Mohon tunggu...
Syaiful Anwar
Syaiful Anwar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen FEB Universitas Andalas Kampus Payakumbuh

Cara asik belajar ilmu ekonomi www.unand.ac.id - www.eb.unand.ac.id https://bio.link/institutquran

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Swasembada Industri Pertahanan (23): Strategi Peningkatan Efisiensi dan Daya Saing

5 November 2024   19:59 Diperbarui: 5 November 2024   20:07 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Industri pertahanan suatu negara mencerminkan kekuatan dan kemandirian nasional di era globalisasi yang dinamis. Kemampuan untuk memproduksi alat utama sistem pertahanan (alutsista) sendiri tidak hanya memperkuat pertahanan negara tetapi juga meningkatkan daya tawar Indonesia dalam geopolitik internasional. Mengembangkan sektor ini adalah prioritas strategis bagi Indonesia, terutama dalam menghadapi kompleksitas ancaman keamanan global, perubahan teknologi, dan kebutuhan untuk mengurangi ketergantungan pada impor.

Namun, industri pertahanan domestik masih menghadapi berbagai tantangan, seperti efisiensi produksi, kapasitas teknologi, serta daya saing di pasar internasional. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah strategis untuk memastikan bahwa industri ini tidak hanya bertahan tetapi juga berkembang secara berkelanjutan.

Membangun Sinergi antara Pemerintah dan Swasta

Peningkatan efisiensi dan daya saing di sektor industri pertahanan domestik sangat bergantung pada kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta. Pemerintah, melalui Kementerian Pertahanan dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor pertahanan seperti PT Pindad dan PT Dirgantara Indonesia, memiliki peran penting dalam menyediakan regulasi dan dukungan fiskal. Namun, keterlibatan sektor swasta juga krusial dalam membawa inovasi, keahlian, dan efisiensi manajerial.

Kolaborasi ini dapat diwujudkan melalui kebijakan kemitraan publik-swasta (Public-Private Partnership atau PPP), yang memungkinkan pembagian risiko dan tanggung jawab dalam proyek-proyek strategis. Model PPP ini telah berhasil di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Korea Selatan, di mana perusahaan swasta mendapat insentif untuk berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan (R&D) teknologi pertahanan. Di Indonesia, implementasi PPP pada industri pertahanan dapat mendukung pengadaan peralatan canggih tanpa menguras anggaran negara. Pemerintah perlu mendorong regulasi yang memudahkan swasta untuk berkontribusi, serta menyediakan skema insentif pajak dan pendanaan bagi perusahaan yang terlibat dalam pengembangan teknologi pertahanan.

Optimalisasi Teknologi dan Inovasi

Di era Revolusi Industri 4.0, adopsi teknologi canggih menjadi prasyarat mutlak bagi peningkatan daya saing industri. Dalam konteks pertahanan, teknologi kecerdasan buatan (AI), drone, robotika, dan sistem pertahanan siber adalah aspek penting yang harus diintegrasikan. Banyak negara maju telah mengalokasikan dana yang besar untuk penelitian dan pengembangan teknologi ini. Contohnya, Israel sebagai salah satu negara dengan anggaran pertahanan terbatas, berhasil memanfaatkan AI dan teknologi siber untuk meningkatkan daya saing pertahanannya.

Indonesia dapat mengambil pelajaran dari contoh ini dengan mendorong R&D dan adopsi teknologi secara lebih agresif. Pemerintah dapat memberikan dana riset khusus kepada institusi penelitian yang bekerja sama dengan industri pertahanan, seperti LIPI, BPPT, serta berbagai universitas yang memiliki program studi teknik dan sains. Selain itu, kolaborasi antara industri dan lembaga riset internasional juga dapat mempercepat pengembangan teknologi dalam negeri, meningkatkan kualitas produksi, serta memperpendek waktu siklus pengembangan produk.

Pemanfaatan Sumber Daya Lokal dan Rantai Pasok Mandiri

Kemandirian industri pertahanan tidak bisa dicapai tanpa memanfaatkan secara optimal sumber daya lokal. Bahan baku, komponen, hingga tenaga ahli harus dapat diakses secara domestik untuk mengurangi ketergantungan pada impor. Penggunaan bahan baku lokal, seperti baja dari Krakatau Steel, dapat menjadi salah satu langkah dalam membangun rantai pasok mandiri yang dapat menghemat biaya produksi dan meminimalkan risiko gangguan pasokan dari luar negeri.

Mengembangkan rantai pasok lokal ini memerlukan penguatan hubungan antara perusahaan besar dengan perusahaan kecil dan menengah (UMKM). Dengan melibatkan UMKM sebagai penyedia komponen dan bagian kecil alutsista, Indonesia dapat membangun ekosistem industri pertahanan yang inklusif. Selain itu, hal ini juga mendukung diversifikasi ekonomi melalui pemberdayaan industri lokal dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui penyerapan tenaga kerja.

Penguatan Sumber Daya Manusia dan Keahlian Khusus

Keberhasilan industri pertahanan sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusia (SDM) yang menggerakkannya. Di Indonesia, kekurangan tenaga ahli dengan keterampilan khusus di bidang teknologi tinggi masih menjadi kendala. Untuk mengatasi ini, pemerintah dan industri pertahanan perlu melakukan investasi besar-besaran dalam pelatihan, pendidikan, dan sertifikasi keahlian.

Program pelatihan yang berkelanjutan dapat diimplementasikan melalui kerja sama dengan universitas dan politeknik yang memiliki jurusan teknik dan ilmu komputer. Selain itu, kolaborasi dengan negara-negara yang memiliki teknologi pertahanan canggih, seperti Jepang dan Korea Selatan, melalui program magang dan transfer teknologi dapat mempercepat peningkatan keahlian SDM. Pengiriman insinyur dan teknisi untuk magang di perusahaan asing terkemuka dapat memberikan pengalaman langsung dan pemahaman yang mendalam tentang proses produksi alutsista berteknologi tinggi.

Kebijakan Insentif dan Dukungan Finansial

Pembiayaan merupakan salah satu elemen terpenting dalam pembangunan industri pertahanan. Oleh karena itu, pemerintah perlu menyediakan dukungan finansial berupa insentif pajak, pembiayaan murah, atau bahkan hibah untuk perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor ini. Insentif ini penting untuk mendorong investasi swasta dalam pengembangan produk, terutama bagi perusahaan yang berskala kecil dan menengah.

Selain itu, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga perlu diperkuat melalui suntikan modal dan restrukturisasi perusahaan agar lebih kompetitif dan inovatif. BUMN seperti PT Pindad, PT PAL, dan PT DI perlu diperkuat agar dapat menjadi tulang punggung dalam membangun kemandirian industri pertahanan nasional. Program obligasi atau dana abadi khusus untuk pertahanan, yang serupa dengan Sovereign Wealth Fund, juga bisa menjadi salah satu alternatif pembiayaan jangka panjang.

Eksplorasi Pasar Ekspor untuk Alutsista Domestik

Membangun pasar ekspor adalah salah satu strategi penting untuk meningkatkan daya saing industri pertahanan. Beberapa negara seperti Turki dan Korea Selatan telah berhasil mengekspor alutsista buatan dalam negeri mereka ke berbagai negara berkembang. Indonesia juga memiliki potensi untuk memasuki pasar ini, khususnya di Asia Tenggara dan Afrika, yang memiliki kebutuhan alutsista dengan harga terjangkau dan spesifikasi yang sesuai dengan kondisi geografis mereka.

Agar mampu menembus pasar internasional, kualitas dan standarisasi produk harus ditingkatkan. Pemerintah perlu membantu industri dalam mendapatkan sertifikasi internasional, seperti ISO 9001 dan NATO Codification System (NCS), yang akan meningkatkan reputasi produk Indonesia di pasar global. Selain itu, diplomasi pertahanan juga bisa digunakan sebagai alat untuk mempromosikan produk alutsista buatan dalam negeri.

Tantangan dan Peluang Ke Depan

Peningkatan efisiensi dan daya saing industri pertahanan domestik merupakan proses jangka panjang yang memerlukan komitmen dan konsistensi dari seluruh pemangku kepentingan. Beberapa tantangan seperti birokrasi, regulasi yang kaku, dan keterbatasan anggaran masih menjadi penghambat. Selain itu, ancaman keamanan siber yang terus berkembang juga harus diperhatikan agar infrastruktur pertahanan digital tidak menjadi celah bagi pihak luar.

Namun, peluang juga terbuka lebar dengan adanya kemajuan teknologi dan kerja sama internasional yang semakin inklusif. Di era digital, pengembangan alutsista tidak lagi hanya bertumpu pada teknologi fisik, melainkan juga teknologi digital dan kecerdasan buatan. Dengan melakukan modernisasi dan restrukturisasi industri pertahanan, Indonesia berpotensi menjadi pemain kunci dalam industri pertahanan regional, dan bahkan memiliki daya tawar yang lebih kuat di kancah global.

Komitmen yang kuat dari pemerintah, keterlibatan aktif sektor swasta, serta pengembangan SDM yang unggul akan menjadi fondasi bagi tercapainya kemandirian industri pertahanan Indonesia. Dengan strategi yang tepat dan langkah nyata, efisiensi dan daya saing industri pertahanan domestik dapat ditingkatkan untuk memperkuat kedaulatan dan kemakmuran bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun