Di sisi lain, konflik geopolitik global sering kali memengaruhi harga dan ketersediaan pangan di Indonesia. Contohnya, perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok beberapa tahun lalu menyebabkan fluktuasi harga kedelai, yang sebagian besar diimpor Indonesia dari kedua negara tersebut. Lonjakan harga ini berdampak langsung pada sektor industri tempe dan tahu, yang menjadi makanan pokok masyarakat.
Konflik di Timur Tengah juga memengaruhi harga pupuk global, yang sebagian besar diproduksi di kawasan tersebut. Ketergantungan Indonesia pada impor pupuk menyebabkan biaya produksi pangan meningkat, yang pada akhirnya memengaruhi harga pangan di pasar domestik.
Peluang dari Kerja Sama Internasional
Meskipun banyak tantangan, kebijakan internasional juga membuka peluang bagi Indonesia untuk memperkuat ketahanan pangannya. Kerja sama bilateral atau multilateral dapat dimanfaatkan untuk transfer teknologi, investasi, dan pengembangan infrastruktur pertanian. Sebagai contoh, kemitraan Indonesia dengan Jepang melalui program Japan-Indonesia Economic Partnership Agreement (JIEPA) telah membantu meningkatkan kapasitas petani melalui pelatihan dan teknologi modern.
Selain itu, partisipasi Indonesia dalam inisiatif seperti ASEAN Plus Three Emergency Rice Reserve (APTERR) memberikan jaminan pasokan pangan dalam situasi darurat. Ketika bencana alam atau gangguan pasokan terjadi, cadangan beras regional ini dapat dimanfaatkan untuk menstabilkan harga dan memastikan ketersediaan pangan.
Strategi Menghadapi Tantangan Global
Untuk menghadapi pengaruh kebijakan internasional, Indonesia perlu menerapkan strategi yang adaptif dan inovatif. Pertama, diversifikasi sumber pangan domestik harus menjadi prioritas. Upaya ini termasuk meningkatkan produksi tanaman lokal seperti sagu, singkong, dan sorgum yang dapat menggantikan bahan pangan impor.
Kedua, memperkuat riset dan pengembangan di bidang pertanian menjadi kunci untuk menciptakan teknologi yang sesuai dengan kondisi lokal. Negara seperti Brasil telah berhasil meningkatkan produktivitas melalui investasi besar dalam penelitian pertanian tropis. Indonesia dapat meniru pendekatan ini untuk menciptakan sistem pangan yang lebih tangguh.
Ketiga, pemerintah harus memperkuat diplomasi pangan untuk memastikan kepentingan nasional terwakili dalam perundingan internasional. Dalam forum WTO, misalnya, Indonesia perlu bekerja sama dengan negara-negara berkembang lainnya untuk memperjuangkan kebijakan yang lebih adil bagi petani kecil.
Kebijakan internasional memiliki dampak yang signifikan terhadap ketahanan pangan Indonesia, baik dalam bentuk peluang maupun tantangan. Ketergantungan pada impor, tekanan dari perjanjian internasional, hingga dampak konflik geopolitik menjadi tantangan yang harus dihadapi dengan kebijakan yang inovatif dan adaptif. Di sisi lain, kerja sama internasional memberikan peluang bagi Indonesia untuk memperkuat sistem pangannya melalui transfer teknologi dan investasi.
Untuk memastikan ketahanan pangan yang berkelanjutan, Indonesia perlu memanfaatkan kebijakan internasional sebagai peluang sambil memperkuat fondasi domestik. Dengan strategi yang tepat, Indonesia tidak hanya dapat mencapai ketahanan pangan tetapi juga menjadi pemain penting dalam sistem pangan global.