Di Kalimantan Tengah, misalnya, masyarakat Dayak yang terlibat dalam program Hutan Adat berhasil mengintegrasikan budidaya tanaman pangan seperti padi ladang dengan hasil hutan seperti rotan. Sistem ini membantu mereka menjaga kemandirian pangan sekaligus melestarikan tradisi lokal.
3. Mengurangi Ketergantungan pada Impor
Indonesia masih bergantung pada impor untuk beberapa komoditas pangan utama, seperti gandum, kedelai, dan gula. Ketergantungan ini rentan terhadap fluktuasi harga global dan ketidakstabilan pasokan. Dengan memaksimalkan potensi hutan sosial, Indonesia dapat meningkatkan produksi pangan alternatif yang sesuai dengan iklim dan kondisi tanah lokal, sehingga mengurangi kebutuhan impor.
Tantangan dalam Pengelolaan Hutan Sosial
1. Ketimpangan Akses dan Pengetahuan
Tidak semua masyarakat yang tinggal di sekitar hutan memiliki akses atau pengetahuan yang memadai untuk mengelola hutan sosial. Beberapa kelompok masyarakat adat, misalnya, menghadapi kendala administratif untuk mendapatkan hak kelola atas lahan mereka. Selain itu, kurangnya pelatihan dalam teknik pertanian modern dan agroforestry sering kali menjadi hambatan.
2. Ancaman Perubahan Iklim
Perubahan iklim membawa risiko baru, seperti pola cuaca yang tidak menentu, banjir, dan kekeringan. Semua ini dapat memengaruhi produktivitas tanaman pangan yang diusahakan di hutan sosial. Untuk itu, diperlukan strategi adaptasi, seperti pemilihan varietas tanaman yang tahan terhadap cuaca ekstrem atau pengelolaan air yang lebih baik.
3. Pengawasan dan Keberlanjutan
Ada kekhawatiran bahwa hutan sosial dapat disalahgunakan untuk kepentingan komersial yang merusak ekosistem. Pengawasan yang lemah memungkinkan adanya praktik eksploitasi berlebihan, seperti pembalakan liar atau alih fungsi lahan menjadi perkebunan sawit. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang tegas dan pengawasan yang ketat untuk memastikan keberlanjutan program.
Belajar dari Negara Lain