Mohon tunggu...
Syaiful Anwar
Syaiful Anwar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen FEB Universitas Andalas Kampus Payakumbuh

Cara asik belajar ilmu ekonomi www.unand.ac.id - www.eb.unand.ac.id https://bio.link/institutquran

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Inilah Beda Randang Payakumbuh, dari Tradisi Lokal ke Panggung Global

7 Oktober 2024   16:13 Diperbarui: 7 Oktober 2024   16:23 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam dunia yang semakin terhubung, kota-kota di seluruh dunia berlomba-lomba membangun identitas unik yang dapat menarik perhatian global. Fenomena ini dikenal sebagai city branding, sebuah strategi di mana kota berupaya menciptakan citra khas untuk mempromosikan keunggulan lokalnya di mata dunia. Salah satu contoh potensial yang jarang dieksplorasi secara mendalam di Indonesia adalah kota Payakumbuh, yang memiliki peluang besar untuk menjadikan randang sebagai ikon budaya yang kuat. Payakumbuh dapat memperluas citra kotanya dari sekadar tempat dengan kuliner khas Minangkabau menjadi pusat budaya yang mendunia melalui branding berbasis tradisi lokal randang.

Tradisi Lokal Sebagai Identitas Kota

City branding yang efektif didasarkan pada penggalian elemen-elemen unik yang melekat pada kota tersebut. Dalam konteks Payakumbuh, randang bukan hanya sekadar makanan; ia adalah simbol budaya, warisan, dan kebanggaan masyarakat Minangkabau. Randang juga memiliki narasi panjang yang sarat nilai filosofis. Dalam setiap potongannya terkandung kisah tentang kesabaran, ketekunan, dan keharmonisan. Proses memasak yang lama menggambarkan sikap hidup yang menghargai proses, mengutamakan ketelitian, serta kesatuan keluarga dan komunitas.

Randang pertama kali dikenal secara internasional saat dinobatkan sebagai makanan terenak di dunia oleh CNN pada tahun 2011 dan 2017. Namun, pencapaian ini hanya permulaan. Potensi randang dalam city branding jauh lebih besar jika Payakumbuh mampu mengangkat cerita randang sebagai bagian dari identitasnya. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai strategi kreatif yang memanfaatkan kekuatan media, pemasaran digital, dan penguatan narasi budaya lokal dalam skala global.

Aneka Produk Randang dari Payakumbuh dan Bedanya dengan Produk Sejenis dari Daerah Lainnya

Randang, kuliner legendaris dari Sumatera Barat, telah lama menjadi ikon kuliner Indonesia di kancah internasional. Meskipun dikenal sebagai makanan khas Minangkabau, variasi randang tidak hanya ada di satu wilayah saja, melainkan tersebar di berbagai daerah. Salah satu daerah yang terkenal sebagai penghasil randang terbaik adalah Payakumbuh. Kota ini tidak hanya menghasilkan randang daging yang klasik, tetapi juga berbagai inovasi produk randang yang berkembang mengikuti selera dan kebutuhan pasar. Payakumbuh, dengan keunikan geografis dan kulturalnya, menawarkan variasi randang yang berbeda dari daerah lain.

1. Randang Daging Payakumbuh

Randang daging adalah varian yang paling dikenal dari Payakumbuh dan Sumatera Barat pada umumnya. Keistimewaan randang dari Payakumbuh terletak pada kualitas daging sapi yang digunakan. Payakumbuh, sebagai salah satu sentra peternakan sapi, memiliki akses terhadap daging sapi berkualitas tinggi yang digunakan dalam pembuatan randang. Proses memasak randang di Payakumbuh juga terkenal sangat telaten, membutuhkan waktu yang cukup lama hingga berjam-jam, dengan tujuan mencapai tekstur daging yang empuk dan rasa yang kaya. Bumbu yang digunakan di Payakumbuh dikenal memiliki proporsi yang seimbang antara cabai, santan, dan rempah-rempah, sehingga memberikan cita rasa randang yang khas: gurih, pedas, dan kompleks.

2. Randang Itik (Bebek)

Selain daging sapi, Payakumbuh juga terkenal dengan produk randang itik. Randang itik memiliki tekstur yang lebih kenyal dibandingkan randang daging sapi, namun kaya akan rasa yang dihasilkan dari bumbu randang yang sama. Perbedaan utama terletak pada keunikan rasa daging bebek yang memberikan sensasi berbeda. Randang itik lebih jarang ditemukan di daerah lain, membuatnya menjadi salah satu produk spesial dari Payakumbuh. Tekstur dan rasa itik yang lebih kaya lemak juga membuat randang ini sering dianggap lebih 'berminyak', namun tetap menghadirkan rasa yang lezat dan autentik.

3. Randang Jengkol Payakumbuh

Produk lain yang cukup unik dari Payakumbuh adalah randang jengkol. Meskipun jengkol sering dianggap sebagai bahan yang kontroversial karena aromanya yang menyengat, di tangan masyarakat Payakumbuh, jengkol diolah menjadi randang dengan rasa yang luar biasa. Jengkol dimasak dalam bumbu randang yang kaya, sehingga aromanya yang kuat tidak lagi mendominasi, dan rasanya justru menjadi gurih dan empuk. Randang jengkol juga dikenal tahan lama, bahkan beberapa kalangan menganggapnya sebagai alternatif sehat karena tidak mengandung daging hewani, cocok bagi vegetarian atau mereka yang ingin mengurangi konsumsi daging.

4. Randang Telur

Inovasi lain dari Payakumbuh adalah randang telur. Randang telur dihasilkan dengan cara mencampurkan telur yang sudah dimasak dengan bumbu randang yang kental. Di Payakumbuh, produk ini biasanya dibuat dalam bentuk seperti keripik tipis yang terbuat dari telur, sehingga lebih renyah dan kering. Randang telur ini juga sangat populer sebagai oleh-oleh karena lebih mudah dibawa, lebih tahan lama, dan harganya lebih terjangkau dibandingkan randang daging. Selain itu, rasanya tetap kaya dengan bumbu khas randang, meski berbahan dasar telur.

5. Randang Suir (Daging Suwir)

Randang suir dari Payakumbuh adalah versi randang yang lebih praktis untuk dikonsumsi. Daging sapi yang sudah dimasak menjadi randang kemudian disuwir-suwir hingga menjadi serat-serat kecil. Dengan demikian, randang ini menjadi lebih mudah dimakan dan sering digunakan sebagai taburan untuk nasi atau bubur. Randang suir juga lebih kering dan tahan lama, sehingga cocok dijadikan produk ekspor. Banyak UMKM di Payakumbuh yang mengembangkan randang suir sebagai produk kemasan siap saji, memenuhi kebutuhan pasar yang ingin mendapatkan cita rasa randang dengan cara yang lebih praktis.

6. Randang Jamur

Dengan semakin meningkatnya kesadaran akan pola makan sehat, Payakumbuh juga mulai mengembangkan randang berbahan dasar jamur. Jamur, terutama jenis jamur tiram, digunakan sebagai pengganti daging sapi dalam randang ini. Tekstur jamur yang kenyal memberikan pengalaman yang tidak jauh berbeda dari randang daging, tetapi dengan kandungan kalori dan lemak yang lebih rendah. Randang jamur ini sangat diminati oleh kalangan vegetarian dan vegan, serta mereka yang ingin menikmati rasa randang tanpa daging hewani.

7. Randang Pucuak Ubi

Pucuak ubi, atau pucuk daun singkong, merupakan salah satu bahan lokal yang sering diolah menjadi randang di Payakumbuh. Meskipun bahan ini mungkin terdengar tidak biasa, randang pucuak ubi menawarkan rasa yang unik dan berbeda dari randang berbasis daging. Tekstur daun singkong yang lembut setelah dimasak lama dengan bumbu randang menjadikan sajian ini sebagai pilihan yang populer di kalangan masyarakat Payakumbuh. Rasanya yang gurih dan pedas tetap kaya meskipun tanpa daging, sehingga cocok untuk dinikmati siapa saja yang menginginkan cita rasa randang yang lebih ringan.

Perbedaan dengan Randang dari Daerah Lain

Meskipun randang umumnya berasal dari Sumatera Barat, setiap daerah di wilayah Minangkabau memiliki ciri khas dalam pembuatan randang. Di Bukittinggi, misalnya, randang cenderung lebih pedas dan menggunakan lebih banyak cabai. Selain itu, tekstur randang dari Bukittinggi biasanya lebih kering dibandingkan dengan randang Payakumbuh, yang sedikit lebih lembab karena proses memasaknya yang berbeda.

Di Padang, randang yang dihasilkan biasanya lebih berminyak karena penggunaan santan yang lebih banyak. Padang juga lebih sering dikenal dengan varian randang ayam atau telur yang juga ditemukan di Payakumbuh, tetapi dengan citarasa yang sedikit berbeda karena variasi penggunaan rempah.

Di daerah Pariaman, randang umumnya dimasak dengan bumbu yang lebih sederhana, tanpa tambahan banyak rempah seperti kapulaga atau bunga lawang. Ini menghasilkan randang yang lebih ringan dalam rasa namun tetap kaya akan aroma gurih dari santan.

Payakumbuh memiliki berbagai varian randang yang unik dan kaya rasa, dari randang daging klasik hingga randang inovatif seperti randang jamur dan randang telur. Dibandingkan dengan produk randang dari daerah lain, randang Payakumbuh memiliki karakteristik rasa yang khas, tekstur yang lebih lembab, dan inovasi produk yang lebih beragam. Berkat keberanian dalam berinovasi dan mempertahankan kualitas tradisional, randang dari Payakumbuh tidak hanya menjadi produk kuliner lokal, tetapi juga memiliki potensi besar untuk menembus pasar global sebagai bagian dari warisan budaya yang harus dijaga dan dipromosikan.

Strategi City Branding Berbasis Randang

Untuk mengangkat randang sebagai elemen utama dalam city branding, Payakumbuh perlu merumuskan strategi yang holistik. Pertama, penting untuk menciptakan citra visual dan naratif yang konsisten. Sebuah logo kota yang memadukan elemen randang dan budaya Minangkabau dapat menjadi simbol yang menarik. Payakumbuh bisa menciptakan festival tahunan yang berfokus pada randang, mengundang wisatawan internasional, chef, dan influencer kuliner global untuk merasakan langsung kekayaan budaya ini.

Selain itu, randang dapat dikaitkan dengan inovasi dalam industri kreatif. Misalnya, melibatkan desainer lokal dalam menciptakan produk-produk turunan dari randang, seperti kerajinan tangan yang berbasis budaya memasak randang, atau bahkan membuka pop-up restaurant di kota-kota besar dunia yang mempromosikan randang sebagai pengalaman budaya. Semua elemen ini dapat mendukung narasi Payakumbuh sebagai kota yang bangga dengan warisan budayanya, namun siap bersaing di panggung global.

Membangun Keterhubungan Global

Dalam konteks branding global, pengakuan internasional terhadap randang sebagai salah satu hidangan terenak dunia sudah memberikan fondasi kuat. Namun, untuk mengukuhkan posisi Payakumbuh di mata dunia, kota ini perlu membangun jejaring dengan kota-kota lain yang telah berhasil memasarkan elemen budaya mereka ke pasar global. Kolaborasi dengan UNESCO misalnya, dapat membantu Payakumbuh mendapatkan pengakuan sebagai bagian dari situs warisan budaya tak benda dunia. Pengakuan ini akan memberikan kredibilitas tambahan dan meningkatkan daya tarik kota sebagai destinasi wisata budaya.

Selain itu, kerjasama internasional dengan chef terkenal dunia yang mengintegrasikan randang dalam masakan mereka dapat menjadi langkah strategis lainnya. Dengan demikian, randang tidak hanya dilihat sebagai masakan eksotis dari Indonesia, tetapi juga bagian dari kuliner internasional yang dapat dinikmati dan diapresiasi di seluruh dunia.

Pariwisata Kuliner: Motor Ekonomi Baru

City branding berbasis kuliner adalah salah satu tren yang sedang berkembang di dunia pariwisata. Paris dengan croissant, Tokyo dengan sushi, dan Bangkok dengan tom yum adalah beberapa contoh bagaimana makanan dapat menjadi daya tarik utama yang memikat wisatawan internasional. Payakumbuh, dengan kekayaan kuliner randang, memiliki potensi besar untuk menjadi tujuan wisata kuliner kelas dunia.

Untuk mendukung hal ini, pemerintah kota perlu membangun infrastruktur pariwisata yang mendukung. Aksesibilitas yang baik, fasilitas pendukung seperti pusat informasi wisatawan, dan program pelatihan untuk warga lokal agar siap menyambut wisatawan internasional adalah beberapa langkah penting. Tak hanya itu, randang juga bisa diperkenalkan melalui tur kuliner, di mana wisatawan diajak untuk belajar memasak randang langsung dari ahlinya di Payakumbuh. Pengalaman semacam ini tidak hanya memperkenalkan makanan, tetapi juga nilai-nilai budaya di baliknya, menciptakan pengalaman otentik yang sulit dilupakan.

Randang Sebagai Simbol Inovasi Lokal

Lebih jauh lagi, randang tidak hanya sebatas tradisi kuliner yang dilestarikan, tetapi juga dapat menjadi simbol inovasi. Payakumbuh dapat mendorong pengusaha lokal untuk mengeksplorasi berbagai inovasi produk berbasis randang, mulai dari varian rasa, kemasan, hingga teknologi pengawetan untuk memenuhi pasar ekspor. Inovasi ini bisa dilakukan tanpa mengurangi nilai budaya yang melekat pada randang, sehingga menjaga otentisitas sambil memperluas jangkauan pasar.

Selain itu, penggunaan teknologi digital dalam pemasaran dan distribusi produk randang juga penting. Memanfaatkan platform e-commerce global, seperti Amazon atau Alibaba, untuk menjual randang dalam bentuk kemasan instan atau siap saji, bisa membuka pasar baru di luar negeri. Dengan demikian, Payakumbuh tidak hanya memperkenalkan randang sebagai ikon budaya, tetapi juga mengembangkan ekonomi lokal yang berkelanjutan.

Menghadapi Tantangan Globalisasi

Tentu saja, globalisasi membawa tantangan tersendiri. Dalam upaya membangun city branding berbasis randang, Payakumbuh perlu berhati-hati agar tidak terjebak dalam komodifikasi budaya. Budaya lokal seperti randang memiliki nilai yang jauh lebih besar daripada sekadar produk untuk dijual. Oleh karena itu, penting bagi Payakumbuh untuk menjaga keseimbangan antara mempromosikan randang sebagai produk global dan melestarikan nilai-nilai lokal yang terkandung di dalamnya.

Salah satu cara untuk mengatasi tantangan ini adalah dengan melibatkan komunitas lokal dalam setiap tahap proses branding. Melibatkan mereka sebagai pelaku utama, baik dalam produksi maupun promosi randang, akan memastikan bahwa nilai-nilai budaya tetap terjaga. Selain itu, pendidikan kepada generasi muda mengenai pentingnya melestarikan tradisi randang sebagai bagian dari identitas kota juga sangat diperlukan agar mereka dapat meneruskan warisan ini di masa depan.

Membangun Masa Depan Payakumbuh Melalui Randang

Payakumbuh memiliki potensi luar biasa untuk menjadi kota dengan branding yang kuat di tingkat global, dan randang adalah salah satu aset utamanya. Dengan strategi yang tepat, randang dapat menjadi lebih dari sekadar makanan lokal; ia bisa menjadi simbol budaya yang mengangkat Payakumbuh ke panggung dunia. Melalui kombinasi inovasi, kerjasama internasional, dan pelestarian nilai-nilai budaya, Payakumbuh dapat membangun city branding yang relevan dan kuat secara global.

Di era globalisasi ini, keberhasilan city branding tidak hanya bergantung pada keunikan lokal, tetapi juga pada kemampuan kota untuk beradaptasi dengan dinamika global. Payakumbuh, dengan randang sebagai ikon utamanya, memiliki semua elemen yang dibutuhkan untuk berhasil dalam perjalanan menuju panggung dunia. Yang diperlukan sekarang adalah komitmen dan visi untuk mewujudkannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun