nasib rakyatnya.