Oma Roselina (menatap Opa dengan lembut): "Cinta kita, seperti berlian itu. Ia lahir dari kesabaran dan keberanian. Kita telah melalui badai, kehilangan, kebahagiaan, dan tangis. Namun, di setiap retak yang mungkin muncul, kita mengisinya dengan harapan."
Adegan 2: Kenangan di Bawah Kilauan
(Narator kembali muncul, berjalan pelan ke tengah panggung.)
Narator: Dua hati, disatukan oleh waktu,
Tidak pernah mengeluh dalam derita,
Mereka tahu, badai adalah bagian dari perjalanan,
Dan dalam setiap langkah, cinta itu menguat.
Raka (mengambil kotak perhiasan dan menatap berlian di dalamnya): "Aku sering mendengar kisah cinta kalian, Opa, Oma. Tapi di dunia yang serba cepat ini, apakah cinta yang seperti itu masih mungkin? Bagaimana bertahan dalam tekanan?"
Opa Tjiptadinata (mengambil nafas dalam): "Kau tahu, Nak, tekanan bukanlah musuh. Ia adalah penguji ketulusan hati. Seperti berlian yang tercipta dari tekanan bumi, cinta yang sejati tidak akan pecah hanya karena cobaan. Jika kau mencintai dengan sepenuh hati, tekanan justru memperkuat, bukan menghancurkan."
Oma Roselina (memandang Raka dengan senyum lembut): "Tekanan itu, Raka, adalah ujian. Ujian tentang seberapa jauh kau siap memberi tanpa pamrih. Cinta bukan tentang selalu menerima, tetapi tentang bertahan, meski kau merasa tak lagi mampu. Di situlah cinta menemukan kilau sejatinya."
Adegan 3: Berlian Tak Pecah
(Lampu menyala lebih terang, menyoroti Opa dan Oma yang sekarang duduk saling berhadapan, menggenggam tangan masing-masing. Intan dan Raka berdiri di dekat mereka, mata mereka terfokus pada berlian yang berkilau.)
Intan: "Aku kini mengerti, Ayah, Ibu. Berlian ini bukan hanya tentang kekuatan, tetapi tentang kesabaran. Tentang bagaimana dua hati yang saling mencintai dapat bertahan, bahkan ketika dunia di sekitarnya hancur."
Opa Tjiptadinata: "Kau benar, Nak. Berlian ini adalah simbol dari apa yang telah kita bangun. Kami tidak sempurna, kami tidak selalu kuat. Namun, setiap retak, setiap patah, kami tambal dengan cinta."