Mohon tunggu...
Syaiful Anwar
Syaiful Anwar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen FEB Universitas Andalas Kampus Payakumbuh

Cara asik belajar ilmu ekonomi www.unand.ac.id - www.eb.unand.ac.id https://bio.link/institutquran

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Ketimpangan Akses Teknologi : Siapa Tertinggal?

19 Januari 2025   16:52 Diperbarui: 19 Januari 2025   16:52 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Di era revolusi digital, teknologi telah menjadi jantung perkembangan ekonomi, pendidikan, dan kehidupan sosial. Namun, di balik kemajuan yang begitu pesat, ketimpangan akses teknologi masih menjadi tantangan serius yang menciptakan jurang sosial-ekonomi antara mereka yang memiliki akses dan mereka yang tertinggal. Ketimpangan ini bukan sekadar persoalan teknis, melainkan isu multidimensional yang menyentuh aspek pendidikan, ekonomi, hingga kesenjangan geografis.

Dinamika Ketimpangan Akses Teknologi

Ketimpangan akses teknologi sering kali muncul karena kombinasi dari faktor ekonomi, geografis, dan sosial. Dalam konteks ekonomi, biaya perangkat digital dan akses internet yang masih mahal menjadi kendala utama bagi banyak masyarakat berpenghasilan rendah. Tidak semua keluarga mampu membeli perangkat seperti laptop, tablet, atau smartphone yang semakin menjadi kebutuhan esensial, terutama di dunia pendidikan dan pekerjaan.

Faktor geografis juga memperburuk situasi ini. Di daerah perkotaan, akses internet cenderung lebih cepat dan terjangkau. Sebaliknya, di pedesaan atau daerah terpencil, infrastruktur teknologi masih sangat terbatas. Wilayah-wilayah ini sering kali tidak memiliki jaringan internet yang stabil, dan biaya untuk membangun infrastruktur digital di daerah terpencil dianggap tidak ekonomis oleh banyak penyedia layanan.

Aspek sosial turut memperparah ketimpangan. Pendidikan yang rendah sering kali berhubungan dengan rendahnya literasi digital, yang berarti kelompok ini tidak hanya kesulitan mengakses teknologi tetapi juga tidak memiliki keterampilan untuk memanfaatkannya. Akibatnya, mereka semakin tertinggal dalam memanfaatkan peluang yang ditawarkan oleh teknologi.

Pendidikan dalam Bayang-Bayang Ketimpangan Teknologi

Sektor pendidikan adalah salah satu yang paling terdampak oleh ketimpangan akses teknologi. Selama pandemi COVID-19, misalnya, pembelajaran daring menjadi norma baru di seluruh dunia. Namun, tidak semua siswa memiliki akses yang sama ke perangkat digital atau koneksi internet.

Di Indonesia, banyak siswa di daerah terpencil terpaksa berhenti belajar karena ketiadaan perangkat atau sinyal internet. Bahkan ketika perangkat tersedia, kualitas pengajaran sering kali tidak optimal karena kurangnya pelatihan bagi guru dalam memanfaatkan teknologi secara efektif. Situasi ini menciptakan "generasi yang hilang," di mana kelompok tertentu kehilangan akses ke pendidikan berkualitas hanya karena kendala teknologi.

Ketimpangan dalam Dunia Kerja

Teknologi telah mengubah dinamika dunia kerja, dengan otomatisasi dan digitalisasi menciptakan berbagai peluang baru. Namun, kelompok yang tidak memiliki akses teknologi sering kali terjebak dalam pekerjaan dengan produktivitas dan pendapatan rendah.

Buruh kasar atau pekerja di sektor informal, misalnya, jarang memiliki akses atau literasi digital yang memadai untuk memanfaatkan peluang pekerjaan berbasis teknologi. Sementara itu, mereka yang sudah terampil dalam teknologi justru semakin meningkatkan kapasitasnya, menciptakan jurang yang semakin lebar antara pekerja dengan keterampilan tinggi dan rendah.

Selain itu, perusahaan-perusahaan di daerah terpencil juga mengalami kendala yang serupa. Mereka kesulitan bersaing di pasar global karena keterbatasan teknologi, yang berarti akses pasar dan efisiensi operasional mereka sangat terbatas dibandingkan perusahaan di wilayah yang lebih maju.

Ketimpangan Gender dalam Teknologi

Ketimpangan akses teknologi juga memiliki dimensi gender yang signifikan. Di banyak negara berkembang, perempuan memiliki akses yang lebih terbatas terhadap perangkat digital dibandingkan laki-laki. Hal ini sering kali disebabkan oleh norma budaya yang menganggap teknologi bukanlah prioritas bagi perempuan.

Kurangnya akses ini membuat perempuan lebih rentan tertinggal dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan, pekerjaan, dan partisipasi sosial. Ketimpangan gender dalam teknologi bukan hanya persoalan kesetaraan, tetapi juga masalah ekonomi. Potensi besar yang dimiliki perempuan dalam mendorong pembangunan ekonomi menjadi tidak maksimal jika mereka tidak diberdayakan melalui teknologi.

Tantangan di Tingkat Kebijakan

Mengatasi ketimpangan akses teknologi memerlukan pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan. Namun, kebijakan pemerintah sering kali menghadapi berbagai kendala. Misalnya, pembangunan infrastruktur digital di daerah terpencil membutuhkan investasi besar yang tidak selalu tersedia.

Selain itu, kebijakan sering kali berfokus pada penyediaan akses, tanpa memperhatikan aspek literasi digital. Hasilnya, meskipun infrastruktur tersedia, kelompok tertentu tetap tidak mampu memanfaatkan teknologi karena kurangnya keterampilan.

Pendekatan yang lebih holistik diperlukan untuk memastikan akses teknologi yang inklusif. Pemerintah perlu bekerja sama dengan sektor swasta untuk mengembangkan model bisnis yang memungkinkan penyediaan layanan internet murah di daerah terpencil. Di sisi lain, program literasi digital harus menjadi bagian integral dari sistem pendidikan nasional.

Solusi untuk Mengurangi Ketimpangan

Untuk mengatasi ketimpangan akses teknologi, beberapa langkah strategis dapat diambil. Pertama, pemerintah perlu memperluas infrastruktur digital ke daerah-daerah terpencil. Ini tidak hanya melibatkan pembangunan jaringan internet tetapi juga pengadaan perangkat yang terjangkau.

Kedua, pelatihan literasi digital harus ditingkatkan di semua lapisan masyarakat. Program-program ini tidak hanya penting bagi siswa, tetapi juga bagi orang dewasa yang belum memiliki keterampilan teknologi.

Ketiga, pendekatan berbasis komunitas dapat menjadi solusi yang efektif. Misalnya, pusat-pusat teknologi komunitas dapat didirikan di desa-desa untuk memberikan akses internet dan pelatihan kepada masyarakat setempat.

Keempat, kebijakan harus dirancang untuk memastikan kesetaraan gender dalam akses teknologi. Program-program pemberdayaan perempuan melalui teknologi harus diperkuat, sehingga perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk memanfaatkan peluang digital.

Menuju Masa Depan yang Lebih Inklusif

Ketimpangan akses teknologi adalah masalah yang kompleks dan multidimensi, tetapi bukan tanpa solusi. Dengan komitmen yang kuat dari pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat, jurang teknologi dapat dipersempit.

Teknologi seharusnya menjadi alat yang memberdayakan, bukan justru menciptakan kesenjangan baru. Masa depan yang inklusif hanya dapat terwujud jika semua pihak bekerja sama untuk memastikan bahwa tidak ada yang tertinggal dalam perjalanan menuju transformasi digital.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun