Mohon tunggu...
Syaiful Anwar
Syaiful Anwar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen FEB Universitas Andalas Kampus Payakumbuh

Cara asik belajar ilmu ekonomi www.unand.ac.id - www.eb.unand.ac.id https://bio.link/institutquran

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Digitalisasi Pendidikan : Solusi atau Beban Baru?

19 Januari 2025   13:50 Diperbarui: 19 Januari 2025   13:50 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Digitalisasi pendidikan telah menjadi perbincangan hangat, terutama setelah pandemi global memaksa sistem pendidikan untuk beradaptasi dengan teknologi. Dalam banyak hal, digitalisasi menawarkan solusi bagi tantangan-tantangan lama dalam dunia pendidikan. Namun, seperti halnya inovasi lainnya, transformasi ini juga menimbulkan berbagai persoalan yang tak bisa diabaikan. Digitalisasi pendidikan dapat menjadi jembatan menuju masa depan yang lebih baik, tetapi juga berpotensi menjadi beban baru jika tidak dikelola dengan bijak.

Memperluas Akses Pendidikan

Salah satu argumen terkuat mendukung digitalisasi pendidikan adalah kemampuannya untuk memperluas akses ke pembelajaran. Platform daring memungkinkan siswa di daerah terpencil untuk mengakses materi yang sebelumnya sulit mereka dapatkan. Sumber daya seperti video pembelajaran, buku elektronik, dan kursus daring membuka peluang belajar bagi siapa saja, kapan saja, dan di mana saja.

Bagi banyak negara berkembang, teknologi digital dapat menjadi cara untuk mengatasi kesenjangan pendidikan. Anak-anak di daerah terpencil yang sebelumnya harus menempuh perjalanan jauh untuk bersekolah kini dapat belajar dari rumah. Materi pembelajaran berkualitas yang dibuat oleh institusi global juga dapat diakses tanpa batasan geografis.

Namun, perlu diingat bahwa akses ini tidak merata. Masih banyak wilayah yang kesulitan mendapatkan koneksi internet stabil atau perangkat yang memadai. Ketidaksetaraan ini menciptakan "kesenjangan digital pendidikan," di mana kelompok tertentu memiliki keuntungan besar sementara yang lain justru semakin tertinggal.

Efisiensi dan Personalisasi dalam Pembelajaran

Teknologi memungkinkan personalisasi pendidikan yang sulit dicapai dalam sistem konvensional. Dengan algoritma yang menganalisis kebutuhan siswa, platform pembelajaran digital dapat menawarkan materi yang sesuai dengan tingkat kemampuan individu. Misalnya, seorang siswa yang unggul dalam matematika tetapi lemah dalam bahasa dapat menerima pendekatan yang berbeda untuk meningkatkan hasil belajar mereka.

Efisiensi juga menjadi keuntungan besar. Guru dapat mengelola tugas-tugas administratif dengan lebih cepat melalui perangkat lunak otomatis, sehingga lebih banyak waktu dapat dialokasikan untuk mengajar. Selain itu, teknologi dapat memfasilitasi pengumpulan data pendidikan yang membantu institusi membuat kebijakan berbasis bukti.

Namun, personalisasi ini membawa risiko dehumanisasi dalam pembelajaran. Interaksi manusia, yang merupakan elemen penting dalam pendidikan, seringkali tergantikan oleh layar dan algoritma. Hubungan antara guru dan siswa yang berperan besar dalam membentuk nilai-nilai dan karakter menjadi kurang signifikan dalam sistem yang terlalu mengandalkan teknologi.

Biaya dan Beban Infrastruktur

Digitalisasi pendidikan sering dianggap sebagai solusi hemat biaya, tetapi kenyataannya tidak selalu demikian. Pengadaan perangkat digital seperti komputer, tablet, atau perangkat lunak pendidikan membutuhkan investasi awal yang besar. Belum lagi biaya untuk memperbarui perangkat, pelatihan guru, dan pemeliharaan infrastruktur teknologi.

Bagi sekolah atau institusi pendidikan di negara berkembang, tantangan ini sangat nyata. Anggaran pendidikan yang terbatas sering kali lebih diprioritaskan untuk kebutuhan mendasar seperti gedung sekolah atau buku pelajaran. Akibatnya, banyak sekolah yang belum siap untuk mengadopsi digitalisasi secara penuh.

Selain itu, bagi keluarga dengan ekonomi terbatas, digitalisasi bisa menjadi beban tambahan. Orang tua harus menyediakan perangkat dan koneksi internet untuk anak-anak mereka, sesuatu yang tidak selalu mudah dilakukan. Dalam kasus tertentu, ketidakmampuan memenuhi kebutuhan ini membuat anak-anak terpaksa absen dari pendidikan digital.

Kesehatan Mental dan Fisik Siswa

Menghabiskan waktu berjam-jam di depan layar untuk belajar memiliki konsekuensi negatif, terutama bagi siswa yang masih dalam masa pertumbuhan. Paparan teknologi yang berlebihan dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti gangguan penglihatan, postur tubuh yang buruk, dan bahkan kecanduan perangkat elektronik.

Tidak hanya kesehatan fisik, kesehatan mental siswa juga terpengaruh. Pembelajaran daring seringkali kurang melibatkan aspek sosial yang penting bagi perkembangan emosi anak. Isolasi sosial ini dapat memicu rasa kesepian dan stres, terutama jika siswa merasa kesulitan mengikuti materi tanpa dukungan langsung dari guru atau teman sebaya.

Kualitas Pembelajaran yang Dipertanyakan

Meskipun digitalisasi menawarkan fleksibilitas, banyak yang meragukan apakah sistem ini mampu menghasilkan kualitas pembelajaran yang setara dengan metode konvensional. Siswa seringkali menghadapi tantangan dalam mempertahankan fokus selama kelas daring, terutama jika lingkungan belajar di rumah tidak mendukung.

Selain itu, tidak semua guru siap mengadopsi teknologi dalam proses pembelajaran. Kurangnya pelatihan dan adaptasi membuat banyak guru kesulitan memanfaatkan platform digital secara efektif. Akibatnya, digitalisasi justru berpotensi menurunkan kualitas pembelajaran jika tidak didukung oleh keterampilan dan pemahaman yang memadai dari pihak pengajar.

Etika dan Keamanan Data

Dalam era digital, data siswa menjadi aset berharga yang seringkali dikumpulkan oleh perusahaan penyedia platform pendidikan. Sayangnya, tidak semua institusi memiliki kebijakan yang jelas terkait perlindungan data siswa. Dalam beberapa kasus, data pribadi siswa digunakan untuk tujuan komersial tanpa persetujuan yang jelas.

Etika dalam pengelolaan data pendidikan harus menjadi perhatian utama. Jika tidak diatur dengan baik, digitalisasi pendidikan dapat membuka celah bagi eksploitasi data yang merugikan siswa dan keluarga mereka.

Menemukan Keseimbangan yang Tepat

Digitalisasi pendidikan adalah pedang bermata dua. Di satu sisi, teknologi membawa solusi bagi berbagai masalah yang telah lama menghantui sistem pendidikan, seperti keterbatasan akses dan kurangnya efisiensi. Namun, di sisi lain, digitalisasi juga menghadirkan tantangan baru yang tak kalah kompleks.

Penting bagi pemerintah, institusi pendidikan, dan masyarakat untuk bersama-sama menemukan keseimbangan antara manfaat dan risikonya. Digitalisasi bukanlah tujuan akhir, melainkan alat yang harus digunakan secara bijak untuk mencapai tujuan pendidikan yang lebih besar.

Dengan pendekatan yang tepat, digitalisasi pendidikan dapat menjadi solusi yang memberdayakan, bukan sekadar beban baru bagi siswa, guru, dan keluarga. Masa depan pendidikan tidak hanya ditentukan oleh teknologi, tetapi juga oleh kebijakan dan praktik yang memastikan inklusivitas, aksesibilitas, dan kualitas tetap menjadi prioritas utama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun