Mohon tunggu...
Syaiful Anwar
Syaiful Anwar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen FEB Universitas Andalas Kampus Payakumbuh

Cara asik belajar ilmu ekonomi www.unand.ac.id - www.eb.unand.ac.id https://bio.link/institutquran

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Swasembada Pertanian dan Pangan (56): Lahan Pekarangan untuk Swasembada Pangan Keluarga

15 Desember 2024   12:32 Diperbarui: 15 Desember 2024   12:47 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Lahan pekarangan, yang seringkali dianggap sebagai ruang sisa di sekitar rumah, memiliki potensi besar untuk mendukung swasembada pangan keluarga. Dengan pengelolaan yang optimal, lahan pekarangan dapat menjadi sumber pangan yang beragam, sehat, dan berkelanjutan. Ini menjadi sangat relevan di tengah tantangan ketahanan pangan global dan meningkatnya harga bahan pangan.

Peran Strategis Lahan Pekarangan

1. Penyedia Sumber Pangan Lokal

  • Produksi Beragam: Pekarangan dapat ditanami berbagai tanaman pangan seperti sayur-sayuran (bayam, kangkung), buah-buahan (pisang, pepaya), serta tanaman obat keluarga (TOGA).
  • Pemenuhan Gizi Keluarga: Dengan menanam tanaman kaya gizi di pekarangan, keluarga dapat mengurangi ketergantungan pada pangan dari pasar.

2. Mendukung Ekonomi Keluarga

  • Penghematan Biaya: Memanfaatkan pekarangan mengurangi pengeluaran untuk membeli bahan pangan sehari-hari.
  • Potensi Penghasilan Tambahan: Hasil berlebih dari lahan pekarangan dapat dijual ke pasar lokal atau tetangga sekitar.

3. Kontribusi pada Ketahanan Pangan Nasional

  • Jika setiap keluarga memanfaatkan lahan pekarangan, ini akan memberikan kontribusi signifikan terhadap ketersediaan pangan secara nasional.
  • Pekarangan dapat menjadi solusi untuk mengatasi masalah akses pangan di daerah terpencil.

Manfaat Ekologis Lahan Pekarangan

  1. Mengurangi Jejak Karbon: Dengan menyediakan pangan di sekitar rumah, keluarga dapat mengurangi ketergantungan pada bahan pangan yang harus diangkut dari daerah lain.
  2. Meningkatkan Keanekaragaman Hayati: Tanaman di pekarangan membantu menjaga ekosistem lokal dengan menyediakan habitat bagi serangga dan burung.
  3. Mengelola Limbah Rumah Tangga: Limbah organik dapat diolah menjadi kompos untuk menyuburkan lahan pekarangan.

Strategi Pemanfaatan Lahan Pekarangan

  1. Perencanaan Tanaman
    • Menanam sesuai kebutuhan keluarga dan musim.
    • Memanfaatkan teknik pertanian seperti tumpangsari atau vertical garden untuk lahan yang sempit.
  2. Pelatihan dan Edukasi
    • Masyarakat perlu diberikan pelatihan tentang cara bercocok tanam, mengelola pupuk organik, dan menjaga keberlanjutan pekarangan.
  3. Kolaborasi dengan Program Pemerintah
    • Program seperti Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) dapat menjadi sarana efektif untuk mendorong pemanfaatan pekarangan.
    • Dukungan dalam bentuk bibit, pupuk, atau pelatihan dari pemerintah dan komunitas dapat memaksimalkan potensi pekarangan.

Tantangan dalam Pemanfaatan Pekarangan

  1. Lahan Terbatas: Tidak semua keluarga memiliki pekarangan luas, terutama di perkotaan.
  2. Kurangnya Pengetahuan: Banyak keluarga yang belum menyadari potensi pekarangan sebagai sumber pangan.
  3. Perubahan Iklim: Cuaca yang tidak menentu dapat memengaruhi hasil tanaman.

Pemanfaatan lahan pekarangan merupakan langkah strategis dalam mewujudkan swasembada pangan keluarga. Selain mendukung ketahanan pangan keluarga, lahan pekarangan juga berperan dalam mengurangi pengeluaran rumah tangga, meningkatkan ekologi lokal, dan bahkan mendukung ketahanan pangan nasional.

Agar potensi ini dapat dimaksimalkan, diperlukan sinergi antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah dalam bentuk pelatihan, dukungan teknis, dan kebijakan yang mendorong pengelolaan lahan pekarangan secara berkelanjutan. Dengan begitu, setiap keluarga dapat menjadi bagian dari solusi ketahanan pangan yang berkelanjutan.

Berikut adalah beberapa pengalaman yang dapat dijadikan contoh konkret mengenai peran lahan pekarangan dalam mewujudkan swasembada pangan keluarga:

1. Desa Mandiri Pangan di Indonesia

Beberapa desa di Indonesia telah sukses memanfaatkan lahan pekarangan sebagai bagian dari program Desa Mandiri Pangan yang dicanangkan pemerintah.

  • Pengalaman di Jawa Tengah:
    Di Kabupaten Boyolali, banyak keluarga memanfaatkan pekarangan untuk menanam tanaman pangan seperti singkong, jagung, cabai, dan bawang. Hasilnya, mereka tidak hanya mencukupi kebutuhan sehari-hari tetapi juga menjual kelebihan produksi untuk menambah penghasilan.
  • Manfaatnya: Keluarga dapat mengurangi pengeluaran harian hingga 30%, sementara akses ke makanan sehat meningkat signifikan.

2. Program KRPL (Kawasan Rumah Pangan Lestari)

Program ini mengedepankan pengelolaan pekarangan rumah secara produktif.

  • Contoh Pengalaman di Sulawesi Selatan:
    Dalam program KRPL di Gowa, ibu-ibu rumah tangga mengubah pekarangan menjadi kebun produktif. Mereka menanam sayuran seperti kangkung, bayam, dan cabai menggunakan metode hidroponik dan vertikultur untuk lahan sempit.
  • Hasilnya:
    • Setiap rumah tangga dapat menghasilkan rata-rata 10-15 kg sayur per bulan.
    • Komunitas lokal juga berbagi hasil panen, memperkuat solidaritas di antara warga.

3. Urban Farming di Jakarta

Meskipun memiliki keterbatasan lahan, banyak keluarga di Jakarta yang mulai menerapkan urban farming pada pekarangan kecil mereka.

  • Pengalaman di Jakarta Barat:
    Sebuah keluarga menggunakan dinding kosong dan atap rumah untuk bercocok tanam dengan vertical garden. Mereka menanam tomat, selada, dan rempah-rempah seperti basil.
  • Hasilnya:
    • Selain mencukupi kebutuhan harian, metode ini juga membantu mereka mengelola limbah organik rumah tangga sebagai kompos.
    • Mereka juga menjual sebagian produk ke pasar lokal, menambah penghasilan keluarga.

4. Pengelolaan Pekarangan di Daerah Rawan Pangan

Di daerah dengan akses terbatas ke pasar atau kondisi geografis sulit, lahan pekarangan menjadi solusi utama untuk ketahanan pangan keluarga.

  • Pengalaman di Nusa Tenggara Timur (NTT):
    Keluarga di NTT memanfaatkan pekarangan untuk menanam tanaman umbi-umbian seperti ubi kayu dan ubi jalar yang tahan terhadap kekeringan. Mereka juga memelihara ayam kampung di pekarangan kecil.
  • Hasilnya:
    • Pola makan keluarga lebih sehat dan bervariasi.
    • Ketergantungan pada bantuan pangan dari luar daerah berkurang.

5. Lahan Pekarangan di Pesantren

Pesantren juga memiliki pengalaman sukses dalam memanfaatkan pekarangan sebagai sumber pangan mandiri.

  • Pengalaman di Pesantren Darul Arqam, Garut:
    Santri diajarkan menanam sayuran dan beternak ikan di pekarangan pesantren. Hasilnya digunakan untuk kebutuhan dapur pesantren, sehingga biaya operasional berkurang.
  • Hasil Tambahan:
    Pesantren menjadi pusat edukasi pertanian organik bagi masyarakat sekitar.

6. Pengalaman Keluarga di Pedesaan Jawa Timur

Di pedesaan Jawa Timur, pekarangan rumah tidak hanya digunakan untuk bercocok tanam tetapi juga untuk memelihara hewan kecil seperti ayam dan ikan lele dalam kolam kecil.

  • Keberhasilan:
    Kombinasi tanaman dan peternakan menghasilkan diversifikasi pangan yang mencukupi kebutuhan protein dan karbohidrat keluarga.

Pengalaman-pengalaman tersebut menunjukkan bahwa pemanfaatan lahan pekarangan tidak hanya membantu mewujudkan swasembada pangan di tingkat keluarga, tetapi juga:

  • Meningkatkan pendapatan rumah tangga.
  • Mengurangi ketergantungan pada pangan dari luar.
  • Membentuk kebiasaan hidup yang lebih ramah lingkungan dan mandiri.

Dengan semangat kolaborasi, dukungan pemerintah, serta edukasi yang terus-menerus, pengalaman ini dapat direplikasi dan menjadi inspirasi bagi keluarga-keluarga lain di seluruh Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun