Mohon tunggu...
Syaiful Anwar
Syaiful Anwar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen FEB Universitas Andalas Kampus Payakumbuh

Cara asik belajar ilmu ekonomi www.unand.ac.id - www.eb.unand.ac.id https://bio.link/institutquran

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Swasembada Pertanian dan Pangan (10): Pengaruh Kebijakan Internasional

24 November 2024   13:33 Diperbarui: 24 November 2024   13:40 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Ketahanan pangan adalah isu global yang semakin kompleks di tengah tantangan perubahan iklim, konflik geopolitik, dan kebijakan perdagangan internasional. Sebagai negara dengan jumlah penduduk keempat terbesar di dunia, Indonesia menghadapi tekanan besar untuk menjaga ketersediaan, aksesibilitas, dan kualitas pangan bagi masyarakatnya. Dalam konteks ini, kebijakan internasional memainkan peran signifikan, baik sebagai peluang maupun ancaman bagi ketahanan pangan nasional. Artikel ini akan mengupas bagaimana kebijakan internasional memengaruhi ketahanan pangan Indonesia, memberikan contoh konkret, serta membandingkannya dengan kasus serupa di negara lain.

Dinamika Perdagangan Global dan Ketergantungan Impor

Salah satu pengaruh terbesar kebijakan internasional terhadap ketahanan pangan Indonesia adalah melalui perdagangan global. Indonesia masih bergantung pada impor bahan pangan strategis, seperti gandum, kedelai, dan gula. Kebijakan tarif atau embargo yang diterapkan oleh negara eksportir dapat langsung memengaruhi pasokan pangan di Indonesia. Misalnya, konflik Rusia-Ukraina yang memengaruhi ekspor gandum telah menyebabkan kenaikan harga tepung terigu di Indonesia. Hal ini berdampak pada naiknya harga produk turunan seperti roti dan mi instan yang menjadi konsumsi utama masyarakat.

Sebagai perbandingan, India yang juga merupakan importir pangan strategis mengambil langkah berbeda. Saat krisis gandum terjadi, India melarang ekspor untuk menjaga pasokan domestiknya. Keputusan ini menunjukkan bagaimana kebijakan internasional yang proteksionis dapat menciptakan ketegangan dalam rantai pasok global. Indonesia perlu belajar dari situasi ini untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor dan mengembangkan kemandirian pangan.

Perjanjian Internasional dan Standar Global

Perjanjian internasional seperti Agreement on Agriculture (AoA) di bawah Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) turut memengaruhi kebijakan pangan domestik. Salah satu klausul AoA adalah penghapusan subsidi yang dianggap mendistorsi perdagangan global. Indonesia, yang memberikan subsidi bagi petani kecil untuk meningkatkan produktivitas, menghadapi dilema antara memenuhi kewajiban internasional dan melindungi petaninya.

Dalam konteks ini, negara maju sering kali menjadi sorotan karena masih memberikan subsidi besar bagi sektor pertaniannya. Uni Eropa, misalnya, menerapkan Common Agricultural Policy yang memberikan subsidi kepada petani untuk mempertahankan produksi dan stabilitas harga. Ketidakadilan ini memengaruhi daya saing produk pangan dari negara berkembang, termasuk Indonesia, di pasar global.

Perubahan Iklim sebagai Tantangan Global

Kebijakan internasional terkait perubahan iklim juga memberikan dampak besar pada ketahanan pangan Indonesia. Kesepakatan Paris, misalnya, mendorong negara-negara untuk mengurangi emisi karbon. Namun, transisi menuju praktik pertanian berkelanjutan memerlukan investasi besar. Bagi Indonesia, yang mayoritas petaninya adalah petani kecil, implementasi kebijakan ini menjadi tantangan besar.

Sebagai contoh, proyek internasional seperti Sustainable Rice Platform (SRP) yang didukung oleh UNEP dan FAO bertujuan untuk meningkatkan efisiensi produksi padi sambil mengurangi dampak lingkungan. Meskipun inisiatif ini membantu menciptakan sistem pertanian yang lebih hijau, petani kecil sering kali kesulitan untuk mengadopsi teknologi baru karena keterbatasan akses terhadap pendanaan dan pelatihan. Oleh karena itu, kebijakan internasional yang tidak disertai dukungan teknis dan finansial bisa menjadi bumerang bagi negara berkembang.

Dampak Konflik Geopolitik

Di sisi lain, konflik geopolitik global sering kali memengaruhi harga dan ketersediaan pangan di Indonesia. Contohnya, perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok beberapa tahun lalu menyebabkan fluktuasi harga kedelai, yang sebagian besar diimpor Indonesia dari kedua negara tersebut. Lonjakan harga ini berdampak langsung pada sektor industri tempe dan tahu, yang menjadi makanan pokok masyarakat.

Konflik di Timur Tengah juga memengaruhi harga pupuk global, yang sebagian besar diproduksi di kawasan tersebut. Ketergantungan Indonesia pada impor pupuk menyebabkan biaya produksi pangan meningkat, yang pada akhirnya memengaruhi harga pangan di pasar domestik.

Peluang dari Kerja Sama Internasional

Meskipun banyak tantangan, kebijakan internasional juga membuka peluang bagi Indonesia untuk memperkuat ketahanan pangannya. Kerja sama bilateral atau multilateral dapat dimanfaatkan untuk transfer teknologi, investasi, dan pengembangan infrastruktur pertanian. Sebagai contoh, kemitraan Indonesia dengan Jepang melalui program Japan-Indonesia Economic Partnership Agreement (JIEPA) telah membantu meningkatkan kapasitas petani melalui pelatihan dan teknologi modern.

Selain itu, partisipasi Indonesia dalam inisiatif seperti ASEAN Plus Three Emergency Rice Reserve (APTERR) memberikan jaminan pasokan pangan dalam situasi darurat. Ketika bencana alam atau gangguan pasokan terjadi, cadangan beras regional ini dapat dimanfaatkan untuk menstabilkan harga dan memastikan ketersediaan pangan.

Strategi Menghadapi Tantangan Global

Untuk menghadapi pengaruh kebijakan internasional, Indonesia perlu menerapkan strategi yang adaptif dan inovatif. Pertama, diversifikasi sumber pangan domestik harus menjadi prioritas. Upaya ini termasuk meningkatkan produksi tanaman lokal seperti sagu, singkong, dan sorgum yang dapat menggantikan bahan pangan impor.

Kedua, memperkuat riset dan pengembangan di bidang pertanian menjadi kunci untuk menciptakan teknologi yang sesuai dengan kondisi lokal. Negara seperti Brasil telah berhasil meningkatkan produktivitas melalui investasi besar dalam penelitian pertanian tropis. Indonesia dapat meniru pendekatan ini untuk menciptakan sistem pangan yang lebih tangguh.

Ketiga, pemerintah harus memperkuat diplomasi pangan untuk memastikan kepentingan nasional terwakili dalam perundingan internasional. Dalam forum WTO, misalnya, Indonesia perlu bekerja sama dengan negara-negara berkembang lainnya untuk memperjuangkan kebijakan yang lebih adil bagi petani kecil.

Kebijakan internasional memiliki dampak yang signifikan terhadap ketahanan pangan Indonesia, baik dalam bentuk peluang maupun tantangan. Ketergantungan pada impor, tekanan dari perjanjian internasional, hingga dampak konflik geopolitik menjadi tantangan yang harus dihadapi dengan kebijakan yang inovatif dan adaptif. Di sisi lain, kerja sama internasional memberikan peluang bagi Indonesia untuk memperkuat sistem pangannya melalui transfer teknologi dan investasi.

Untuk memastikan ketahanan pangan yang berkelanjutan, Indonesia perlu memanfaatkan kebijakan internasional sebagai peluang sambil memperkuat fondasi domestik. Dengan strategi yang tepat, Indonesia tidak hanya dapat mencapai ketahanan pangan tetapi juga menjadi pemain penting dalam sistem pangan global.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun