Mohon tunggu...
Syaiful Anwar
Syaiful Anwar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen FEB Universitas Andalas Kampus Payakumbuh

Cara asik belajar ilmu ekonomi www.unand.ac.id - www.eb.unand.ac.id https://bio.link/institutquran

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Transisi Senyap: Stabilitas atau Apatis?

20 Oktober 2024   18:17 Diperbarui: 20 Oktober 2024   18:34 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

b. Ketidaksetaraan Sosial dan Ekonomi

Apatisme sering kali juga dipicu oleh ketidaksetaraan yang mendalam dalam masyarakat. Masyarakat yang merasa terpinggirkan atau tidak terwakili oleh elite politik cenderung menarik diri dari partisipasi aktif dalam politik. Dalam kasus ini, transisi senyap adalah tanda bahwa banyak warga merasa bahwa pemerintahan baru tidak akan membawa perubahan yang berarti bagi kesejahteraan mereka. Mereka merasa bahwa sistem politik tidak berfungsi untuk mereka, sehingga mereka memilih untuk tidak terlibat.

c. Penurunan Partisipasi Politik

Apatisme politik juga tercermin dari menurunnya partisipasi dalam pemilu. Ketika masyarakat merasa bahwa pemilu tidak akan mempengaruhi kehidupan mereka, partisipasi mereka menurun. Hal ini bukan hanya mengurangi legitimasi pemerintahan baru, tetapi juga menciptakan tantangan besar bagi kelangsungan demokrasi. Dalam jangka panjang, apatisme yang meluas dapat melemahkan institusi demokrasi dan memperburuk ketimpangan kekuasaan antara elite politik dan rakyat.

4. Dampak Jangka Panjang: Stabilitas atau Bahaya?

Jika transisi senyap terjadi karena stabilitas politik dan kepuasan masyarakat, maka ini adalah tanda positif bagi kesehatan demokrasi suatu negara. Namun, jika transisi ini diwarnai oleh apatisme yang meluas, hal ini bisa menjadi bom waktu yang menimbulkan tantangan di masa depan.

a. Stabilitas Jangka Panjang

Stabilitas politik yang sejati tercapai ketika masyarakat aktif terlibat dalam proses politik, bukan hanya ketika mereka diam atau tidak peduli. Pemerintah yang stabil membutuhkan dukungan aktif dari masyarakat, serta kepercayaan bahwa kebijakan yang diambil oleh pemimpin adalah demi kepentingan bersama. Ketika partisipasi masyarakat tinggi, pemerintahan baru memiliki legitimasi yang lebih kuat untuk melaksanakan program-programnya dan menghadapi tantangan yang mungkin muncul.

b. Potensi Krisis di Masa Depan

Sebaliknya, jika apatisme adalah alasan di balik transisi senyap, ini bisa menjadi tanda peringatan. Apatisme politik bisa menciptakan ketidakpuasan yang tersembunyi di bawah permukaan, yang sewaktu-waktu bisa meletus menjadi krisis sosial atau politik. Apatisme juga bisa memperparah polarisasi politik, di mana hanya kelompok tertentu yang terlibat dalam pengambilan keputusan, sementara mayoritas masyarakat merasa tidak memiliki suara.

Transisi pemerintahan yang senyap dapat memiliki dua makna: stabilitas atau apatisme. Stabilitas politik yang dihasilkan dari transisi damai adalah tanda kematangan demokrasi dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara. Namun, transisi yang tenang juga bisa mencerminkan apatisme politik, di mana masyarakat merasa tidak terlibat atau tidak percaya bahwa perubahan politik dapat membawa dampak positif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun